A. Latar
Belakang
Dalam
dunia pendidikan, syarat-syarat seorang pendidik diantaranya, mengetahui
perkembangan manusia (peserta didik) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
agar pendidikan berjalan efektif dan efisien sehingga tujuan pendidikan dapat
tercapai.
Barat
memandang perkembangan manusia dengan pola pikir antroposentris. Artinya
perkembangan manusia seakan-akan hanya dipengaruhi faktor manusiawi yaitu
keturunan/ pembawaan dan lingkungan. Sehingga muncul tiga aliran besar yaitu
nativisme, empirisme dan konvergensi.
Sedangkan
Islam memandang bahwa manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik
diantara makhluk yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan
rohaniah atau unsur fisiologis dan unsur psikologis. Jadi, Islam selain
memandang manusia dengan pola pikir antroposentris juga dengan teosentris.
Dengan demikian, apakah pandangan Barat dan Islam bertentangan atau sejalan?
Untuk
lebih jelasnya, dalam makalah ini penulis akan mencoba mengkorelasikan
perspektif Islam terhadap tiga aliran diatas.
B. Rumusan Masalah
1. Perspektif Islam terhadap aliran Nativisme
2. Perspektif Islam terhadap aliran Empirisme
3. Perspektif Islam terhadap aliran
Konvergensi
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERSPEKTIF
ISLAM TERHADAP ALIRAN NATIVISME
1. Pengertian Nativisme
Nativisme
berasal dari kata dasar “natus” artinya lahir dan “nativius”
artinya kelahiran, pembawaan.[1]
Nativisme
berpendapat bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor
pembawaan yang dibawa sejak lahir.[2] Aliran
ini memandang hereditas (heredity)[3] sebagai
penentu kepribadian.
Jadi,
menurut aliran ini pembawaan yang dibawa sejak manusia dilahirkan itulah yang
menentukan perkembangan berikutnya. Asumsi yang mendasari aliran ini adalah
bahwa pada diri anak dan orang tua terdapat banyak kesamaan baik fisik maupun
psikis.[4]
Dalam
ilmu pendidikan nativisme disebut juga dengan pesimisme pedagogik.[5]Jika benar segala sesuatu ditentukan dan
tergantung pada dasar atau pembawaan, maka pengaruh lingkungan dan pendidikan
dianggap tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap perkembangan manusia.
2. Tokoh- Tokoh Nativisme
Aliran
ini dipelopori oleh Arhur Scopenhauer (1788-1860) seorang psikolog
berkebangsaan Jerman. Aliran ini juga didukung oleh Frans Josseph Gall
(1785-1825). Tokoh lainnya, Plato, Descartes dan Lambroso[6]Itulah tokoh-tokoh dalam aliran Nativisme.
3. Relevansi Nativisme dengan Proses Pendidikan
Islam
Konsep
Nativisme tentang pembawaan/potensi dasar tidak berbeda jauh dengan konsep
fitrah dalam Islam. Fitrah yang dalam pengertian etimologis mengandung arti
“kejadian” yang didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan lurus
yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan
apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami
perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia[7].
Dasar Hukum:
Firman
Allah dalam S. al-A’rof:172 yang Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab:
"Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya
kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan
Tuhan)"
Sabda Nabi yang
artinya
“Setiap orang dilahirkan oleh ibunya atas dasar fitrah (potensi
dasar untuk beragama), maka setelah itu orang tuanya
mendidik menjadi beragama Yahudi dan Nasrani dan Majusi, jika orang tua
keduanya beragama Islam, maka anaknya Muslim (pula)”
4. Persamaan dan Perbedaan Nativisme dan
Pendidikan Islam
a. Persamaannya:
Keduanya
mengakui pentingnya faktor pembawaan. Peserta didik berperan besar dalam
membentuk dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Sedang pendidik
bertugas mendampingi peserta didik mengembangkan potensinya. Jadi, pendidik
hanya sebagai fasilitator dalam pendidikan.
b. Perbedaannya:
Dalam
pendidikan Islam karena adanya nilai agama yang memiliki kebenaran mutlak maka
pendidik bukan hanya sekedar pembantu tetapi ia bertanggungjawab akan terbentuknya
kepribadian muslim pada peserta didik.[8]Jadi,
tanggung jawab pendidik dalam perspektif Islam lebih besar daripada pendidik
perspektif aliran nativisme.
B. PERSPEKTIF
ISLAM TERHADAP ALIRAN EMPIRISME
1. Pengertian Empirisme
Empirisme
berasal dari kata Yunani “empiria” yang berarti pengalaman inderawi.[9] Aliran empirisme juga bisa disebut dengan
aliran environmentalisme (environment: lingkungan).
Empirisme
secara langsung bertentangan dengan nativisme. Kalau nativisme berpendapat
bahwa perkembangan manusia itu semata-mata tergantung pada faktor dasar, maka
empirisme berpendapat bahwa perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor
lingkungan[10] sedangkan
dasar tidak memainkan peranan sama sekali.
Asumsi
psikologis yang mendasari aliran ini adalah bahwa manusia lahir dalam keadaan
netral, tidak memiliki pembawaan apapun. Ia bagaikan kertas putih (tabula rasa)
yang dapat ditulisi apa saja yang dikehendaki.[11] Teori
ini terkenal dengan teori tabula rasa dengan tokohnya John Locke.
Dalam
Ilmu Pendidikan, empirisme disebut juga dengan Optimisme Pedagogik[12] yang mengatakan bahwa perkembangan anak menjadi manusia dewasa
ditentukan oleh lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang
diterimanya sejak kecil.
2. Tokoh-Tokoh Empirisme
Tokoh
utama aliran ini adalah John Locke (1632-1704), George Berkeky (1685-1753)
dengan bukunyaNew Theory of Vision, David Hume (1711-1776), David
Hartley (1705-1757) dan James Mill (1773-1836).[13].
Itulah tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam aliran empirisme.
3. Relevansi Empirisme dengan Proses Pendidikan
Islam
Pengertian
fitrah tidak hanya mengandung kemampuan dasar pasif yang beraspek hanya pada
kecerdasan semata dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu pengetahuan,
melainkan mengandung pula tabiat atau watak dan kecenderungan untuk mengacu
kepada pengaruh lingkungan eksternal, sekalipun tidak aktif.[14] Walaupun demikian al-Qur’an dan
al-Hadits tidak dapat dikatakan sebagai sumber Ilmu Pendidikan yang berpaham
empiris.
Dasar Hukum
Firman
Allah dalam S. al-Alaq: 3-4 yang Artinya:
”Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam"
Ayat
tersebut menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui belajar niscaya tidak akan
mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan bagi kelangsungan hidupnya di dunia
dan akhirat. Pengetahuan manusia akan berkembang jika diperoleh melalui proses
belajar mengajar.[15]
Sabda
Nabi
Artinya :
“Tiadaklah anak dilahirkan atas dasar fitrah, maka kedua orang
tuanya mendidiknya menjadi Yahudi atau Nasrani (H.R. Abu Hurairah).
Atas
dasar al-Hadits diatas maka kita dapat memperoleh petunjuk bahwa fitrah sebagai
faktor pembawaan sejak lahir manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan diluar
dirinya, bahkan ia tak akan dapat berkembang sama sekali bila tanpa adanya
pengaruh lingkungan.[16] Dan
tanpa penyediaan kesempatan yang cukup memadai (favourable) maka
kemampuan dasar tersebut tidak akan mengalami perkembangan yang progresif
vertikal dan horizontal secara normal dan optimal.[17]Dengan
demikian pengaruh lingkungan menjadi suatu keniscayaan agar kemampuan/ potensi
dapat berkembang.
4. Persamaan dan Perbedaan Empirisme dan
Pendidikan Islam
a. Persamaannya:
Keduanya
sepakat bahwa anak yang baru lahir adalah bersih, ibarat kertas putih yang siap
ditulisi oleh pendidik.
b. Perbedaannya:
1.
Karena adanya
perbedaan konsep fitrah dan teori tabula rasa, maka peranan pendidik dalam
pendidikan Islam lebih terbatas dibandingkan dengan peranan pendidik aliran
empirisme dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian anak didik (peserta
didik) tersebut.[18]
2.
Masih dalam kerangka teori fitrah dan tabula
rasa, keduanya sama-sama berarti bersih. Namun fitrah berarti bersih dan suci
serta ada potensi tauhid. Sedangkan tabula rasa berarti bersih saja (tidak
suci) dan tidak punya potensi tauhid.
C. PERSPEKTIF
ISLAM TERHADAP ALIRAN KONVERGENSI
1. Pengertian Konvergensi
Konvergensi
berasal dari kata converge yang berarti “bertemu, berpadu”.
Terhadap pertentangan dua aliran diatas, maka William Stern berusaha mengambil
langkah yang lebih moderat. Menurutnya perkembangan manusia itu bergerak secara
konvergen antara nativisme atau keturunan dan empirisme atau lingkungannya,
termasuk pendidikan.[19]
Jadi,
konvergensi adalah suatu aliran yang berpendapat bahwa perkembangan manusia
dipengaruhi oleh interaksi dan perpaduan antara faktor hereditas dan
lingkungan. Menurut aliran ini hereditas tidak akan berkembang secara wajar
apabila tidak diberi rangsangan dari faktor lingkungan. Sebaliknya, rangsangan
lingkungan tidak akan membina kepribadian yang ideal tanpa didasari oleh faktor
hereditas. Penentuan kepribadian seseoang ditentukan oleh kerja yang integral
antara faktor internal (potensi bawaan) maupun faktor eksternal (lingkungan
pendidikan).[20]Keduanya
berproses secara konvergen tanpa bisa dipisahkan.
2. Tokoh-tokoh Konvergensi
Tokoh
aliran ini adalah William Stern (1871-1938) dan Alfred Adler.[21]Itulah tokoh-tokoh yang cukup berpengaruh
dalam aliran konvergensi.
3. Relevansi Konvergensi dengan Proses Pendidikan
Islam
Dasar Hukum
Firman Allah dalam S.
al-Insan: 3 yang Artinya:
“Sesungguhnya kami Telah menunjukinya jalan
yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir”
“Dan Kami telah
menunjukkan kepadanya dua jalan”
Atas
dasar ayat tersebut kita dapat menginterpretasikan bahwa dalam fitrahnya
manusia diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah.
Kemampuan memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses pendidikan yang
mempengaruhinya. Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yang terdapat didalam
fitrah (human nature) manusia berpusat pada kemampuan berpikir sehat
(berakal sehat). Dengan demikian berpikir benar dan sehat adalah merupakan
kemampuan fitrah yang dapat dikembangkan melalui pendidikan dan latihan. Dalam
pengertian ini pendidikan Islam berproses secara konvergensis, yang dapat
membawa kepada paham konvergensi dalam pendidikan Islam.[22]
4. Persamaan dan Perbedaan Aliran Konvergensi dan
Pendidikan Islam
a. Persamaannya:
Keduanya
mengakui pentingnya faktor endogen dan eksogen dalam membentuk dan
mengembangkan kepribadian peserta didik.
b. Perbedaannya:
Dalam
Islam kemana kepribadian itu harus dibentuk dan dikembangkan sudah jelas yaitu
ma’rifatullah dan bertakwa kepada Allah sedang dalam pendidikan konvergensi
yang berdasarkan antroposentris pembentukan dan pengembangan kepribadian
diarahkan untuk mencapai kedewasaan dan kesejahteraan hidup di dunia.[23]
Selain
meyakini bahwa faktor internal (bawaan) dan eksternal (lingkungan) sangat
berpengaruh dalam pendidikan, yaitu pembentukan kepribadian muslim yang
berkualitas. Dalam Islam yang terpenting adanya hidayah dari Allah sebagai
penentu keberhasilan dalam pendidikan.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dalam perkembangan manusia ada tiga aliran
yang mempengaruhi yaitu:
1.
Nativisme,
aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh
faktor-faktor pembawaan yang dibawa sejak lahir.
2.
Empirisme,
aliran ini berpendapat bhawa perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.
3.
Konvergensi,
aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh interaksi
antara faktor pembawaan dan lingkungan.
Pendidikan
Islam tidak lantas menerima/ sejalan dengan ketiga aliran tersebut atau salah
satunya karena dalam Islam ada konsep fitrah. Dalam pendidikan Islam hidayah
Allah menjadi sumber spiritual yang menjadi penentu keberhasilan terakhir
disamping usaha ikhtiar manusia.
B. SARAN
1. Dalam proses pendidikan seharusnya pendidik
tidak berorientasi pada salah satu aliran diatas. Akan tetapi berusaha
menggabungkan ketiga aliran tersebut dengan tetap memohon hidayah Allah demi
keberhasilan pendidikan.
2. Bagi peserta didik tidak boleh menjadikan
salah satu aliran diatas menjadi alasan untuk tidak mau belajar dan berusaha.
DAFTAR RUJUKAN
Sumber Asli : http://asfahani0.blogspot.com/2013/11/perspektif-islam-terhadap-aliran.html
Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Hastati, Netty dkk. Islam dan
Psikologi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. 2005.
http://www.reformasi-institute.com/index
Iman, Muis Sad. Pendidikan
Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan progresivisme John Dewey.
Yogyakarta: Safiria Insania Press. 2004.
Praja, Juhaya S. Aliran-Aliran
Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan Piara. 1997.
Purwanto,
Ngalim. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2000.
Suryabrata, Sumadi. Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam 2.
Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997.
[1] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan
Islam 2 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), 111.
[2] Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), 185.
[3] Hereditas adalah totalitas sifat-sifat
karakteristik yang dibawa atau dipindahkan dari orang tua ke anak keturunannya.
[4] Netty Hastati dkk., Islam dan
Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 174-175.
[5] Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), 59.
[6] Netty Hastati dkk,. Islam,
175
[7] H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 89.
[8] Muis Sad Iman, Pendidikan
Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme John Dewey (Yogyakarta: Safiria Insania
Press, 2004), 28.
[9] Juhaya S. Praja, Aliran- Aliran
Filsafat dan Etika (Bandung: Yayasan Piara, 1997), 71.
[10] Lingkungan yang dapat mempengaruhi
perkembangan kepribadian terdiri dari 5 aspek yaitu, geografis, sosiologis,
cultural dan psikologis.
[11] Netty Hartati dkk., Islam,
172.
[12] Ngalim Purwanto, Ilmu, 59.
[13] Netty Hartati dkk., Islam, 172
[14] H.M. Arifin, Ilmu, 94.
[17] Nur Uhbiyati, Ilmu, 19.
[18] Muis Sad Iman, Pendidikan,
28
[19] http://www.reformasi-
institute.com/index
[20] Netty Hartati dkk., Islam,
178.
[21] Sumadi Suryabrata, Psikologi,
189.
[22] H.M. Arifin, Ilmu, 96.
[23] Muis Sad Iman, Pendidikan,
28.
Comments
Post a Comment