1.1. Latar
Belakang
Pada
zaman modern seperti sekarang ini dimana ilmu pengetahuan dan globaliasi
berkembang sangat pesat, nilai-nilai Pancasila mulai tergeser. Banyak
masyarakat Indonesia yang mulai meninggalkan nilai-nilai pencasila dan tidak
lagi menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Padahal jika
ditilik dari sejarah bangsa Indonesia, Pancasila merupakan wujud dari kerja
keras dan pengorbanan para pendiri bangsa yang sangat diperhitungkan dengan
matang.
Masyarakat
sekarang beranggapan bahwa Pancasila sangat kaku dan normatif sehingga tidak
sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta tidak dapat mengikuti arus
globalisasi. Padahal hal ini merupakan sebuah kekeliriuan yang sangat
disayangkan. Anggapan ini timbul karena mereka tidak memahami Pancasila
sepenuhnya bahwa pada hakikatnya Pancasila bersifat terbuka. Pancasila bersifat
terbuka dan fleksibel yang artinya dapat mengikuti perkembangan zaman. Justru
nilai-nilai Pancasila inilah yang perlu dipegang teguh oleh masyarakat
Indonesia agar tidak terkena dampat buruk perkembangan zaman sehingga Indonesia
akan tetap kokoh berdiri.
Seperti
yang kita tahu bahwa Pancasila merupakan dasar negara. Berkaitan dengan
perkembangan ilmu, Pancasila juga memiliki peran menjadi dasar pengembangan
ilmu. Maka, anggapan bahwa Pancasila tidak dapat mengikuti perkembangan ilmu
dapat dibantah. Dari hal inilah perlu dibenahi bahwa tidak ada alasan lagi
untuk meninggalkan Pancasila demi keutuhan negara Indonesia. Oleh karena itu,
makalah ini akan dibahas mengenai “Pancasila Menjadi Dasar Pengembangan Ilmu”.
2.1. Konsep
Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Melalui teori
relativitas Einstein paradigma kebenaran ilmu sekarang sudah berubah dari
paradigma lama yang dibangun oleh fisika Newton yang ingin selalu membangun
teori absolut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu
entitas yang abadi, bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu
didasarkan pada kerangka objektif, rasional, metodologis, sistematis, logis dan
empiris. Dalam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme
keterbukaan terhadap koreksi. Itulah sebabnya ilmuwan dituntut mencari
alternatif-alternatif pengembangannya melalui kajian, penelitian eksperimen,
baik mengenai aspek ontologis, epistemologis, maupun ontologis. Karena
setiap pengembangan ilmu paling tidak validitas (validity) dan
reliabilitas (reliability) dapat dipertanggungjawabkan, baik
berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan (context of justification) maupun
berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu ditemukan/dikembangkan (context
of discovery).
Kekuatan
bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar pilarnya, yaitu pilar ontologi,
epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar
filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat
integratif serta prerequisite/saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu
selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. Pilar Ontologi (ontology)
Selalu menyangkut problematika tentang
keberadaan (eksistensi). Ada dua aspek dalam hal ini yaitu :
a)
Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu
tunggal, dual atau plural (monisme, dualisme, pluralisme)
b)
Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana
batasan, sifat, mutu dari sesuatu (mekanisme, teleologisme, vitalisme dan
organisme).
Pengalaman ontologis dapat memberikan
landasan bagi penyusunan asumsi, dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya
komunikasi interdisipliner dan multidisipliner. Membantu pemetaan masalah,
kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar ilmu. Misal masalah
krisis moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh ilmu ekonomi saja. Ontologi menyadarkan
bahwa ada kenyataan lain yang tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, maka
perlu bantuan ilmu lain seperti politik, sosiologi.
2. Pilar epistemologi (epistemology)
Selalu menyangkut problematika tentang
sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria
kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur, strategi.
Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita :
a)
sarana legitimasi bagi ilmu/menentukan
keabsahan disiplin ilmu tertentu
b)
memberi kerangka acuan metodologis
pengembangan ilmu
c)
mengembangkan ketrampilan proses
d)
mengembangkan daya kreatif dan inovatif.
3. Pilar aksiologi (axiology)
Selalu berkaitan dengan problematika
pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam setiap penemuan, penerapan
atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat memberikan dasar dan arah
pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang profesional dan ilmuwan
(Iriyanto Widisuseno, 2009). Landasan pengembangan ilmu secara imperative mengacu ketiga pilar
filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integratif dan prerequisite.
2.2.
Landasan Pengembangan Ilmu
2.2.1.
Prinsip-prinsip Berpikir Ilmiah
Prinsip-prinsip berpikir ilmiah dapat dikategorikan
menjadi beberapa hal, yaitu :
a.) Objektif
Hal ini berarti cara memandang
masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif (missal : perasaan,
keinginan, emosi, sistem keyakinan, otorita).
b.) Rasional
Berpikir rasional yaitu
berpikir menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang
lain. Mencoba melepaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.
c.) Logis
Berfikir dengan menggunakan
azas logika/runtut/konsisten, implikatif. Tidak mengandung unsur pemikiran yang
kontradiktif. Setiap pemikiran logis selalu rasional, begitu sebaliknya yang
rasional pasti logis.
d.) Metodologis
Selalu menggunakan cara dan
metode keilmuan yang khas dalam setiap berfikir dan bertindak (misal: induktif,
dekutif, sintesis, hermeneutik, intuitif).
e.) Sistematis
Setiap cara berfikir dan
bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas yang jelas dan saling terkait
satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.
2.2.2.
Masalah Nilai dalam IPTEK
a.)
Keserbamajemukan
Ilmu Pengetahuan dan Persoalannya
Satu
kesulitan terbesar yang dihadapi manusia dewasa ini adalah keserbamajemukan
ilmu itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi satu, kita tidak bisa mengatakan
inilah satu-satunya ilmu pengetahuan yang dapat mengatasi problem manusia dewasa ini. Berbeda dengan ilmu pengetahuan masa lalu lebih menunjukkan
keekaannya daripada kebhinekaannya. Seperti pada awal perkembangan ilmu
pengetahuan berada dalam kesatuan filsafat.
Secara metodis dan
sistematis manusia mencari azas-azas sebagai dasar untuk memahami hubungan
antara gejala-gejala yang satu dengan yang lain sehingga bisa ditentukan adanya
keanekaan berkembang di dalam kebhinekaannya. Namun dalam perkembangannya ilmu
pengetahuan berkembang kea rah keserbamajemukan ilmu.
b.)
Dimensi moral dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan
Teknologi
pada perilaku manusia muncul dalam fenomena penerapan control tingkah laku (behavior
control).
Behavior control merupakan kemampuan untuk mengatur orang melaksanakan tindakan
seperti yang dikehendaki oleh si pengatur (the
ability to get some one to do one’s bidding). Pengembangan teknologi yang
mengatur perilaku manusia ini mengakibatkan munculnya masalah masalah etis.
c.)
Beberapa pokok nilai yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Ada
empat hal pokok agar ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan secara
konkrit, unsur-unsur mana yang tidak boleh dilanggar dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat agar masyarakat itu tetap manusiawi.
a.)
Rumusan
hak asasi merupakan sarana hokum untuk menjamin penghormatan terhadap manusia.
b.)
Keadilan
dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi sebagai hal yang mutlak.
c.) Soal
lingkungan hidup. Tidak ada seorang pun berhak menguras/mengeksploitasi
sumber-sumber alam dan manusiawi tanpa memperhatikan akibat-akibat pada seluruh
masyarakat.
d.)
Nilai
manusia sebagai pribadi.
2.3.
Peran Pancasila dalam Pengembangan
Ilmu
Pengembangan
ilmu dan teknologi selalu berhubungan dengan kehidupan manusia, dalam artian
hasil dari pengembangan ilmu dan teknologi selalu berujung pada kemanfaatannya
dalam kehidupan manusia. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam pengembangan ilmu
dan teknologi perlu mempertimbangan strategi yang tepat, baik dan benar agar pengembangan
ilmu dan teknologi memberi manfaat mensejahterakan dan memartabatkan manusia.
Dalam
mempertimbangkan sebuah strategi secara imperatif kita meletakkan Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.
Pengertian dasar nilai ini menggambarkan Pancasila sebagai suatu sumber
orientasi dan arah pengembangan ilmu. Maka dari itu, Pancasila tidak lepas dari
sistem pendidikan dan pengembangan ilmu di Indonesia karena Pancasila dijadikan
dasar dan arah pengembangan ilmu untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam
mensejahterakan segenap warga negara.
Pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi harus senantiasa berorientasi pada nilai-nilai
Pancasila. Pancasila dituntut terbuka dari kritik, bahkan ia merupakan kesatuan
dari perkembangan ilmu yang menjadi tuntutan peradaban manusia. Peran Pancasila
sebagai paradigma pengembangan ilmu harus sampai pada penyadaran bahwa
fanatisme kaidah kenetralan keilmuan atau kemandirian ilmu hanya akan menjebak
manusia dalam masalah-masalah yang tidak dapat diatasi dengan semata-mata
berpegang pada kaidah ilmu sendiri, khususnya mencakup pertimbangan etis,
religius, dan nilai budaya yang bersifat mutlak bagi kehidupan manusia yang
berbudaya.
Peran
Pancasila dalam pengembangan ilmu dapat ditinjau dari masing-masing nilai-nilai
Pancasila sebagai berikut :
1.
Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa
Melengkapi
ilmu pengetahuan dengan menciptakan perimbangan antara yang rasional dan irasional,
antara rasa dan akal. Sila ini menempatkan manusia dalam alam sebagai bagiannya
dan bukan pusatnya. Dalam hal ini memberi batasan bahwa bukan manusia yang
menguasai atau mengontrol alam.
2.
Sila
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Memberi
arah dan mengendalikan ilmu pengetahuan. Ilmu dikembalikan pada fungsinya
semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya untuk kelompok atau lapisan
tertentu. Pancasila sebagai kontrol agar tidak ada diskriminasi dalam
pengembangan ilmu. Selain itu, Pancasila jug sebagai penjamin agar tidak ada
kediktatoran dalam pengembangan maupun dalam pemanfaatan ilmu.
3.
Sila
Persatuan Indonesia
Mengkomplementasikan
universalisme dalam sila-sila yang lain, sehingga supra sistem tidak
mengabaikan sistem dan sub-sistem. Solidaritas dalam sub-sistem sangat penting
untuk kelangsungan keseluruhan individualitas, tetapi tidak mengganggu
integrasi.
Dalam
bahasa sederhananya, Pancasila menjamin pengembangan ilmu untuk memenuhi
kebutuhan individu dan merangkulnya agar tidak mengancam integritas dan
keutuhan bangsa Indonesia.
4. Sila
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Mengimbangi
otodinamika ilmu pengetahuan dan teknologi berevolusi sendiri dengan leluasa.
Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat
dimusyawarahkan secara perwakilan, sejak dari kebijakan, penelitian sampai
penerapan massal.
5.
Sila
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Keadilan
sosial juga menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat,
karena kepentingan individu tidak boleh terinjak oleh kepentingan semu. Pancasila
berperan agar pengembangan ilmu dapat mencipatakan pemerataan dan keadilan
sosial.
Peran
Pancasila secara umum sebagai dasar pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah sebagai berikut :
1.
Pengembangan
iptek diarahkan untuk mencapai kebahagian lahir batin, memenuhi kebutuhan
material dan spiritual.
2.
Pengembangan
iptek mempertimbangkan aspek estetik dan moral.
3.
Pengembangan
iptek pada hakekatnya tidak boleh bebas nilai tetapi terikat pada nilai-nilai
yang berlaku di masyarakat
4.
Pembangunan
iptek mempertimbangkan akal, rasa dan kehendak
5.
Pembangunan
iptek bukan untuk kesombongan melainkan untuk peningkatan kualitas manusia,
peningkatan harkat dan martabat manusia.
2.4.
Sumber Historis, Sosiogis, Politis
Tentang Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu di Indonesia
2.4.1.
Sumber Historis
Secara
historis, butir-butir dalam pancasila merupakan hasil dari persidangan BPUPKI
pertama yang diketuai oleh Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Sidang ini dilaksanakan
pada tanggal 28 mei 1945 - 1 juni 1945. Ketiga tokoh nasional yakni dr.
Soepomo, moh. Yamin, dan Ir. Soekarno mengutarakan pemikirannya mengenai dasar
negara yang masing-masing mengeluarkan lima buah gagasan. Soekarno sendiri
menamai kelima gagasan miliknya sebagai Pancasila pada tanggal 1 juni yang
akhirnya diperingati sebagai hari lahirnya pancasila. Pancasila sendiri
ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 agustus 1945 pada sidang PPKI
pertama.
Sebagai
dasar negara pancasila merupakan landasan dan pandangan hidup dari seluruh
elemen kehidupan bangsa indonesia. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan
ilmu menjiwai isi dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk
dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
Dalam rangka mencerdaskan bangsa, maka hal ini memungkinkan akan
ada banyak ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi yang masuk ke Indonesia. Peran pancasila
disini ialah sebagai kerangka acuan mengenai tentang bagaimana ilmu-ilmu itu
dapat berkembang akan tetapi tetap sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam
pancasila.
Ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut diharapkan dapat
berkembang di Indonesia guna mencerdaskan bangsa sesuai dengan apa yang
terkandung dalam pancasila yakni ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat
membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
2.4.2.
Sumber Sosiologis
Sosiologi
adalah ilmu tentang interaksi antar manusia. Sosiologi mengkaji tentang latar
belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok
masyarakat, disamping juga mengkaji masalah-masalah sosial, perubahan dan
pembaharuan dalam masyarakat.
Pancasila
sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan jika dilihat dari sudut
pandang sosiologi berarti ilmu pengetahuan itu digunakan untuk mengkaji
struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan
masalah-masalah sosial yang patut disikapi secara arif dengan menggunakan
standar nilai-nilai yang mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Dalam hal ini
kehidupan sosiologis bangsa indonesia sangat berkaitan dengan nilai ketuhanan
dan kemanusiaan. Bangsa indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius serta
selalu ramah terhadap semua orang. Maka cukuplah semua nilai-nilai itu menjadi
rambu-rambu jika pengembangan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan keadaan
sosiologis bangsa indonesia serta haruslah memegang teguh nilai-nilai
pancasila.
Secara
sosiologis, nilai-nilai pancasila timbul dari hasil interaksi antar masyarakat
indonesia. Nilai-nilai tersebut kemudian hadir sebagai buah dari pemikiran,
penelitian kritis dan hasil refleksi bangsa Indonesia. Nilai-nilai bangsa
Indonesia merupakan kebenaran bagi bangsa Indonesia yang tampil sebagai norma
dan moral kehidupan bangsa Indonesia yang juga sebagai pelaksanaan sistem nilai
budaya bangsa Indonesia.
2.4.3.
Sumber
Politis
Sumber
politis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu di Indonesia dapat
dirunut ke dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara
negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang meletakkan Pancasila sebagai dasar
nilai pengembangan atau orientasi ilmu,
antara lain dapat dilihat dari pidato Soekarno ketika menerima gelar Doctor
Honoris Causa di UGM pada 19 September 1951, mengungkapkan hal sebagai berikut:
“Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh jika ia dipergunakan untuk
mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau praktiknya bangsa, atau praktiknya hidup dunia kemanusiaan. Memang
sejak muda, saya ingin mengabdi kepada praktik hidup manusia, bangsa, dan dunia
kemanusiaan itu. Itulah sebabnya saya
selalu mencoba menghubungkan ilmu dengan amal, menghubungkan pengetahuan dengan
perbuatan sehingga pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin
oleh pengetahuan.
Ilmu
dan amal harus wahyu-mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu berdwitunggal dengan
amal. Malahan, angkatlah derajat kemahasiswaanmu itu kepada derajat mahasiswa
patriot yang sekarang mencari ilmu, untuk kemudian beramal terus menerus di
wajah ibu pertiwi” (Ketut, 2011).
Dengan
demikian, Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada zaman Orde Lama
belum secara eksplisit dikemukakan, tetapi oleh Soekarno dikaitkan langsung
dengan dimensi kemanusiaan dan hubungan antara ilmu dan amal. Selanjutnya,
pidato Soekarno pada Akademi Pembangunan Nasional di Yogyakarta, 18 Maret 1962,
mengatakan hal sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu
syarat mutlak pula, tetapi kataku tadi, lebih daripada itu, dus lebih mutlak
daripada itu adalah suatu hal lain, satu
dasar. Dan yang dimaksud dengan perkataan dasar, yaitu karakter.
Karakter
adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tetap adalah
suatu syarat mutlak. Tanpa karakter yang gilang gemilang, orang tidak dapat
membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu pembangunan nasional itu
sebenranya adalah suatu hal yang berlangit sangat tinggi, dan berakar amat
dalam sekali. Berakar amat dalam sekali,
oleh karena akarnya itu harus sampai kepada inti-inti daripada segenap cita-cita
dan perasaan-perasaan dan gandrungan-gandrungan rakyat”(Soekarno,1962).
Pada
zaman Orde Baru, Presiden Soeharto menyinggung masalah Pancasila sebagai dasar
nilai pengembangan ilmu ketika memberikan sambutan pada Kongres Pengetahuan
Nasional IV, 18 September 1986 di Jakarta sebagai berikut: “Ilmu pengetahuan
dan teknologi harus diabdikan kepada manusia dan kemanusiaan, harus dapat
memberi jalan bagi peningkatan martabat manusia dan kemanusiaan.
Dalam
ruang lingkup nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi yang ingin kita kuasai
dan perlu kita kembangkan haruslah ilmu
pengetahuan dan teknologi yang bisa memberi dukungan kepada
kemajuan pembangunan nasional kita.
Betapapun besarnya kemampuan ilmiah dan teknologi kita dan betapapun suatu
karya ilmiah kita mendapat tempat terhormat pada tingkat dunia, tetapi apabila
kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu tidak dapat membantu memecahkan
masalah-masalah pembangunan kita, maka jelas hal itu merupakan kepincangan,
bahkan suatu kekurangan dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan dan teknologi”
(Soeharto, 1986: 4).
Pada era
Reformasi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan pada acara
silaturrahim dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan masyarakat
ilmiah, 20 Januari 2010 di Serpong. SBY menegaskan sebagai berikut: Setiap
negara mempunyai sistem inovasi nasional dengan corak yang berbeda dan khas,
yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya masing-masing. Saya berpendapat, di
Indonesia, kita juga harus mengembangkan sistem inovasi nasional, yang
didasarkan pada suatu kemitraan antara pemerintah, komunitas ilmuwan dan
swasta, dan dengan berkolaborasi dengan dunia internasional.
Oleh
karena itu, berkaitan dengan pandangan ini dalam waktu dekat saya akan
membentuk komite inovasi nasional, yang langsung bertanggungjawab kepada presiden, untuk ikut memastikan bahwa sistem
inovasi nasional dapat berkembang dan berjalan dengan baik. Semua ini penting
kalau kita sungguh ingin Indonesia menjadi knowledge society. Strategi yang
kita tempuh untuk menjadi negara maju, developed country, adalah dengan memadukan pendekatan sumber daya alam, iptek, dan
budaya atau knowledge based, Resource based and culture based development”
(Yudhoyono, 2010).
Habibie
dalam pidato 1 Juni 2011 menegaskan bahwa penjabaran Pancasila sebagai dasar
nilai dalam berbagai kebijakan penyelenggaraan negara merupakan suatu upaya
untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan (Habibie, 2011: 6).
Berdasarkan pemaparan isi pidato para penyelenggara negara tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa sumber politis dari Pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan iptek lebih bersifat apologis karena hanya memberikan dorongan
kepada kaum intelektual untuk menjabarkan nilai-nilai Pancasila lebih lanjut.
2.5.
Urgensi
Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pentingnya/Urgensi Pancasila sebagai Dasar Nilai
Pengembangan ilmu tertuah dalam hal-hal berikut ini:
1.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya di Indonesia belum melibatkan seluruh
masyrakat luas Indonesia namun hanya berkutat dan menyejaterahkan bagi kelompok
elite saja yang mampu dan mengembangkan ilmu tersebut (scientist oriented).
2.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan di Indonesia berorientasi pada apa yang menjadi kebutuhan
pasar saja sehingga kebanyakan program studi yang ada dan berkembang di
Indonesia ialah program studi yang diminati dan yang terserap oleh pasar,
sebaliknya dengan program studi yang belum berkembang maka akan tertutupi dan
tidak mendapat posisi di pasar yang pada kenyatannya segala macam program studi
akan membangun bangsa sebagai penunjang Ilmu Pengetahuan bagi seluruh
masyarakat luas.
3.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dewasa kini tidak berdasar dan berlandaskan
berdasar pada nilai-nilai yang berkembang di Indonesia itu sendiri namun lebih
berioentasi pada nilai-nilai pada Barat dan politik global pun ikut mengancam
nilai-nilai kehidupan yang menjadi nilai bangsa Indonesia seperti gotong
royong, rasa solidaritas dan keadilan.
4.
Perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan kemajuan Teknologi seiring berjalannya waktu menimbulkan
perubahan baik dalam cara pandang masyarakat maupun cara berperilaku masyarakat
mengenai kehidupan bermasyarakat.
5.
Penjabaran
pada sila-sila Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu diharapkan dapat
menjadi sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang sangat berpengaruh bagi cara berpikir dan
bertindak pada masyarakat luas di Indonesia yang cenderung Pragmatis, yaitu
penggunaan benda/barang teknologi dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia
dewasa ini yang menggantikan peran dari nilai luhur, yang diyakini dapat
menciptakan pribadi masyarakat Indonesia memiliki sifat sosial, humanis, dan
religius.
6.
Nilai-nilai
Pancasila sebagai nilai-nilai perjuangan, adat istiadat, budaya dan agama yang
telah berakar di tengah kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia inilah yang
mengkristal menjadi lima sila yang saling menjiwai sehingga diharapkan menjadi
nilai-nilai kehidupan dari berbagai daerah di Indonesia yang mulai digantikan
dengan gaya hidup global, seperti : budaya gotong royong itu sendiri sudah
mulai digantikan dengan sikap individualisme yang tinggi pada diri
masing-masing, sikap bersahaja yang mulai digantikan dengan gaya hidup yang
bermewah-mewahan atau sikap konsumtif yang merajalela, sikap solidaritas sudah
terkikis dan semangat individualisme semangkin memuncaki, dan musyawarah untuk
mufakat mulai digantikan dengan adanya sistem voting, dan lain sebagainya
perilaku yang mulai terkikis dengan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
2.6.
Dinamika
dan Tantangan Pancasila Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pancasila sebagai pengembangan ilmu
belum dibicarakan secara eksplisitoleh para penyelenggara negara sejak Orde
Lama sampai era Reformasi. Para penyelenggara negara pada umumnya hanya
menyinggung masalah pentingnya keterkaitan antara pengembangan ilmu dan dimensi
kemanusiaan (humanism). Kajian tentang pancasila sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu baru mendapat perhatian yang lebih khusus dan eksplisit oleh
kaum intelektual di beberapaperguruan tinggi masih sangat minim adanya dan pada
kurun waktu akhir-akhir ini, belum ada lagi suatu upaya untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kaitan dengan pengembangan ilmu
dan iptek di Indonesia.
Ada beberapa bentuk tantangan terhadap
pancasila sebagai dasar pengembangan iptek di Indonesia:
1. Kapitalisme yang sebagai menguasai
perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Akibatnya, ruang bagi penerapan
nilai-nilai pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu menjadi terbatas. Upaya
bagi pengembangan sitem ekonomi pancasila yang pernah dirintis Prof. Mubyarto
pada 1980an belum menemukan wujud nyata yang dapat diandalkan untuk menangkal
dan menyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada pemilik modal besar.
2. Globalisasi
yang menyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesia dalam pengembangan iptek
sehingga Indonesia lebih berkedudukan sebagai konsumen daripada produsen
dibandingkan dengan negaranegara lain.
3. Konsumerisme
menyebabkan negara Indonesia menjadi pasar bagi produk teknologi negara lain
yang lebih maju ipteknya. Pancasila sebagai pengembangan ilmu baru pada taraf
wacana yang belum berada pada tingkat aplikasi kebijakan negara.
4. Pragmatisme
yang berorientasi pada tiga ciri, yaitu; workability (keberhasilan),
satisfaction (kepuasan), dan result (hasil) (Titus, dkk., 1984) mewarnani
perilaku kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia.
PENUTUP
Pancasila
merupakan dasar negara Indonesia dan nilai-nilai Pancasila sebagai nilai adat istiadat,
budaya dan agama yang telah berakar di tengah kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia. Pancasila berperan penting
dalam pengembangan ilmu di Indonesia yang tak terbantahkan karenanya setiap pengembangan ilmu paling tidak
mempunyai validitas dan reliabilitas dapat dipertanggungjawabkan, baik
berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat
di mana ilmu itu ditemukan/dikembangkan sehingga pengembangan ilmu di Indonesia
tak bisa lepas dari Pancasila.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa kini menjadi krusial karena tidak
berdasar dan berlandaskan pada nilai-nilai yang berkembang di Indonesia dan
itulah yang menjadi acaman terbesar bagi keutuhan negara Indonesia sehingga nilai
Pancasila ini juga
yang menggambarkan Pancasila sebagai sumber orientasi dan arah dari pengembangan
ilmu di Indonesia untuk mewujudkan cita-cita bangsa dalam mensejahterakan
segenap warga negara.
DAFTAR PUSTAKA
Gesmi,
Irwan. 2018. Pendidikan Pancasila. Ponorogo
: Uwais Inspirasi Indonesia.
Kaelan.
2000. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Munaf, Dicky R. 2015. Memahami dan Memaknai Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama.
Nurdiaman,
Aa. 2007. Pendidikan kewarganegaraan
kecakapan berbangsa dan bernegara. Bandung : Pribumi Mekar.
Suwarno.
1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta
: Kanisius.
Novia. 2018. Pancasila Sebagai Nilai Pengembangan Ilmu
(on-line). https://noviasd.wordpress.com/2018/07/06/pancasila-sebagai-nilai-pengembangan-ilmu/,
diakes 15 Desember 2018.
Mohon izin copy dan share jazakumullahu Khairan katsir
ReplyDeleteBermanfaat sekali
ReplyDeletesangat bermanfaat okeee sekkallii
DeleteTrmksh, sangat membantu
Delete