Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

PANCASILA MENJADI DASAR PENGEMBANGAN ILMU



PANCASILA MENJADI DASAR PENGEMBANGAN ILMU

1.1.       Latar Belakang
Pada zaman modern seperti sekarang ini dimana ilmu pengetahuan dan globaliasi berkembang sangat pesat, nilai-nilai Pancasila mulai tergeser. Banyak masyarakat Indonesia yang mulai meninggalkan nilai-nilai pencasila dan tidak lagi menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Padahal jika ditilik dari sejarah bangsa Indonesia, Pancasila merupakan wujud dari kerja keras dan pengorbanan para pendiri bangsa yang sangat diperhitungkan dengan matang.
Masyarakat sekarang beranggapan bahwa Pancasila sangat kaku dan normatif sehingga tidak sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta tidak dapat mengikuti arus globalisasi. Padahal hal ini merupakan sebuah kekeliriuan yang sangat disayangkan. Anggapan ini timbul karena mereka tidak memahami Pancasila sepenuhnya bahwa pada hakikatnya Pancasila bersifat terbuka. Pancasila bersifat terbuka dan fleksibel yang artinya dapat mengikuti perkembangan zaman. Justru nilai-nilai Pancasila inilah yang perlu dipegang teguh oleh masyarakat Indonesia agar tidak terkena dampat buruk perkembangan zaman sehingga Indonesia akan tetap kokoh berdiri.
Seperti yang kita tahu bahwa Pancasila merupakan dasar negara. Berkaitan dengan perkembangan ilmu, Pancasila juga memiliki peran menjadi dasar pengembangan ilmu. Maka, anggapan bahwa Pancasila tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu dapat dibantah. Dari hal inilah perlu dibenahi bahwa tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan Pancasila demi keutuhan negara Indonesia. Oleh karena itu, makalah ini akan dibahas mengenai “Pancasila Menjadi Dasar Pengembangan Ilmu”.

2.1.       Konsep Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Melalui teori relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah berubah dari paradigma lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu membangun teori absolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis, sistematis, logis dan empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari alternatif-alternatif pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen, baik mengenai aspek ontologis, epistemologis, maupun ontologis. Karena setiap pengembangan ilmu paling tidak validitas (validity) dan reliabilitas (reliability) dapat dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan (context of justification) maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu ditemukan/dikembangkan (context of discovery).
 Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar pilarnya, yaitu pilar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.

1.      Pilar Ontologi (ontology)

Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi). Ada dua aspek dalam hal ini yaitu :

a)         Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme, dualisme, pluralisme)
b)        Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu (mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme).

Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi, dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan multidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar ilmu. Misal masalah krisis moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, maka perlu bantuan ilmu lain seperti politik, sosiologi.


2.       Pilar epistemologi (epistemology)

Selalu menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur, strategi. Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita :

a)         sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu
b)        memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu
c)         mengembangkan ketrampilan proses
d)        mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3.       Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang profesional dan ilmuwan (Iriyanto Widisuseno, 2009). Landasan pengembangan ilmu secara imperative mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integratif dan prerequisite.

2.2.       Landasan Pengembangan Ilmu

2.2.1.      Prinsip-prinsip Berpikir Ilmiah

Prinsip-prinsip berpikir ilmiah dapat dikategorikan menjadi beberapa hal, yaitu :
a.)      Objektif
Hal ini berarti cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif (missal : perasaan, keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita).
b.)      Rasional
Berpikir rasional yaitu berpikir menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.
c.)      Logis
Berfikir dengan menggunakan azas logika/runtut/konsisten, implikatif. Tidak mengandung unsur pemikiran yang kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu rasional, begitu sebaliknya yang rasional pasti logis.

d.)     Metodologis
Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap berfikir dan bertindak (misal: induktif, dekutif, sintesis, hermeneutik, intuitif).
e.)      Sistematis
Setiap cara berfikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas yang jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.

2.2.2.      Masalah Nilai dalam IPTEK

a.)      Keserbamajemukan Ilmu Pengetahuan dan Persoalannya

Satu kesulitan terbesar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah keserbamajemukan ilmu itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi satu, kita tidak bisa mengatakan inilah satu-satunya ilmu pengetahuan yang dapat mengatasi problem manusia dewasa ini. Berbeda dengan ilmu pengetahuan masa lalu lebih menunjukkan keekaannya daripada kebhinekaannya. Seperti pada awal perkembangan ilmu pengetahuan berada dalam kesatuan filsafat.
Secara metodis dan sistematis manusia mencari azas-azas sebagai dasar untuk memahami hubungan antara gejala-gejala yang satu dengan yang lain sehingga bisa ditentukan adanya keanekaan berkembang di dalam kebhinekaannya. Namun dalam perkembangannya ilmu pengetahuan berkembang kea rah keserbamajemukan ilmu.

b.)     Dimensi moral dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan

Teknologi pada perilaku manusia muncul dalam fenomena penerapan control tingkah laku (behavior control). Behavior control merupakan kemampuan untuk mengatur orang melaksanakan tindakan seperti yang dikehendaki oleh si pengatur (the ability to get some one to do one’s bidding). Pengembangan teknologi yang mengatur perilaku manusia ini mengakibatkan munculnya masalah masalah etis.

c.)      Beberapa pokok nilai yang perlu diperhatikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

Ada empat hal pokok agar ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan secara konkrit, unsur-unsur mana yang tidak boleh dilanggar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat agar masyarakat itu tetap manusiawi.

a.)       Rumusan hak asasi merupakan sarana hokum untuk menjamin penghormatan terhadap manusia.
b.)      Keadilan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi sebagai hal yang mutlak.
c.)  Soal lingkungan hidup. Tidak ada seorang pun berhak menguras/mengeksploitasi sumber-sumber alam dan manusiawi tanpa memperhatikan akibat-akibat pada seluruh masyarakat.
d.)      Nilai manusia sebagai pribadi.

2.3.       Peran Pancasila dalam Pengembangan Ilmu

Pengembangan ilmu dan teknologi selalu berhubungan dengan kehidupan manusia, dalam artian hasil dari pengembangan ilmu dan teknologi selalu berujung pada kemanfaatannya dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pengembangan ilmu dan teknologi perlu mempertimbangan strategi yang tepat, baik dan benar agar pengembangan ilmu dan teknologi memberi manfaat mensejahterakan dan memartabatkan manusia.
Dalam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Pengertian dasar nilai ini menggambarkan Pancasila sebagai suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu. Maka dari itu, Pancasila tidak lepas dari sistem pendidikan dan pengembangan ilmu di Indonesia karena Pancasila dijadikan dasar dan arah pengembangan ilmu untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam mensejahterakan segenap warga negara.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai Pancasila. Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran bahwa fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanya akan menjebak manusia dalam masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis, religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang berbudaya.
Peran Pancasila dalam pengembangan ilmu dapat ditinjau dari masing-masing nilai-nilai Pancasila sebagai berikut :

1.        Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Melengkapi ilmu pengetahuan dengan menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional, antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya dan bukan pusatnya. Dalam hal ini memberi batasan bahwa bukan manusia yang menguasai atau mengontrol alam.
2.        Sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Memberi arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok atau lapisan tertentu. Pancasila sebagai kontrol agar tidak ada diskriminasi dalam pengembangan ilmu. Selain itu, Pancasila jug sebagai penjamin agar tidak ada kediktatoran dalam pengembangan maupun dalam pemanfaatan ilmu.

3.        Sila Persatuan Indonesia
Mengkomplementasikan universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu integrasi.
Dalam bahasa sederhananya, Pancasila menjamin pengembangan ilmu untuk memenuhi kebutuhan individu dan merangkulnya agar tidak mengancam integritas dan keutuhan bangsa Indonesia.

4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Mengimbangi otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa. Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai penerapan massal.

5.        Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Pancasila berperan agar pengembangan ilmu dapat mencipatakan pemerataan dan keadilan sosial.

Peran Pancasila secara umum sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebagai berikut :

1.        Pengembangan iptek diarahkan untuk mencapai kebahagian lahir batin, memenuhi kebutuhan material dan spiritual.
2.        Pengembangan iptek mempertimbangkan aspek estetik dan moral.
3.        Pengembangan iptek pada hakekatnya tidak boleh bebas nilai tetapi terikat pada nilai-nilai yang berlaku di masyarakat
4.        Pembangunan iptek mempertimbangkan akal, rasa dan kehendak
5.        Pembangunan iptek bukan untuk kesombongan melainkan untuk peningkatan kualitas manusia, peningkatan harkat dan martabat manusia.

2.4.       Sumber Historis, Sosiogis, Politis Tentang Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu di Indonesia

2.4.1.      Sumber Historis
Secara historis, butir-butir dalam pancasila merupakan hasil dari persidangan BPUPKI pertama yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Sidang ini dilaksanakan pada tanggal 28 mei 1945 - 1 juni 1945. Ketiga tokoh nasional yakni dr. Soepomo, moh. Yamin, dan Ir. Soekarno mengutarakan pemikirannya mengenai dasar negara yang masing-masing mengeluarkan lima buah gagasan. Soekarno sendiri menamai kelima gagasan miliknya sebagai Pancasila pada tanggal 1 juni yang akhirnya diperingati sebagai hari lahirnya pancasila. Pancasila sendiri ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 agustus 1945 pada sidang PPKI pertama.
Sebagai dasar negara pancasila merupakan landasan dan pandangan hidup dari seluruh elemen kehidupan bangsa indonesia. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu menjiwai isi dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." 
Dalam rangka mencerdaskan bangsa, maka hal ini memungkinkan akan ada banyak ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang masuk ke Indonesia. Peran pancasila disini ialah sebagai kerangka acuan mengenai tentang bagaimana ilmu-ilmu itu dapat berkembang akan tetapi tetap sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam pancasila.
Ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut diharapkan dapat berkembang di Indonesia guna mencerdaskan bangsa sesuai dengan apa yang terkandung dalam pancasila yakni ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
2.4.2.      Sumber Sosiologis

Sosiologi adalah ilmu tentang interaksi antar manusia. Sosiologi mengkaji tentang latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok masyarakat, disamping juga mengkaji masalah-masalah sosial, perubahan dan pembaharuan dalam masyarakat.
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan jika dilihat dari sudut pandang sosiologi berarti ilmu pengetahuan itu digunakan untuk mengkaji struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan standar nilai-nilai yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Dalam hal ini kehidupan sosiologis bangsa indonesia sangat berkaitan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Bangsa indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius serta selalu ramah terhadap semua orang. Maka cukuplah semua nilai-nilai itu menjadi rambu-rambu jika pengembangan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan keadaan sosiologis bangsa indonesia serta haruslah memegang teguh nilai-nilai pancasila.
Secara sosiologis, nilai-nilai pancasila timbul dari hasil interaksi antar masyarakat indonesia. Nilai-nilai tersebut kemudian hadir sebagai buah dari pemikiran, penelitian kritis dan hasil refleksi bangsa Indonesia. Nilai-nilai bangsa Indonesia merupakan kebenaran bagi bangsa Indonesia yang tampil sebagai norma dan moral kehidupan bangsa Indonesia yang juga sebagai pelaksanaan sistem nilai budaya bangsa Indonesia.

2.4.3.      Sumber Politis

Sumber politis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang meletakkan Pancasila sebagai dasar nilai  pengembangan atau orientasi ilmu, antara lain dapat dilihat dari pidato Soekarno ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa di UGM pada 19 September 1951, mengungkapkan hal sebagai berikut: “Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau praktiknya bangsa, atau  praktiknya hidup dunia kemanusiaan. Memang sejak muda, saya ingin mengabdi kepada praktik hidup manusia, bangsa, dan dunia kemanusiaan itu.  Itulah sebabnya saya selalu mencoba menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pengetahuan dengan perbuatan sehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan.
Ilmu dan amal harus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu berdwitunggal dengan amal. Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu kepada derajat mahasiswa patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk kemudian beramal terus menerus di wajah ibu pertiwi” (Ketut, 2011).


Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada zaman Orde Lama belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh Soekarno dikaitkan langsung dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu dan amal. Selanjutnya, pidato Soekarno pada Akademi Pembangunan Nasional di Yogyakarta, 18 Maret 1962, mengatakan hal sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi kataku tadi, lebih daripada itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatu hal lain,  satu dasar. Dan yang dimaksud dengan perkataan dasar, yaitu karakter. 
Karakter adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tetap adalah suatu syarat mutlak. Tanpa karakter yang gilang gemilang, orang tidak dapat membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu pembangunan nasional itu sebenranya adalah suatu hal yang berlangit sangat tinggi, dan berakar amat dalam sekali.  Berakar amat dalam sekali, oleh karena akarnya itu harus sampai kepada inti-inti daripada segenap cita-cita dan perasaan-perasaan dan gandrungan-gandrungan rakyat”(Soekarno,1962).
Pada zaman Orde Baru, Presiden Soeharto menyinggung masalah Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu ketika memberikan sambutan pada Kongres Pengetahuan Nasional IV, 18 September 1986 di Jakarta sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan kepada manusia dan kemanusiaan, harus dapat memberi jalan bagi peningkatan martabat manusia dan kemanusiaan.
Dalam ruang lingkup nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi yang ingin kita kuasai dan perlu kita kembangkan haruslah ilmu  pengetahuan dan teknologi yang bisa memberi dukungan kepada kemajuan  pembangunan nasional kita. Betapapun besarnya kemampuan ilmiah dan teknologi kita dan betapapun suatu karya ilmiah kita mendapat tempat terhormat pada tingkat dunia, tetapi apabila kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat membantu memecahkan masalah-masalah pembangunan kita, maka jelas hal itu merupakan kepincangan, bahkan suatu kekurangan dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi” (Soeharto, 1986: 4).
Pada era Reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan pada acara silaturrahim dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan masyarakat ilmiah, 20 Januari 2010 di Serpong. SBY menegaskan sebagai berikut: Setiap negara mempunyai sistem inovasi nasional dengan corak yang berbeda dan khas, yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Saya berpendapat, di Indonesia, kita juga harus mengembangkan sistem inovasi nasional, yang didasarkan pada suatu kemitraan antara pemerintah, komunitas ilmuwan dan swasta, dan dengan berkolaborasi dengan dunia internasional.



Oleh karena itu, berkaitan dengan pandangan ini dalam waktu dekat saya akan membentuk komite inovasi nasional, yang langsung bertanggungjawab kepada  presiden, untuk ikut memastikan bahwa sistem inovasi nasional dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Semua ini penting kalau kita sungguh ingin Indonesia menjadi knowledge society. Strategi yang kita tempuh untuk menjadi negara maju, developed country, adalah dengan memadukan  pendekatan sumber daya alam, iptek, dan budaya atau knowledge based, Resource based and culture based development” (Yudhoyono, 2010).
Habibie dalam pidato 1 Juni 2011 menegaskan bahwa penjabaran Pancasila sebagai dasar nilai dalam berbagai kebijakan penyelenggaraan negara merupakan suatu upaya untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan (Habibie, 2011: 6). Berdasarkan pemaparan isi pidato para penyelenggara negara tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa sumber politis dari Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek lebih bersifat apologis karena hanya memberikan dorongan kepada kaum intelektual untuk menjabarkan nilai-nilai Pancasila lebih lanjut.


2.5.       Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu

Pentingnya/Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan ilmu tertuah dalam hal-hal berikut ini:
1.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya di Indonesia belum melibatkan seluruh masyrakat luas Indonesia namun hanya berkutat dan menyejaterahkan bagi kelompok elite saja yang mampu dan mengembangkan ilmu tersebut (scientist oriented).
2.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Indonesia berorientasi pada apa yang menjadi kebutuhan pasar saja sehingga kebanyakan program studi yang ada dan berkembang di Indonesia ialah program studi yang diminati dan yang terserap oleh pasar, sebaliknya dengan program studi yang belum berkembang maka akan tertutupi dan tidak mendapat posisi di pasar yang pada kenyatannya segala macam program studi akan membangun bangsa sebagai penunjang Ilmu Pengetahuan bagi seluruh masyarakat luas.
3.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa kini tidak berdasar dan berlandaskan berdasar pada nilai-nilai yang berkembang di Indonesia itu sendiri namun lebih berioentasi pada nilai-nilai pada Barat dan politik global pun ikut mengancam nilai-nilai kehidupan yang menjadi nilai bangsa Indonesia seperti gotong royong, rasa solidaritas dan keadilan.



4.      Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan kemajuan Teknologi seiring berjalannya waktu menimbulkan perubahan baik dalam cara pandang masyarakat maupun cara berperilaku masyarakat mengenai kehidupan bermasyarakat.
5.      Penjabaran pada sila-sila Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang sangat berpengaruh bagi cara berpikir dan bertindak pada masyarakat luas di Indonesia yang cenderung Pragmatis, yaitu penggunaan benda/barang teknologi dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia dewasa ini yang menggantikan peran dari nilai luhur, yang diyakini dapat menciptakan pribadi masyarakat Indonesia memiliki sifat sosial, humanis, dan religius.
6.      Nilai-nilai Pancasila sebagai nilai-nilai perjuangan, adat istiadat, budaya dan agama yang telah berakar di tengah kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia inilah yang mengkristal menjadi lima sila yang saling menjiwai sehingga diharapkan menjadi nilai-nilai kehidupan dari berbagai daerah di Indonesia yang mulai digantikan dengan gaya hidup global, seperti : budaya gotong royong itu sendiri sudah mulai digantikan dengan sikap individualisme yang tinggi pada diri masing-masing, sikap bersahaja yang mulai digantikan dengan gaya hidup yang bermewah-mewahan atau sikap konsumtif yang merajalela, sikap solidaritas sudah terkikis dan semangat individualisme semangkin memuncaki, dan musyawarah untuk mufakat mulai digantikan dengan adanya sistem voting, dan lain sebagainya perilaku yang mulai terkikis dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.


2.6.            Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pancasila sebagai pengembangan ilmu belum dibicarakan secara eksplisitoleh para penyelenggara negara sejak Orde Lama sampai era Reformasi. Para penyelenggara negara pada umumnya hanya menyinggung masalah pentingnya keterkaitan antara pengembangan ilmu dan dimensi kemanusiaan (humanism). Kajian tentang pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu baru mendapat perhatian yang lebih khusus dan eksplisit oleh kaum intelektual di beberapaperguruan tinggi masih sangat minim adanya dan pada kurun waktu akhir-akhir ini, belum ada lagi suatu upaya untuk mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kaitan dengan pengembangan ilmu dan iptek di Indonesia.



Ada beberapa bentuk tantangan terhadap pancasila sebagai dasar pengembangan iptek di Indonesia:
1.  Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Akibatnya, ruang bagi penerapan nilai-nilai pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu menjadi terbatas. Upaya bagi pengembangan sitem ekonomi pancasila yang pernah dirintis Prof. Mubyarto pada 1980an belum menemukan wujud nyata yang dapat diandalkan untuk menangkal dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada pemilik modal besar.
2. Globalisasi yang menyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesia dalam pengembangan iptek sehingga Indonesia lebih berkedudukan sebagai konsumen daripada produsen dibandingkan dengan negaranegara lain.
3.  Konsumerisme menyebabkan negara Indonesia menjadi pasar bagi produk teknologi negara lain yang lebih maju ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan ilmu baru pada taraf wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara.
4.   Pragmatisme yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu; workability (keberhasilan), satisfaction (kepuasan), dan result (hasil) (Titus, dkk., 1984) mewarnani perilaku kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.


PENUTUP

Pancasila merupakan dasar negara Indonesia dan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai adat istiadat, budaya dan agama yang telah berakar di tengah kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pancasila berperan penting dalam pengembangan ilmu di Indonesia yang tak terbantahkan karenanya  setiap pengembangan ilmu paling tidak mempunyai validitas dan reliabilitas dapat dipertanggungjawabkan, baik berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu ditemukan/dikembangkan sehingga pengembangan ilmu di Indonesia tak bisa lepas dari Pancasila.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa kini menjadi krusial karena tidak berdasar dan berlandaskan pada nilai-nilai yang berkembang di Indonesia dan itulah yang menjadi acaman terbesar bagi keutuhan negara Indonesia sehingga nilai Pancasila ini juga yang menggambarkan Pancasila sebagai sumber orientasi dan arah dari pengembangan ilmu di Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam mensejahterakan segenap warga negara.



DAFTAR PUSTAKA

Gesmi, Irwan. 2018. Pendidikan Pancasila. Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.
Kaelan. 2000. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Munaf, Dicky R. 2015. Memahami dan Memaknai Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Nurdiaman, Aa. 2007. Pendidikan kewarganegaraan kecakapan berbangsa dan bernegara. Bandung : Pribumi Mekar.
Suwarno. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.
Novia. 2018. Pancasila Sebagai Nilai Pengembangan Ilmu (on-line).               https://noviasd.wordpress.com/2018/07/06/pancasila-sebagai-nilai-pengembangan-ilmu/, diakes 15 Desember 2018.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam