B. Khalifah Al-Ma’mun
Setelah wafatnya Harun Al-Rasyid, keluarga dari Bani Abbas melanjutkan
kekhalifahannya, yaitu Al-Ma’mun (813-833). Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai
sejarah peadaban pada masa Al-Ma’mun. Ada lebih baiknya kita mengenal biografi
Al-Ma’mun.
Nama lengkap khalifah ini adalah Abdullah Abbas Al-Ma’mun. Abdullah Al-Ma’mun
dilahirkan pada tanggal 15 Rabi’ul Awal 170 H/ 786 M. Bertepatan dengan wafat
kakeknya Musa Al-Hadi dan naik tahta ayahnya, Harun Al-Rasyid. Al-Ma’mun termasuk
putra yang jenius, sebelum usia 5 tahun ia dididik agama dan membaca Al-Qur’an
oleh dua orang ahli yang terkenal bernama Kasai Nahvi dan Yazidi.
Al-Ma’mun beribukan seorang bekas hamba sahaya bernama Marajil. Selain
belajar Al-Qur’an, ia juga belajar Hadits dari Imam Malik di Madinah. Kitab
yang digunakan adalah karya Imam Malik sendiri, yaitu kitab Al-muwatha.
Disamping ilmu-ilmu itu, ia juga pandai Ilmu sastra, belajar Ilmu tata Negara,
hukum filsafat, astronomi, dan lain sebagainya. Sehingga ia dikenal sebagai
pemuda yang pandai. Setelah berhasil mengatasi berbagai konflik internal,
terutama dengan saudaranya bernama Al-Amin, akhirnya Al-Ma’mun menggapai
cita-citanya menjadi khalifah pada tahun 198 H/ 813 H
Al-Ma’mun adalah Seorang Khalifah termasyhur sepanjang sejarah dinasti Bani
Abbasiyah. Selain seorang pejuang pemberani, juga seorang penguasa yang
bijaksana. Pemerintahannya menandai kemajuan yang sangat hebat dalam sejarah Islam.
Selama kurang lebih 21 tahun masa kepemimpinannya mampu meninggalkan warisan
kemajuan intelektual Islam yang sangat berharga. Kemajuan itu meliputi berbagai
aspek ilmu pengetahuan, seperi matematika, kedokteran, astronomi, dan filsafat.
Pada kekhalifahan Al-Makmun sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Hal yang
paling menonjol dalam bidang pendidikan pada masa Al-Makmun adalah
menterjemahkan kitab yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab, karena beliau
sangat mendukung gerakan penerjemah tersebut dan beliau juga menggaji mahal
golongan penerjemah dengan setara bobot emas supaya keinginan beliau tercapai
yaitu mengembangkan Ilmu Pengetahuan sebagai super power
dunia ketika itu.
Tim penerjemah yang dibentuk Al-Ma’mun terdiri dari Hunain ibnu Ishaq
sendiri dan dibantu anak dan keponakannya, Hubaish, serta ilmua lain seperti
Qusta ibnu Luqa, seorang beragama Kristen Jacobite, Abu Bisr Matta ibnu Yunus,
seorang Kristen Nestorian, Ibnu ‘Adi, Yahya ibnu Bitriq dan lain-lain. Tim ini
bertugas menerjemahkan naskah-naskah Yunani terutama yang berisi ilmu-ilmu yang
sangat diperlukan seperti kedokteran, bidang astrologi, dan kimia.
Khalifah Al-Makmun yang berbasis pangikut di Persia mengalami kemajuan di
berbagai bidang, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ketika Al-Makmun memerintah
timbul masalah agama yang pelik, yakni faham apakah Al-Qur’an itu makhluk atau
bukan.
Sejak Al-Hadi (paman Al-Ma’mun) wafat ketika awal pemerintahan Al-Ma’mun
muncul ilmu Falsafi (Al-Qur’an) dan munculnya ilmu kedokeran. Ia mewajibkan
kepada para ulama menghapal Al-Qur’an. Munculnya pemahaman Al-Qur’an ini
makhluk dikemukakan Al-Mu’tasyim (saudara Al-Ma’mun).
a. Sejarah Pemerintahan Abdullah Al-Ma’mun (198-218 H/ 813-833H)
Sejarah pemerintahan Al-Ma’mun dapat kita lihat dari usaha-usaha yang
dilakukan pada masa ia memerintah. Adapun usaha-usaha yang dilakukan khalifah
Al-Ma’un dalam pemerintahannya baik dilihat dari politik, sosial, agama,
keilmuan dan lain sebagainya dapat dilihat sebagai berikut:
1.
Mengatasi Gerakan Pemberontak
Al-Ma’mun menduduki jabatan khalifah pada tahun198 H/ 813 M. Yakni setelah
berhasil memenangkan pertempuran dalam perang saudara dengan Al-Amin. Namun ia
tidak mau menetap dikota Bagdad menjalankan pemerintahan, karena ia lebih
tertarik melakukan studi dimerv. Untuk menjalankan roda pemerintahan
sehari-hari diserahkan kepada Fadl bin sahal.
2.
Penertiban Administrasi Negara
Dalam sejarah ia dikenal sebagai administrator yang pandai dalam mengatur
roda pemerintahan, sehingga dalam masa pemerintahan dinasti Abbasiyah sangat
tertib dan berjalan baik. Hal ini terjadi selain Karena situasi politik mulai
stabil, dan tidak banyak pemberontakan, juga karena Al-Ma’mun merupakan salah
seorang khalifah yang memiliki pengetahuan luas dan keterampilan didalam
mengatur Negara sehingga Negara menjadi makmur dan stabil.
3.
Penataan Ulang Sistem Pemerintahan
Usaha lain yang dilakukan Al-Ma’mun adalah melakukan penataan ulang tentang
sistem pemerintahan yang pernah mengalami kemunduran pada masa pemerintahan
kakaknya Al-Amin. Penataan sistem pemerintahan ini menjadi suatu yang sangat
penting untuk segera dilakukan. Karena sistem yang sebenarnya telah mapan,
yakni ketika ayahnya Harun Arrasyid memerintah, Dan dilanjutkan oleh kakaknya
Al-Amin yang mengalami masa berhenti dan tidak berjalannya sistem secara
maksimal.
Melihat begitu pentingnya penataan itu, maka Al-Ma’mun mengangkat Ahmad bin
Khalik sebagai kepala rumah tangga istana, dan mengangkat pejabat Negara
yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan Negara.
4.
Pembentukan Badan Intelijen
Khalifah Al-Ma’un membentuk badan-badan intelejen, baik dari dalam maupun
luar negeri untuk melakukan pengkontrolan dan memberikan informasi terhadap
kerja dan tugas-tugas para pejabat yang diangkat terutama wilayah
jajahannya, yakni Biyzantium. Semua ini akan dijadikan bahan pembuatan
kebijakan pemerintahannya.
5.
Pembentukan Badan Negara
Kebijakan lain yang dikeluarkan Al-Ma’mun adalah pembentukan badan Negara
yang anggotanya terdiri dari wakil semua golongan masyarakat. Tidak ada
perbedaan kelas ataupun agama. Dewan ini bertugas melayani masyarakat. Para
wakil rakyat mendapat kebebasan penuh didalam mengemukakan pendapat dan bebas
berdiskusi didepan Khalifah.
6. Toleransi Beragama
Yakni kebebasan beragama. Masyarakat non muslim yang berada dibawah
kekuasaannya dilindungi dan diberikan haknya sebagai warga Negara. Bahkan
sejumlah non muslim menduduki jabatan penting di pemerintahan. Seperti Gabriel
bin Bakhisthu, seorang sarjana Kristen yang memegang posisi penting
dikekhalifahannya.
7. Pembentukan Baitul Hikamah dan Majlis Munadzarah
Baitul Hikmah yang didirikan tidak hanya berfungi sebagai pusat riset, juga
perpustakaan dan tempat melakukan berbagai kegiatan ilmiah lainnya. Untuk
menghindari terjadinya perselisihan antara sesama umat Islam, Majlis Munadzarah
yang berfungsi sebagai tempat mendiskusikan berbagai persoalan agama yang
dianggap sukar untuk dipecahkan. Kaum intelektual dari berbagai daerah dikumpulkan
dilembaga ini. Mereka diminta melakukan kajian dan berbagai riset ilmiah untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Pada masa pemerintahannya
Munncul ilmu Hadits ternama Yakni Imam Bukhari, dan sejarawan
terkenal yakni Al-Waaqidi.
b. Konsep Dasar Pendidikan Islam
Pada Masa Al-Ma’mun
Pada masa khalifah ke-7 yaitu
Al-Ma’mun ada dua konsep dasar pendidikan, yaitu multikultural dan institusi.
1.
Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
Menurut pakar pendidikan,
Azyumardi Azra mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai “pendidikan
untuk atau tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan demokrafi dan
kultur lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.
Sedangkan menurut Hariansyah,
ditinjau dari sudut psikologi bahwa pendidikan multikultural memandang manusia
memiliki beberapa dimensi yang harus diakomodir dan dikembangkan secara
keseluruhan. Bahwa manusia pada dasarnya adalah pengakuan akan pluralitas
(jama’), heterogenitas (keanekaragaman), dan keberagaman manusia itu sendiri.
Keberagaman itu bisa berupa ideologi, agama, paradigma, pola pikir, kebutuhan,
keinginan dan tingkat intelektual.
2.
Konsep Dasar Pendidikan Multikultural di
Institusi Pendidikan Islam
Institusi pendidikan Islam
zaman Al-Ma’mun, termasuk kategori lembaga pendidikan Islam yang klasik. George
Maksidi membagi institusi pendidikan Islam klasik berdasarkan kriteria materi
pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam, menjadi dua tipe, yaitu:
institusi pendidikan inkluisif (terbuka) terhadap pengetahuan umum dan intuisi
pendidikan eksklusif (tertutup) terhadap pengetahuan umum.
Berdasarkan penggolongan
George Maksidi, Institusi Pendidikan Islam zaman Al-Ma’mun dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
Ø Maktab/kuttab adalah Institusi dasar, maka yang
diajarkan di maktab/kuttab adalah khat, kaligrafi, Al-Qur’an, akidah, dan
syair.
Ø Halaqah artinya lingkaran (murid-murid yang
melingkari gurunya yang duduk di atas lantai). Halaqah merupakan intuisi
pendidikan Islam setingkat dengan pendidikan tingkat lanjutan.
Ø Majelis adalah Institusi pendidikan yang
digunakan untuk kegiatan transmisi keilmuan dari berbagai desiplin ilmu,
sehingga majelis banyak ragamnya. Ada 7 macam majelis, yaitu: majelis
Al-Hadits, Al-Tadris, Al-Munazharah, Al-Muzakarah, Al-Syu’ara, Al-Adab,
Al-Fatwa.
Ø Masjid merupakan Institusi pendidikan Islam yang
sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW.
Ø Khat berfungsi sebagai asrama pelajar dan tempat
penyelenggaraan pengajaran agama satu diantaranya fiqh
Ø Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang
ingin menjauhkan dari kehidupan diniawi untuk mengonsentrasikan diri beribadah
semata.
Ø Rumah-rumah ulama digunakan untuk melakukan
tranmisi ilmu agama, ilmu umum dan kemungkinan lain perdebatan ilmiah.
Ø Took buku
dan perpustakaan berperan sebagai tempat tranmisi ilmu dan Islam.
Ø Observatorium dan rumah sakit sebagai konsep
Dasar Pendidikan Multikultural di Institusi Pendidikan Islam.
Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 142
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari
Masa Klasik Hingga Modern, (Yogyakarta: Lesfi Yogyakarta, 2003), hal. 125
terima kasih bang
ReplyDelete