Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini
A.
Strategi
Pengembangan Keagamaan Pada PAUD
1.
Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT
Diantara cara membimbing anak
menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah.
Pendidikan ini harus diberikan sejak
ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk
Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar
mereka. Selain itu, juga perlu
diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang telah menciptakannya, pemilik keagungan,
pemberi nikmat, dan maha dermawan.
Dengan bentuk seperti ini anak
pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta
seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran
saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk
ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan
dengan proses mengamati.
Menciptakan rasa cinta kepada Allah
juga diikuti oleh mencintai seluruh ciptaannya, termasuk mencintai orang tua,
keluarga, dan tetangga. Strategi penanaman nilai-nilai agama dengan mencintai
Allah dan segala ciptaannya akan menciptakan seorang anak yang penuh cinta
kasih, sehingga perkataan dan perbuatannya menjadi menyenangkan dan tumbuh
menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesamanya.
2.
Menciptakan Rasa Aman
Perasaan aman dan ketenangan adalah
kebutuhan yang mendasar yang selalu
didambakan anak. Saat dia sakit dan menangis dia mengharapkan ibunya bangun dan
berjaga sepanjang malam untuk berada disampinynya, memberikan kehangatan jika
diinginkan (Mursi, 2006: 24). Kebutuhan akan rasa aman tidak hanya dari
lingkungan keluarga saja, tetapi sekolah beserta seluruh aparaturnya dan
lingkungan tempat tinggal juga memberikan pengaruh dalam menciptakan rasa aman
bagi seorang anak.
Strategi pengembangan moral dan
nilai agama tidak bisa mengesampingkan pentingnya rasa aman bagi seorang anak.
Rasa aman ini akan berdampak juga dalam penyerapan nilai-nilai agama dan moral
yang diajarkan oleh orang tua maupaun guru di sekolah. Apabila anak merasa aman
dan nyaman di rumah maupun di sekolah maka anak tersebut akan mudah menerima
pembelajaran ataupun contoh-contoh positif yang diberikan oleh orang tua atau
oleh gurunya.
Rasa aman berdampak pada proses
pembelajaran yang dapat berjalan dengan optimal, sehingga anak dapat berkembang
pesat sesuai masa pertumbuhannya. Misalnya saja dalam hal pengaturan waktu
tidur. Seorang anak membutuhkan tidur dalam keadaan tenang dan waktu lebih
awal. Tidur siang (kira-kira dari pukul 13.00- 16.00). Jangan menghukum dengan
melarang tidur atau mengurangi waktu tidurnya.
Jangan mengganggu tidurnya dengan
alasan apapun, karena hal ini akan berpengaruh pada jantungnya. Jangan
membangunkan anak supaya dia buang air, atau membangunkannya ketika sang ayah
bau datang atau membangunkannya untuk memarahi atau menegurnya. Waktu tidur
yang cukup tidak kurang dari tujuh jam atau lebih dalam sehari semalam (Mursi,
2006: 22).
3.
Mencium dan Membelai Anak
Mencium anak merupakan hal yang
yang mampu memenuhi kebutuhan akan rasa kasih sayang. Rasul SAW bersabda yang
intinya agar memperbanyak mencium anaknya, karena setiap ciuman adalah satu
derajat di surga dan jarak antara derajat satu dengan yang lain adalah lima
ratus tahun. Jika seseorang mencium anaknya, maka Allah akan menuliskan
untuknya satu kebaikan. Jika menggembirakan anaknya, maka pada hari kiamat Allah
akan menggembirakannya. Jika mengajarkan al-Quran maka pada hari kiamat ia akan
diberi pakaian dari cahaya sehingga wajah para penghuni surga menjadi terang
dan bercahaya (Mansur, 2011: 306).
Begitu besar kebaikan yang akan
kita dapatkan jika kita memberikan ciuman pada seorang anak. Tidak hanya ciuman
saja tetapi belaian juga merupakan bentuk kasih sangat yang sangat diperlukan
bagi anak. Kebutuhan akan ciuman dan belaian bagi seorang anak akan menumbuhkan
rasa aman dan nyaman sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang penuh kasih
sayang. Hal ini akan berdampak pada tumbuhkan cinta kasih terhadap teman atau
saudaranya.
4.
Menanamkan Cinta Tanah Air
Strategi dalam pengembangan moral
dan nilai agama untuk anak usia dini salah satunya adalah menanamkan rasa cinta
tanah air sejak dini. Cinta tanah air ini dapat diperkenalkan pada anak melalui
kegiatan upacara. Dalam kegiatan upacara terdapat bendera merah putih yang
harus dihormati. Lagu Garuda Pancasila dan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan
bersama pada saat upacara juga menjadi hal yang menarik bagi anak-anak. Oleh
karena itu membela bangsa dan segala hal yang terkait dengan cinta tanah air
perlu diajarkan pada anak usia dini. Selain melalui upacara bendera di sekolah.
Guru atau orang tua juga dapat memperkenalkan rumah adat atau baju adat dari
berbagai suku di Indonesia. Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku
dan agama tetapi kita tetap satu kesatuan Bangsa Indoneisa.
5.
Meneliti dan Mengamati
Anak memiliki kecenderungan alami
untuk meneliti sehingga dia mendapatkan
pengetahuan, kemudian dia kembangkan berdasarkan pengalaman dirinya. Tidak
adanya pengalaman dalam beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan,
karena adanya dorongan untuk selalu mencoba. Dia ingin medengarkan suara kaca
apabila dijatuhkan ke lantai, maka dia jatuhkan kaca. Memberikan kepuasaan pada
anak untuk mengetahui hal-hal yang ada disekitarnya akan banyak membantunya
dalam perkembangan akalnya dan kecintaan kepada apa yang ada di sekelilingnya
(Mursi, 2006: 23).
Dalam kegiatan meneliti dan
mengamati ini anak dapat dibiarkan untuk melakukan sesuatu sendiri, mengalami
dan merasakan sendiri. Hal ini dilakukan agar anak dapat belajar melalui
pengalamannya sendiri dan belajar dari kesalahannya agar tidak mengulanginya
lagi. Kegiatan meneliti dan mengamati ini menjadi salah satu strategi dalam
menanamkan nilai-nilai agama dan moral. Misalnya saja kegiatan mengamati
tumbuhan atau binatang. Kegiatan pengamatan ini bisa diikuti dengan penjelasan
tentang ciptaan tuhan. Mengenal adanya tuhan dengan proses pengamatan akan
menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi seorang anak. Kegiatan ini juga bisa
dilakukan di luar kelas sehingga anak merasa nyaman dan senang dengan
lingkungan yang terbuka.
Pengamatan dalam upaya untuk
menanamkan nilai-nilai agama dan moral juga dapat dilakukan melalui media
gambar-gambar tempat ibadah dari beberapa agama yang berbeda. Kegiatan ini
dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan bahwa kita harus menghormati orang
lain yang berbeda agama. Selain itu kegiatan ini juga mengenalkan keberagaman
dan penerimaan terhadap perbedaan yang ada.
6.
Menyentuh dan Mengaktikan Potensi Berfikir Anak
Strategi
pengembangan moral dan nilai agama untuk anak usia dini dapat dilakukan dengan
menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir anak melalui cerita atau dongeng.
Anak sangat menyukai dongeng atau cerita yang dibacakan oleh guru, orang tua
atau orang terdekatnya. Dalam hal ini pilihlah cerita-cerita yang berkaitan
dengan cerita kenabian atau orang-orang sholeh. Karena cerita tokoh-tokoh
tersebut pasti terdapat nilai-nilai positif yang bermanfaat untuk anak-anak.
Cerita dapat
membangkitkan kesadaran serta mempengaruhi jalan pikiran, dan dapat
menyumbangkan nilai-nilai positif dalam diri mereka (Rajih, 2008: 186). Cerita
atau dongeng akan meningkatkan daya imaginasi seorang anak. Anak akan
mengembangkan pikirannya ketika sedang dibacakan sebuah cerita.
7. Memberikan
Penghargaan
Anak haruslah merasa bahwa dirinya
merupakan kebanggan orang tua, keluarga,
guru, dan orang lain. Dia harus diperlakukan sebagai seorang yang berharga,
untuk membangkitkan perasaan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkannya
dalam memberikan bantuan yang sederhana kepada orang lain yang ada di
sekelilingnya, dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan sesuai kemampuannya seperti
menyapu, menghilangkan debu, membuang sampah, membawakan sesuatu (Mursi, 2006:
25).
Melibatkan anak dalam beberapa
kegiatan akan menjadi strategi yang cukup efisien dalam pengembangan
nilai-nilai agama dan moral. Anak akan merasa dibutuhkan dan terbiasa membantu
orang lain. Penghargaan juga dapat diberikan kepada anak setelah selesai
melakukan tugasnya. Tetapi yang lebih penting adalah penghargaan terhadap
proses. Sebagai guru atau orang tua dapat memberikan penghargaan dengan
memberikan pujian tentang proses yang sudah mereka jalani. Hindari untuk memuji
hasil tetapi akan lebih baik jika pujian diberikan pada upaya atau proses yang
sudah anak-anak lakukan. Hal ini dilakukan agar anak belajar meghargai proses
dalam rangka mencapai keinginannya.
8.
Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan
kebutuhan seorang anak. Kegiatan jasmani ini bisa dalam bentuk olahraga maupaun
kegiatan permainan yang merangsang pertumbuhan fisik motorik anak. Pertumbuhan
anak menjadi optimal dengan kegiatan olahraga atau permainan. Olahraga sangat
bermanfaat bagi seorang anak, manfaat tersebut diantaranya adalah (1)
mengoptimalkan perkembangan otak sehingga berpengaruh pada kecerdasan anak, (2)
melatih fisik an motoric anak sehingga pertumbuhan anak dapat berkembang dengan
baik, (3) mengenalkan dan melatih kerjasama dengan teman dan guru, (4)
mengenalkan jiwa sportivitas dalam diri seorang anak, (5) kegiatan olahraga
maupun permainan juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, karena dalam kegiatan
ini terdapat kesepakatan yang harus dipenuhi oleh anak-anak agar permainannya
berjalan sesuai yang direncanakan.
Khusus mengenai pendidikan yang
bersifat jasmani, Ibnu Sina berpendapat hendaknya tujuan pendidikan tidak
melupakan pembinaan fisik dan segala sessuatu yang berkaitan dengannya, seperti
olahraga, makan, minum, tidur, dan menjaga kebersihan (Iqbal, 2015: 7). Makan,
minum, dan tidur merupakan kebutuhan bagi seorang anak. Kebutuhan ini dapat
dipenuhi sekaligus dapat menanamkan nilai-niai agama. Misalnya saja ketika
kegiatan makan bersama di rumah maupun di sekolah, guru ataupun orangtua dapat
mengarahkan anak untuk memulainya dengan berdoa.
Selain itu makananan yang kita
makan juga merupakan rezeki dari allah sehingga kita harus selalu bersyukur
terhadap pemberian Allah. Pendidikan jasmani dalam kegiatan makan bersama dapat
juga digunakan untuk mengenalkan jenis-jenis makanan atau jenis-jenis ciptaan
Allah. Jenis-jenis makanan merupakan ciptaan Allah yang harus selalu disyukuri.
Selain itu anak juga belajar secara verbal untuk menyebutkan jenis-jenis
makanan tersebut. Misalnya setelah makan anak diminta menjelaskan apa saja
makanan yang sudah dimakan. Dalam hal ini anak juga belajar bahasa untuk
menjelaskan kegiatan yang sudah dilakukan dalam rangka mensyukuri pemberian
allah.
Adanya pendidikan jasmani
diharapkan seorang anak akan terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya.
Sedangkan dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki
kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari dan sehat jiwanya.
Dengan pendidikan kesenian seorang anak diharapkan pula dapat mempertajam
perasaannya dan meningkat daya khayalnya. Begitu juga tujuan pendidikan
keterampilan, diharapkan bakat dan minat anak dapat berkembang secara optimal
(Iqbal, 2015: 7).
9.
Teladan yang Baik
Strategi dalam penanaman
nilai-nilai agama dan moral adalah dengan memberikan keteladannan yang baik.
Anak membutuhkan role model dalam proses pengamatan atau proses
perkembangannya. Teladan yang baik dapat diperoleh melalui lingkungan keluarga,
sekolah dan lingkungan sekitar temapt tinggalnya. Ibnu Sina berpendapat bahwa
seorang guru diharapkan memiliki kompetensi keilmuan yang bagus, berkepribadian
mulia, dan kharismatik sehingga dihormati dan menjadi idola bagi anak didikya
(Kurniasih, 2010: 125).
Guru menjadi tokoh panutan bagi
seorang anak, sehingga selain memperdalam tentang pendidikan anak, guru juga
diharapkan untuk mengasah kepribadiannya. Kepribadian yang diharapkan tentunya
adalah kepribadian yang sesuai dengan ajaran dan niai-nilai Islam. Salah satu
yang dapat dilakukan seorang guru dalam rangka mengasah kepribadiannya adalah
dengan mengasah hati untuk selalu mendoakan muridnya. Seorang guru diharapkan
selalu mendoakan kesuksesan muridnya. Hal ini menjadi penting agar ada ikatan
batin antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik. Ikatan batin antara
guru dan murid yang sudah baik, diharapkan dapat menghindarkan guru dari
perilaku yang tidak baik atau sikap kekerasan dan marah yang berlebihan. Selain
itu dengan doa dari seorang guru diharapkan anak-anak akan mudah menerima
pelajaran yang diberikan oleh seorang guru.
10.
Pengulangan dalam Proses Pembelajaran
Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000
trilliun koneksi (sambungan antar sel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai
diperkenalkan berbagai hal dengan cara mengulang-ulang. Dari usia 3-11 tahun,
terjadi apa yang disebut proses restrukturisasi atau pembentukan kembali
sambungan-sambungan tersebut. Cara-cara mengulang-ulang dapat dilakukan dengan:
(a) Memperdengarkan bacaan Al-Quran, (b) Bahasa Asing, (c) Memperkenalkan
nama-nama benda dengan cara bermain dan menunjukkan gambar, (d) Memperkenalkan
warna dengan menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal,
warna-warna cerah dan gambar, (e) Membacakan cerita atau dongeng, (f)
Memperkenalkan aroma buah melalui buku (Kurniasih, 2010: 125).
11.
Memenuhi Kebutuhan Bermain
Kebutuhan utama bagi seorang anak
adalah bermain. Proses pembelajaran atau penanaman nilai-nilai agama dan moral
bagi anak dapat dilakukan dengan kegiatan bermain. Bermain akan merangsang
perkembangan otak atau pertumbuhan fisiknya. Permainan tersebut dapat dikemas
menjadi permainan edukatif yang menyenangkan. Bermain merupakan kebutuhan
jasmani atau biologis. Artinya, bermain adalah kebutuhan dasar anak yang harus
dipenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan ini anak akan merasa senang, nyaman dan
selalu dalam kebahagiaan. Selain itu, dengan bermain, jasmani anak akan menjadi
segar dan bugar, sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya (Fadhilah2014: 30).
Nabi mengakui kebutuhan anak-anak
terhadap permainan dan kebutuhannya terhadap hiburan Karena anak-anak memang
perlu mainan untuk mengembangkan akalnya, meluaskan pengetahuannya, serta
menggerakkan indera dan perasaannya. Menyediakan mainan yang berguna bagi anak
merupakan media untuk menghilangkan kejenuhannya, emmbantunya agar berbakti
kepada orang tuanya, menyenangkan hatinya, serta memenuhi kecenderungan dan
kepuasan bermainnya sehingga kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang stabil
(Abdurrahman, 2013: 107).
B. Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada
Anak Usia Dini
Dalam
rangka mencapai keberhasilan pembentukan kepribadian anak agar mampu terwarnai
dengan nilai-nilai agama maka perlu didukung oleh unsur keteladanan dari
orangtua dan guru. Untuk tujuan tersebut dalam pelaksanaannya guru dapat
mengembangkan strategi pembelajaran secara bertahap dan menyusun program
kegiatan seperti program kegiatan rutinitas, program kegiatan terintegrasi dan
program kegiatan khusus.
Kegiatan
rutinitas merupakan kegiatan harian yang dilaksanakan secara terus menerus
namun terprogram dengan pasti. Kegiatan terintegrasi adalah kegiatan
pengembangan materi nilai-nilai agama yang disisipkan melalui pengembangan
bidang kemampuan dasar. Sedangkan kegiatan khusus merupakan program kegiatan
yang pelaksanaannya tidak dimasukkan atau tidak harus dikaitkan dengan
pengembangan bidang kemampuan dasar lainnya, sehingga membutuhkan waktu dan
penanganan khusus.
Dalam
pengembangan nilai-nilai agama, desain perencanaan menjadi sesuatu yang sangat
esensial. Perencanaan dapat diartikan sebagai sesuatu aktivitas pemikiran,
perkiraan penyusunan suatu rancangan kegiatan yang menggambarkan hal-hal yang
harus dikerjakan, dan cara mengerjakannya untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Perencanaan dapat dimasukkan melalui pembuatan SKH (satuan kegiatan
harian) dan SKM (satuan kegiatan mingguan) dengan pendekatan terpadu, mengikuti
sajian materi yang akan disampaikan dengan menetapkan pola kurikulum spiral.
SKM merupakan langkah pertama dalam membuat rencana pembelajaran di PAUD. Untuk
perencanaan harian guru diharapkan membuat SKH yang merupakan penjabaran dari
SKM. Satuan kegiatan harian harus mengandung unsur kegiatan, waktu, kemampuan,
media, metode dan penilaian. Perencanaan kegiatan harian terdiri dari kegiatan
pembukaan, kegiatan inti, kegiatan makan dan istirahat, dan kegiatan penutup.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Jamal, 2013. Pendidikan Anak Metode Nabi, terj. Agus Suwandi, Solo: Aqwam.
Iqbal, Abu Muhammad, 2015. Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniasih, Imas, 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta: Pustaka Marwa.
M. Fadlillah,
dkk, 2014. Edutainment Pendidikan Anak
Usia Dini, Menciptakan Pembelajaran
Menarik, Kreatif, dan Menyenangkan, Jakarta: Kencana Pranadamedia Group.
Mansur, 2011. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, cet.ke IV, Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Mursyid, 2010. Manajmen lembaga pendidikan anak usia dini, Semarang: Akfi media.
Mursi, Syaikh Muhammad Said, 2006. Seni Mendidik Anak, terj. Gazira Abdi Ummah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Rajih,
Hamdan,2008. Cerdas Akal Cerdas Hati, Yogyakarta: Diva Press.
Comments
Post a Comment