Oleh : Rose Firdiany Nur Sukma Fisika, (K1C016066)
PENDAHULUAN
Manusia
tidak pernah tahu apa yang Allah SWT rencanakan untuk kehidupannya. Karena
ketidaktahuan inilah, tak heran bila ketika peristiwa buruk menimpa, kadang
kita selalu meluapkan kekecewaan kepada Allah.
Kita tidak berprasangka baik kepada-Nya bahwa di balik peristiwa buruk ada
kwbaikan yang menyertai. Sebab, kemampuan manusia dalam berpikir sangatlah
terbatas sedangkan seluruh yang menimpa baik peristiwa baik maupun buruk ada di
luar logika dan cenderung irasional. Karena itulah, apabila kita tertimpa sesuatu
yang buruk, Allah menyuruh kita untuk bertawakal kepada-Nya dan meyakini bahwa
Allah itu Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kata “Tawakal” itu sendiri diambil
dari kata wakala yang berartiwakil dan mewakilkan.
Bertawakal kepada Allah mengandung arti kita harus mewakilkan kepercayaan
kepada-Nya ketika suatu peristiwa memilukan menimpa diri. Dengan demikian, kita
harus memasrahkan diri saat musibah menerpa, bersabar ketika kenestapaan
terjadi dalam hidup, dan mensyukuri setiap cerita kehidupan dengan penuh
harapan positif.
PEMBAHASAN
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada
Allah sedangkan dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah
berpegang pada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah lah
kesudahan segala urusan.”
Luqman (31):22
Yang dimaksud dengan berserah diri ialah menyerahkan jiwa
seutuhnya kepada Allah dengan keyakinan penuh bahwa Dia Yang Maha Suci dan Maha
Pengatur pasti memilihkan yang terbaik bagi manusia. Berserah diri bukanlah
berarti mengabaikan usaha, tetapi justru harus berupayasekuat kemampuan yang
ada. Gambaran orang yang berserah diri adalah seperti orang yang menggantungkan
jiwanya pada Arasy Tuhan, sementara kakinya menapak di bumi. Orang yang
berserah diri, ikhlas menerima segala ketentuan (musibah ataupun nikmat) yang
dipilihkan Allah baginya. Yakin bahwa Dia Yang Maha Pengasih dan Penyayang
tidak akan mungkin bertindak sewenang-wenang ataupun menganiaya hamba-Nya.
Untuk dapat berserah diri, diperlukan sikap mental yang
positif. Dasarnya yaitu, kita harus selalu berprasangka baik
kepada-Nya. Meyakini bahwa
ketentuan apapun yang ditetapkan-Nya bagi kita, merupakan pilihan yang terbaik,
yaitu sejalan dengan apa yang selalu Kita mohonkan pada setiap solat (...ihdinashshiraathal
mustaqiim).
Agar dapat selalu berprasangka baik kepada Allah,
renungkan ilustrasi ringan berikut: Seorang pemilik kebun yang ahli dalam bidang pertanian,
akan memotong – motong cabang atau dahan pohon agar pohon itu kelak
mendatangkan buah yang banyak. Sekiranya saja pohon itu dapat merasa, perbuatan
baik ini tentunya akan dianggap sebagai suatu penyiksaan yang kejam. Begitupula
seorang ibu yang sangat cinta kepada anaknya, demi kebaikan anaknya, ia minta
agar dokter menyuntik atau bahkan memotong bagian badan anaknya yang harus
dipotong. Tentunya perbuatan baik ibu ini akan dirasakan sebagai sesuatu yang
menyakitkan oleh anaknya. Demi kasih sayangnya pula ia melarang anaknya diberi
makanan yang dapat membahayakan kesehatan, padahal makanan itu amat disukai
oleh anaknya. Begitu juga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Terkadang Ia
memberi bencana, kalau bencana itu tidak diberikan maka manusia tidak akan
mampu mengambil pelajaran. Ia melarang hamba-Nya untuk mengikuti selera
nafsunya semata – mata demi kebaikan si hamba itu sendiri. Tentu saja bagi
orang yang tidak mengenal sifat – sifat-Nya, ia tidakakan mengerti akan hal
ini, bahkan malah menuduh Dia berlaku sewenang – wenang. Sebaliknya bagi orang
yang mengerti apa maksud tindakan-Nya, jiwanya akan selalu rela dan pasrah,
baginya apapun yang Allah pilihkan untuknya, ia yakin memang itulah yang
terbaik. Dalam hadits riwayat Muslim dan Ahmad, Rasulullah saw bersabda, “Demi
Allah yang jiwaku ditangan-Nya, tidaklah Allah menetapkan suatu ketetapan bagi
seorang mukmin melainkan hal itu baik baginya dan yang demikian itu hanya bagi
seorang mukmin.”
Penegasan Allah dalam Al-Qur’an:
Ø°َٰÙ„ِÙƒَ بِÙ…َا Ù‚َدَّÙ…َتْ Ø£َÙŠْدِيكُÙ…ْ ÙˆَØ£َÙ†َّ اللَّÙ‡َ
Ù„َÙŠْسَ بِظَÙ„َّامٍ Ù„ِّÙ„ْعَبِيدِ
“Demikian itu disebabkan karena perbuatan tanganmu
sendiri. Sesungguhnya Allah sekali – kali tidak menganiaya hamba-Nya.” Al-anfal (8):51
Dan uraian diatas memang tidak ada pilihan lain bagi
orang yang berakal selain harus yakin bahwa kejadian yang menurut manusia
indah, sesungguhnya belum tentu baik di mata Allah. Demikian juga kejadian yang
kita anggap buruk, belum tentu jelek di mata Allah. Dibuktikan dari pengalaman
yaitu banyak kejadian buruk yang menimpa, terdapat banyak hikmah yang berharga.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Akhmad,
Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Ibnu Hiban, Rasulullah saw bersabda:
“Jika kalian berserah diri kepada Allah dengan
sebenar-benar taqwa, niscaya Dia menjamin rezekimu sebagaimana Dia menjamin
kebutuhan burung yang terbang di waktu pagi dengan perut kosong dan pulang di
waktu sore dengan perut kenyang.”
Bagi orang yang berserah diri, ia tidak akan mengeluh
atau protes kepada Allah atas ketentuan yang ditetapkan padanya. Tindakan yang
dilakukannya pun semata – mata karena taat pada perintah-Nya. Dia berlaku baik
bukan sebagai balasan karena orang telah berlaku baik kepadanya, tetapi
kebaikan itu dilakukannya semata – mata karena Allah yang memerintah manusia
untuk berbuat kebaikan. Batinnya tidak berburuk sangka, pandangannya tidak
disertai emosi, jiwanya tentram sehingga dia dapat merasakan kaya tanpa harta, sakti tanpa ilmu. Semua
ini dapat terjadi jika kita mampu menjadikan ketaatan sebagai senjata untuk
melawan nafsu buruk atau himbauan setan.
Sebagaimana yang telah kita ketahui, berserah diri adalah
salah satu perintah Allah yang harus dilaksanakan oleh umat manusia yang
mengaku beriman dan Muslim. Perintah Allah yang kelihatannya sepele ini
kenyataannya tidak mudah untuk dilaksanakan, hal ini disebabkan karena orang
seringkali tidak menyadari bahwa berserah diri itu membutuhkan kesiapan mental
yang memadai dan persiapan dalam pembentukan mental itu tidak mungkin
berlangsung dengan cepat melainkan membutuhkan proses yang cukup panjang.
Dengan demikian, orang yang tidak pernah melakukan proses persiapan – persiapan
ke arah itu sangat mustahil dapat melakukan berserah diri dengan baik. Inilah
proses persiapan yang harus dilakukan untuk menumbuhkan mental berserah diri:
- Sering– sering mengulangi doa Rasulullah saw berikut, “Ya Allah, perbaikilah semua urusanku, janganlah Engkau
serahkan urusanku ini kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap.”
- Dalam berdoa, jangan sekali – kali memohon sesuatu yang
belum tentu manfaatnya seperti meminta menjadi kaya, menjadi orang berpangkat
atau terhormat, dan lain sebagainya seperti yang tertera dalam Alquran surat
Hud ayat 46: “janganlah
kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya.
Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang
yang tidak berpengetahuan".
- Dalam menghadapi musibah, biasakanlah untuk selalu
berpikir positif bahwa Allah Maha Penyayang, Dia tidaklah mungkin menganiaya
hamba-Nya. Adapun bencana yang kita terima pasti semata – mata untuk menuju
bahagia “Sesungguhnya
Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia
itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” Yunus (10):4.
- Musibah adalah tanda cinta Allah yang bisa dianggap
“penghapus dosa” sekaligus peringatan agar kita segera melakukan introspeksi
diri, aturan Allah yang mana yang telah kita langgar.
- Bila kita tertimpa musibah kemudian tidak ikhlas
menerimanya, maka kita telah rugi 2 kali, yang pertama, musibah itu tetap
menimpa kita dan kedua, kita telah berdosa karena menolak ketetapan-Nya. Disini
terdapat beberapa ayat yang menerangkan bahwa kita harus berserah diri kepada
ketetapan Allah “Sekali – kali
tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami.
Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang – orang yang beriman harus
bertawakal.” At-Taubah (9):5, “Tidak ada
sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” At-Taghaabun (64):11, “Siapakah yang dapat melindungi kamu dari (takdir) Allah
jika Dia menghendaki bencana atasmu atau menghendaki rahmat untuk dirimu?” Al-Ahzab (33):17, “Sesungguhnya ketetapan Allah
apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan.” Nuh (71):4.
- Ketidak kekalan adalah salah satu sunnatullah di dunia.
Tidak ada orang yang selamanya sehat, begitu juga tidak ada orang yang susah
terus menerus.
- Allah tidak akan membebani sesorang melebihi
kemampuannya. Hal ini berarti, bila kita merasa tidak kuat menerima
musibah-Nya, maka secara tidak langsung kita telah menuduh Allah itu sebagai
pembohong. Ayat – ayat ini menjelaskan bahwa janji Allah itu nyata: “Kami tidak memikulkan
kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekadar kesanggupannya.” Al-A’raaf (7):42, “Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”Al-baqarah (2):286, “Allah tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya.” Ath-Thalaaq (65):7
- Yakinlah bahwa Allah mempunyai jangka panjang yang lebih
baik.“Boleh jadi kamu membenci
sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” Al-Baqarah (2):216
Musibah yang Allah berikan selalu sesuai degan
kadar kemampuan si penerimanya, artinya si penerima musibah itu pasti mampu
mengatasinya bila ia mengikuti perintah – perintah-Nya. Tetapi bila ia tidak
mau menuruti perintah Allah, boleh jadi ia akan hancur. Hal ini dapat
diilustrasikan sebagai berikut: Bila seseorang siswa SD tidak lulus pada ujian
akhirnya, tentunya hal ini bukan berarti soal ujian itu diluar kemampuannya,
tetapi pasti karena ia kurang rajin belajar. Kecuali bila tidak lulusnya siswa
SD itu karena soal yang diberikan kepadanya adalah soal ujian untuk murid SMA,
barulah dikatakan ujian itu diluar kemampuannya dan guru yang berbuat seperti
itu, jelas bukan guru yang bijaksana sedangkan Allah mustahil berbuat seperti
guru itu, karena Ia adalah Maha Bijaksana.
KESIMPULAN
Kunci agar dapat berserah diri kepada Allah yaitu kita
harus selalu berprasangka baik kepada-Nya. Berusahalah dahulu dengan segenap
kemampuan yang ada, kemudian serahkan segala hasilnya kepada-Nya. Apapun hasil
yang diperoleh dari usaha kita itu, yakinlah bahwa itu merupakan yang terbaik
atau yang paling sesuai dengan kebutuhan kita saat ini, yaitu sejalan dengan
permintaan kita pada setiap shalat. Ingat pula bahwa musibah yang menimpa kita
bukanlah untuk ditangisi, tetapi merupakan isyarat dari-Nya agar kita segera
berbenah diri dan introspeksi diri adakah aturan Allah yang telah kita langgar.
DAFTAR PUSTAKA
Imam Khomeini, Insan
Ilahiah; Menjadi Manusia Sempurna dengan Sifat-sifat Ketuhanan : Puncak
Penyingkapan Hijab-hijab Duniawi, Pustaka
Zahra, Jakarta, 2004
Supriyanto, Tawakkal Bukan Pasrah, Qultum
Media, Jakarta, 2010
Comments
Post a Comment