Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai Ideologi Negara

Istilah ideologi berasal dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013:60-61). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan.
Ideologi dapat diartikan sebagai paham, teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:517). Dalam pengertian tersebut, dapat ditangkap beberapa komponen penting dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir, program, sosial, dan politik. Sejarah konsep ideologi dapat ditelusuri jauh sebelum istilah tersebut digunakan Destutt de Tracy pada penghujung abad kedelapanbelas.
Tracy menyebut ideologi sebagai science of ideas, yaitu suatu program yang diharapkan dapat membawa perubahan institusional bagi masyarakat Perancis. Namun, Napoleon mengecam istilah ideologi yang dianggapnya suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan ditemukan dalam kenyataan (Kaelan, 2003: 113). Jorge Larrain menegaskan bahwa konsep ideologi erat hubungannya dengan perjuangan pembebasan borjuis dari belenggu feodal dan mencerminkan sikap pemikiran modern baru yang kritis. Niccolo Machiavelli (1460--1520) merupakan pelopor yang membicarakan persoalan yang secara langsung berkaitan dengan fenomena ideologi.
Machiavelli mengamati praktik politik para pangeran, dan mengamati pula tingkah laku manusia dalam politik, meskipun ia tidak menggunakan istilah “ideology sama sekali. Ada tiga aspek dalam konsep ideologi yang dibahas Machiavelli, yaitu agama, kekuasaan, dan dominasi. Machiavelli melihat bahwa orang-orang sezamannya lebih dahulu memperoleh kebebasan, hal tersebut lantaran perbedaan yang terletak dalam pendidikan yang didasarkan pada perbedaan konsepsi keagamaan.
Machiavelli menengarai bahwa hampir tidak ada orang berbudi yang memperoleh kekuasaan besar “hanya dengan 118 menggunakan kekuatan yang terbuka dan tidak berkedok”, kekuasaan dapat dikerjakan dengan baik, hanya dengan tipuan. Machiavelli melanjutkan analisisnya tentang kekuasaan dengan mengatakan bahwa meskipun menjalankan kekuasaan memerlukan kualifikasi yang baik, seperti menepati janji, belas kasihan, tulus ikhlas. Penguasa tidak perlu memiliki semua persyaratan itu, tetapi dia harus tampak secara meyakinkan memiliki kesemuanya itu (Larrain, 1996: 9). Ungkapan Machiavelli tersebut dikenal dengan istilah adagium, “tujuan menghalalkan segala macam cara”.
Marx melanjutkan dan mengembangkan konsep ideologi Machiavelli yang menonjolkan perbedaan antara penampilan dan realita dalam pengertian baru. Ideologi bagi Marx, tidak timbul sebagai penemuan yang memutar balik realita, dan juga tidak sebagai hasil dari realita yang secara objektif gelap (kabur) yang menipu kesadaran pasif (Larrain, 1996: 43). Marx mengandaikan bahwa kesadaran tidak menentukan realitas, tetapi realitas material-lah yang menentukan kesadaran. Realitas material itu adalah cara-cara produksi barang dalam kegiatan kerja (Hardiman, 2007: 241). Ideologi timbul dari “cara kerja material yang terbatas”.
Hal ini memunculkan hubungan yang saling bertentangan dengan berbagai akibatnya. Marx mengajarkan bahwa tesis dari dialektika materialis yang dikembangkannya adalah masyarakat agraris yang di dalamnya kaum feodal pemilik tanah sebagai kelas penguasa dan petani penggarap sebagai kelas yang tertindas. Antitesisnya adalah masyarakat kapitalis, di dalamnya modal dikuasai oleh kaum borjuis penguasa, sedangkan pekerja atau proletar adalah kelas yang tertindas. Sintesisnya adalah di dalam masyarakat komunis, tidak ada lagi kelas penguasa (feodal/borjuis) dan yang dikuasai (proletar) (Larrain, 1996: 43).
Tokoh atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai berikut:
a.       Menurut Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah seperangkat gagasan/ pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur”.
b.      Menurut Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”.
c.       Menurut Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”. Selanjutnya, untuk melengkapi definisi tersebut perlu Anda ketahui juga beberapa teori ideologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai berikut.
1)      Martin Seliger: Ideologi sebagai sistem kepercayaan.
Ideologi adalah sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang bernilai serta dirancang untuk melayani dasar-dasar permanen yang bersifat relatif bagi sekelompok orang. Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang didasarkan atas norma-norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual dan koherensi legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau memastikan tindakan yang disetujui bersama untuk pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia. Martin Seliger, lebih lanjut menjelaskankan bahwa ideologi sebagai sistem kepercayaan didasarkan pada dua hal, yaitu ideologi fundamental dan ideologi operatif (Thompson, 1984:79). Ideologi fundamental meletakkan preskripsi moral pada posisi sentral yang didukung oleh beberapa unsur, yang meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi operatif meletakkan preskripsi teknis pada posisi sentral dengan unsur-unsur pendukung, meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan. Adapun perbedaan di antara kedua ideologi ini digambarkan sebagai berikut (Thompson, 1984: 80). Kedua bentuk ideologi tersebut mengandung konsekuensi yang berbeda dalam penerapannya.
2)      Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional
Gouldner mengatakan bahwa ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari suatu cara baru dalam wacana politis. Wacana tersebut melibatkan otoritas atau tradisi atau retorika emosi. Lebih lanjut, Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan religius, sebab ideologi itu merupakan suatu tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan bahwa kemunculan ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan revolusi komunikasi, tetapi juga dihubungkan dengan revolusi industri yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984: 85-86).
3)      Paul Hirst: Ideologi sebagai Relasi Sosial
Hirst meletakkan ideologi di dalam kalkulasi dan konteks politik. Hirst menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu sistem gagasan politis yang dapat digunakan dalam perhitungan politis. Lebih lanjut, Hirst menegaskan bahwa penggunaan istilah ideologi mengacu kepada kompleks nir-kesatuan (non-unitary) praktik sosial dan sistem perwakilan yang mengandung konsekuensi dan arti politis (Thompson, 1984:94-95). Untuk lebih memperdalam pemahaman, berikut ini beberapa corak ideologi.
a.  Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi pegangan kehidupan sosial politik yang diinkorporasikan dalam dokumen resmi negara.
b. Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan realitas serta mengutamakan nilai tertentu yang memengaruhi kehidupan sosial, politik, budaya.
c.   Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang tidak dinyatakan sebagai ideologi, tetapi berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi pembangunan.
d.  Berbagai aliran pemikiran yang menonjolkan nilai tertentu yang menjadi pedoman gerakan suatu kelompok (Sastrapratedja, 2001: 45-46).

Fungsi ideologi sebagai berikut:
a.    Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia, serta kejadiankejadian di lingkungan sekitarnya.
b.    Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c.    Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d.   Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e.    Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f.     Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991: 48).

Jenis ideologi dunia sebagai berikut:
a.    Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam
perspektif evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama, penentu akhir dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi; kedua, proses perubahan sosial bersifat dialektis.
b.    Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kebebasan individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c.    Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d.    Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang ia miliki (Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara. Secara luas Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah visi atau arah dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ialah terwujudnya kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi nilai keadilan.

Ketetapan bangsa Indonesia mengenai pancasila sebagai ideologi negara tercantum dalam ketetapan MPR No. 18 Tahun 1998 tentang pencabutan dari ketetapan MPR No. 2 tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara. Pada pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 45 ialah dasar negara dari negara NKRI yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari ketetapan MPR tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia kedudukan pancasila sebagai ideologi nasional, selain kedudukannya sebagai dasar negara.

Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang konkret dan operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka. Dalam ketetapan MPR No.18 dinyatakan bahwa pancasila perlu diamalkan dalam bentuk pelaksanaan yang konsistem dalam kehidupan bernegara.


| Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Negara |

Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah sebagai sarana pemersatu masyarakat, sehingga dapat dijadikan prosedur penyelesaian konflik, dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri negara Indonesia tentang pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan berbagai golongan masyarakat di Indonesia.

Pada awal mulanya, konsep pancasila dapat dipahami sebagai common platform atau platform bersama bagi berbagai ideologi politik yang berkembang saat itu di Indonesia. Pancasila merupakan tawaran yang dapat menjembatani perbedaan ideologis di kalangan anggota BPUPKI. Pancasila dimaksudkan oleh Ir. Soekarno pada waktu itu yaitu sebagai asas bersama agar dengan asas itu seluruh kelompok yang terdapat di negara Indonesia dapat bersatu dan menerima asas tersebut.

Menurut Adnan Buyung Nasution, telah terjadi perubahan fungsi pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila yang sebenarnya dimaksudkan sebagai platform demokratis bagi semua golongan Indonesia. Perkembangan doktrinal pancasila telah mengubahnya dari fungsi awal pancasila sebagai platformbersama bagi ideologi politik dan aliran pemikiran sesuai dengan rumusan pertama yang disampaikan oleh Soekarno menjadi ideologi yang komprehensif integral. Ideologi Pancasila menjadi ideologi yang khas, berbeda dengan ideologi lain.

Pernyataan Soekarno ini menjadi jauh berkembang dan berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Notonagoro. Beliau melalui interprestasi filosofis memberi status ilmiah dan resmi tentang ideologi bagi masyarakat Indonesia. Yang pada mulanya pancasila sebagai ideologi terbuka sebuah konsensus politik, pancasila menjadi ideologi yang benar-benar komprehensif. Interprestasi ini berkembang luas, masif bahkan monolitik pada masa pemerintahan orde baru.

Pancasila dilihat dari sudut politik merupakan sebuah konsensus politik, yaitu suatu persetujuan politik yang disepakati bersama oleh berbagai golongan masyarakat di negara Indonesia. Dengan diterimanya pancasila oleh berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia bersatu dalam negara kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan common platform, atau common denominator masyarakat Indonesia yang plural. Sudut pandang politik ini teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi, sebenarnya perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang khas tidak menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.

Banyak para pihak sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi negara atau bangsa merupakan kesepakatan bersama, common platform dan nilai integratif bagi bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa pancasila sebagai ideologi negara inilah yang harus kita pertahankan dan tumbuh kembangkan dalam kehidupan bangsa yang plural ini.

Berdasarkan uraian di atas, maka makna pancasila sebagai ideologi negara Indonesia sebagai berikut :
(1) Nilai-nilai dalam pancasila dijadikan sebagai cita-cita normatif dari penyelenggaraan bernegara di Indonesia.
(2) Nilai-nilai dalam pancasila merupakan nilai yang telah disepakati bersama dan oleh karenanya menjadi salah satu sarana untuk menyatukan masyarakat Indonesia.


Implementasi pancasila sebagai ideologi negara atau nasional, sebagai berikut :
                                             
1. Perwujudan Pancasila Sebagai Cita-cita Bernegara
Perwujudan pancasila sebagai ideologi negara yang berarti menjadi cita-cita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No.7 tahun 2001 mengenai Visi Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut menyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri atas 3 visi, yaitu :
– Visi ideal ialah cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam UUD 45 yaitu pada alinea kedua dan keempat.
– Visi antara, yaitu visi bangsa Indonesia pada tahun 2020 yang berlaku samapai dengan tahun 2020.
– Visi lima tahunan, yaitu sebagaimana dimaksudkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).
Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang religius, manusiawi, demokratis, bersatu, adil dan sejahtera pada dasarnya merupakan upaya menjadikan nilai-nilai pancasila sebagai cita-cita bersama. Bangsa yang demikian merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai suatu cita-cita, nilai-nilai pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai nilai-nilai ideal, penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana menjadikan kehodupan bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai ideal tersebut.

2. Perwujudan Pancasila Sebagai Kesepakatan atau Nilai Integratif Bangsa
Nilai Integratif Perwujudan pancasila sebagai ideologi negara yang berarti bahwa pancasila sebagai sarana pemersatu dan prosedur penyelesaian konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara. Nilai integratif pancasila mengandung makna bahwa pancasila dijadikan sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik. Masyarakat Indonesia telah menerima  pancasila sebagai sarana pemersatu, yang artinya sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya disetujui sebagai milik bersama. Pancasila dijadikan semacam social ethics dalam masyarakat yang heterogen.



Sumber Historis Tentang Pancasila Sebagai Ideologi Pancasila
Ideologi bermakna sebagai semua pandangan, nilai, cita-cita, dan keyakinan yang ingin diwujudkan dalam kehidupan nyata. Ideologi dalam hal ini amat diperlukan, sebab dianggap bisa membangkitkan kesadaran terhadap kemerdekaan.
Fungsi ideologi sendiri yaitu membentuk identitas/ciri kelompok atau bangsa. Ideologi mempunyai kecenderungan untuk “memisahkan” kita dari mereka. Ideologi berfungsi mempersatukan “sesama” kita.
Ideologi Pancasila merupakan nilai-nilai luhur budaya dan religius bangsa Indonesia. Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi negara. Jadi, Ideologi pancasila adalah kumpulan nilai-nilai atau norma yang berdasarkan sila-sila pancasila.
A.    Sumber Historis
Pengertian Historis/Sejarah
            Sejarah adalah kejadian yang terjadi pada masa lampau yang disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai peristiwa. Peninggalan peninggalan itu disebut sumber sejarah. Dalam bahasa Inggris, kata sejarah disebut history, artinya masa lampau; masa lampau umat manusia. Dalam bahasa Arab, sejarah disebut sajaratun (syajaroh), artinya pohon dan keturunan. Jika kita membaca silsilah raja-raja akan tampak seperti gambar pohon dari sederhana dan berkembang menjadi besar, maka sejarah dapat diartikan silsilah keturunan raja-raja yang berarti peristiwa pemerintahan keluarga raja pada masa lampau.
                        Ada tiga aspek dalam sejarah, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Masa lampau dijadikan titik tolak untuk masa yang akan datang sehingga sejarah mengandung pelajaran tentang nilai dan moral. Pada masa kini, sejarah akan dapat dipahami oleh generasi penerus dari masyarakat yang terdahulu sebagai suatu cermin untuk menuju kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Peristiwa yang terjadi pada masa lampau akan memberi kita gambaran tentang kehidupan manusia dan kebudayaannya di masa lampau sehingga dapat merumuskan hubungan sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan tersebut, walaupun belum tentu setiap peristiwa atau kejadian akan tercatat dalam sejarah.
                        Sejarah terus berkesinambungan sehingga merupakan rentang peristiwa yang panjang. Oleh karena itu, sejarah mencakup masa lalu yang dilukiskan berdasarkan urutan waktu (kronologis);
1.      ada hubungannya dengan sebab akibat;
2.      kebenarannya bersifat subjektif sebab masih dalam penelitian lebih lanjut untuk mencari kebenaran yang hakiki;
3.      peristiwa sejarah menyangkut masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
            Proses perumusan Pancasila diawali ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk. Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin, Soepomo dan Soekarno.
A. Rumusan dasar Negara yang diajukan oleh Muhammad Yamin yang diajukan pada tanggal 29 Mei 1945.
1.      Peri kebangsaan
2.      Peri kemanusiaan
3.      Peri Ketuhanan
4.      Peri kerakyatan
5.      Kesejahteraan rakyat
B. Rumusan dasar Negara yang diajukan oleh Mr. Soepomo tanggal 31 Mei 1945.
1.      Persatuan
2.      Kekeluargaan
3.      Keseimbangan lahir dan batin
4.      Musyawarah
5.      Keadilan rakyat
C.  Rumusan dasar Negara yang diajukan oleh Ir. Soekarno, Tgl.  1 Juni 1945!
1.      Kebangsaan Indonesia
2.      Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3.      Mufakat atau demokrasi
4.      Kesejahteraan sosial
5.      Ketuhanan yang berkebudayaan

            Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
            Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945 di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
            Sejak saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
            Dengan demikian, berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pancasila memilki landasan historis yang kuat. Secara histories, sejak zaman kerajaan unsur Pancasila sudah muncul dalam kehidupan bangsa kita. Agar nilai-nilai Pancasila selalu melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka . nilai-nilai yang terkandung dalam setiap Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara. Sebagai sebuah dasar Negara, Pancasila harus selalu dijadikan acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Semua peraturan perundang-undangan yang ada juga tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila
Sumber Sosiologi Pancasila sebagai Ideologi Negara
A. Pengertian Sosiologi
Secara etimologis, sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu kata socius yang berarti teman atau kawan dan kata logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang teman atau interaksi individu dalam masyarakat.
Sedangkan pengertian sosiologi menurut para ahli yaitu:
1.      Aguste Comte
Menurut Aguste Comte, sosiologi merupakan sebuah studi positif mengenai hukum-hukum dasar dari berbagai macam gejala sosial yang dibedakan menjadi sosiologi dinamis dan statis.
2.      Roucek dan Warren
Menurut Roucek dan Warren, sosiologi adalah sebuah ilmu yang membahas hubungan antara seorang individu atau kelompok.
3.      Pitirim A Sorolokin
Menurut pendapat Pitirim, sosiologi adalah ilmu yang membahas hubungan dan segala pengaruh timbal balik diantara berbagai macam gejala sosial.
4.      Emile Durkhem
Menurut beliau, sosiologi merupakan sebuah ilmu yang membahas segala fakta sosial, yaitu fakta yang terdapat cara bertindak, berperasaan, berpikir yang berada pada luar individu di mana setiap fakta tersebut mempunyai kekuatan untuk mengendalikan individu.
5.      Selo Sumardja dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang membahas tentang struktur sosial dan segala proses sosial dan juga  perubahan sosial.
6.      Max Weber
Menurut Max, sosiologi ialah ilmu yang membahas mengenai pemahaman tindakan-tindakan sosial.
B. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara
            Unsur-unsur sosiologis yang menjadi sumber Pancasila sebagai ideologi negara diantaranya yaitu:
1)   Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai yang terkandung dalam sila pertama Pancasila ini dapat ditemukan pada kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam bentuk kepercayaan terhadap kekuatan Tuhan atau kekuatan gaib, serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
2)   Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai dalam sila kedua Pancasila ini dapat ditemukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang saling menghargai dan menghormati hak-hak orang lain dengan tidak berlaku sewenang-wenang pada individu lain.
3)   Sila Persatuan Indonesia,  nilai pada sila ini dapat ditemukan pada sikap solidaritas, gotong-royong, membela dan menjunjung tinggi sikap patriotisme serta rasa cinta tanah air masyarakat Indonesia yang dapat diwujudkan dengan sikap mencintai produk dalam negeri, dan lain-lain.
4)   Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, nilai dalam sila keempat Pancasila ini dapat ditemukan dalam sikap saling menghargai pendapat orang lain dan mengambil keputusan dengan cara bermusyawarah.
5)   Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, nilai yang terkandung pada sila terakhir dari Pancasila ini terdapat pada sikap suka tolong-menolong dan berlaku adil dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh tiap individu.

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan keragaman ras, etnik, agama, bahasa dan budaya. Oleh karena itu, bangsa Indonesia membutuhkan ideologi pemersatu yaitu Pancasila. Pancasila disebut ideologi pemersatu bangsa karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bukan hanya hasil konseptual para tokoh perumus pancasil saja, melainkan nilai-nilai tersebut berasal dari nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia.
Sumber Politik  Pancasila sebagai Ideologi Negara
A. Pengertian Politis
Politik (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Poloitik adalah suatu system pemerintahan yang mengatur segala structural di dalamnya. Dalam membuat kebijakan politik harus ada aturan yang mengatur hal tersebut supaya selalu dalam jalur yang telah di tentukan.
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
  1. Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  2. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  3. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  4. Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
A.    Nilai-nilai Pancasila Sebagai Ideologi Politik
  1. Nilai Ketuhanan (Realigiusitas)
    Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia. Memahami Ketuhahan sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat yang beketuhanan, yakni membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang dilakukan.
  2. Nilai Kemanusiaan (Moralitas)
    Kemanusiaan yang adil dan  beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan, setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab.
  3. Nilai Persatuan (kebangsaan) Indonesia.
    Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran Indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa Indonesia hadir untuk mewujudkan kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari Sabang sampai Marauke.
  4. Nilai Permusyawaratan dan Perwakilan
    Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan dengan orang lain, dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan saling menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama. Prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita utama untuk membangkitkanbangsa Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam dunia modern.
  5. Nilai Keadilan Sosial
    Nilai keadilan adalah nilai menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan, keseimbangan,  serta pemerataan terhadap suatu hal. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan berbangsa. bermakna mewujudkan keadaan masyarakat yang bersatu secara organik, dimana mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar.
  6. Perkembangan Pancasila Sebagai Ideologi Politik Sampai Sekarang
    Memang dalam kondisi kehidupan politik kita sekarang ini banyak diantara kita, antara lain dikalangan mereka yang memegang kekuasaan, yang tidak berkenan untuk mengakui kesenjangan antara nilai-nilai dasar ideologi kita dengan praktek kehidupan perpolitikan sehari-hari. Secara empiris di lapangan praktek kehidupan perpolitikan masih jauh dari, dan kadang-kadang mungkin ada yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Keinginan agar kehidupan politik kita lebih terbuka dan lebih demokratis merupakan salah satu ukuran yang dapat kita pakai buat mengetahui kehadiran kesenjangan tersebut. Soalnya sekarang ialah apakah kita semua, termasuk yang berkuasa, memiliki kemauan politik yang kuat untuk memperbaiki kesenjangan itu.
  7. Contoh Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Dalam Bidang Politik
Dalam bidang politik, kita harus mewujudkan perilaku, antara lain:
  1. menghindari sikap dan perilaku yang memaksakan pendapat dan ingin menang sendiri;
  2. penyelenggara negara dan warga negara mewujudkan nilai ke tuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, serta kerakyatan dan ke adilan dalam kehidupan seharihari;
  3. menghindari sikap menghalang-halangi orang yang akan ber partisipai dalam kehidupan demokrasi;
  4. meyakini bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai nilai yang ter baik dan sesuai untuk bangsa Indonesia serta tidak meleceh kannya.
DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
1. Dinamika pancasila sebagai ideologi negara
Dinamika secara umum adalah suatu proses pergerakan yang mengalami pasang surut. Sedangkan Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya pasang surut dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Dinamika pancasila sebagai ideologi negara dapat digolongkan menjadi tiga masa yaitu masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi.
A.   Dinamika Pancasila pada Orde Lama
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah(inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Pada masa ini , hegemoni komunisme yang mendasarkan pertentangan telah menguasai politik indonesia sejak 1959.
Kepribadian rakyat yang religius semakin dikaburkan oleh ideologi komunisme yang dimotori PKI dan sub-organisasinya. Pada tahun 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam.Anehnya bahwa PKI secara tiba-tiba dapat menjadi organisasi yang sangat besardan dapat menguasai, mengatur dan mendominasi kehidupan politik Indonesia. Dalam sejarah disebutkan bahwa pemerintah orde lama waktu itu membentuk front nasiaonal serta menerapkan metode dialektis pertentangan kelas , yang itu telah lama diterapkan oleh penganut komunisme. Golongan revolusioner yang dimana PKI menyatakan diri sebagai golongan ini dan Golongan kontra revolusioner pada 1950-1959.
Pada tahun 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin. Demokrasibukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno. Presiden dinobatkan menjadi Pemimpin besar revolusi seumur hidupnya. . Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin,ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional . Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi Pancasila terus menerus dipisahkan, diperas menjadi ‘Tri Sila’, bahkan sampai menjadi ‘Eka Sila’ yaitu ‘Gotong Royong’, yang mana gotong royong sendiri menjadi istilah yang popular bagi massa pendukung PKI. Tetapi bila esensi Pancasila menjadi Eka Sila, maka sila ketuhanan yang Maha Esa menjadi hilang. Hal ini menjadi sangat sesuai dengan ideologi komunisme yaitu atheis atau anti Tuhan.
Oleh karena dasar demokrasi yang demikian, maka dalam Negara pada pemerintahan Orde lama tidak meletakkan kekuasaan pada rakyat sebagaimana tercantum dalam sila keempat Pancasila, melainkan praktek otoritarianisme dan dalam Negara dibentuklah doktrin- doktrin yang harus ditaati oleh rakyat seperti Manipol Usdek, nasakom dan sebagainya yang tidak serasi karena ada unsur pemaksaan, ideologi komunis seperti pada Nasakom yang merupakan singkatan dari ‘Nasional, Agama dan Komunis’. Agama yang mengajarkan ketuhanan tentu saja tidak bias digabungkan oleh komunis yang tidak percaya terhadap Tuhan.Namun setelah pengkhianatan PKI pada G30 S, bangsa Indonesia dapat menumpaskan PKI.
B.   Dinamika Pancasila pada Masa Orde Lama
Masa Orde Baru berlangsung mulai dari 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998. Pada masa orde baru, Implementasi pancasila tidak beda jauh dengan masa orde lama. Hanya saja jauh lebih rapi dan sistematis bahkan berhasil menguasai sistem politik di Indonesia. Pemberontakan PKI dijadikan tolak ukur dan sarana untuk melumpuhkan lawan-lawan politik yang tidak sesuai dengan pancasila dan pemerintahan orde baru.
Kenyataannya, kekuasaan rakyat melemah dan sebaliknya kekuasaan pemerintah menjadi lebih kuat bahkan bersifat otoriter. Ditambah lagi penguasa orde baru selalu menanamkan kekuasaan ‘satus quo’ dengan mengembangkan jargon-jargon semacam: “Politik no, Pembangunan yes”, “Akselerasi Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun”, “Monoloyalitas bagi Pegawai Negeri Sipil” serta jargon-jargon lainnya.
Pancasila yang merupakan sumber pelaksanaan demokrasi, pada orde baru malah menjadi alat membrantas demokrasi. Segala perbedaan ditekan untuk membantu pemerintahan, pendapat-pendapat baik melalui lisan maupun media dibungkam, aktivis-aktivis, tokoh dan para mahasiswa dipenjarakan atas tuduhan yang tidak bermoral. Penyimpangan Pancasila pada Masa Orde Lama Penyimpangan-penyimpangan di era Orde Lama itu antara lain:
1.      Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong. Hal ini dilakukan karena DPR menolak rancangan pendapaan dan belanja Negara yang diajukan pemerintah.
2.      Pimpinan lembaga-lembaga Negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri Negara yang berarti menempatkannya sebagai pembantu presiden.
3.      Kekuasaan presiden melebihi wewenang yang ditetapkan didalam UUD 1945. Hal ini terbukti dengan keluarnya beberapa keputusan presiden sebagai produk hukum yang setingkat dengan UUD tanpa persetujuan DPR. Penetapan ini antara lain meliputi hal- hal sebagai berikut:
a.       Penyederhanaan kehidupan partai-partai politik dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden nomor 7 tahun 1959.
b.      Pembentukan Front Nasional dengan Penetapan Presiden nomor 13 tahun 1959.
c.       Pengangkatan dan pemberhentian anggota-anggota MPRS, DPA dan MA oleh presiden.
d.      Hak budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan rancangan undang-udang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.

C.   Dinamika Pancasila pada Masa Revormasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi, dasar filsafati negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap/ prinsip/pandangan hidup) dan merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah. Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi arus globalisasi dan arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
2. Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara
Apakah rakyat mampu mempertahankan ideologi yaitu pancasila ditengah tengah ideologi atau paham besar dunia seperti Kapitalisme, Sosialisme, liberalisme, individualisme, pragmatisme, hedonisme dan ideologi lainnya yang datang dari luar negeri. Sebagai bangsa indonesia harus tetap berpegang teguh dan menjunjung tinggi nilai nilai yang terkandung dalam pancasila. Jangan sampai nilai dasar tersebut harus luntur atau bahkan terganti karena ideologi yang berganti pula. Ideologi negara seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen bangsa indonesia khusunya para negarawan, para politisi, pelaku ekonomi serta masyarakat dalam berpartisipasi membangun negara. Namun, justru pada saat ini dasar dari pancasila telah luntur bahkan kabur dari rakyat indonesia yang cenderung kini lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupsi di Indonesia.
Saat ini ajaran pancasila yang hakiki sama sekali tidak sesuai dengan arus modernisasi yang masuk ke indonesia, hal ini disebabkan oleh perkembangan ekonomi dunia yang cenderung kapitalistik, dimana hal tersebut tidak sesuai dengan ekonomi pancasila yang berasakan ekonomi kerakyatan. Permasalahan ideologi lainnya adalah datang dari masalah internal bangsa kita sendiri, sebagai contoh kejadian perselisihan antar suku bangsa, perselisihan antar kampung, tawuran antar pelajar, tawuran mahasiswa, konflik antar agama, bahkan sampai dengan konfik ambon yang meng-isukan konflik SARA, dan yang bahkan lebih parah lagi adalah beredar isu yaitu akan munculnya NII (Negara Islam Indonesia).
Permasalahan – permasalahan ini menunjukan bahwa usaha membangun kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa indonesia berdasarkan ideologi pancasila selama ini belum berhasil sepenuhnya. Hal ini tentu saja mengancam kesatuan negara Republik Indonesia. Dimana letak nilai dasar pancasila sebagai persatuan indonesia, jika masing masing suku, kelompok, atau organisasi mau membentuk kelompoknya sendiri dengan kepentingan golongan pula bahkan ada isu akan terbentuknya Negara islam Indonesia. Ini adalah potret tentang disintregrasi dan rekonsolidasi karena telah terjadi penyimpangan ajaran dan paham yang dianut oleh masing masing pihak.
Sekarang ini di abad ke 21, kita hidup di zaman yang global atau era globalisasi. Proses globalisasi yang menimbulkan tantangan dan ancaman bagi bangsa Indonesia dewasa ini adalah desakan konsumetisme yang melanda kehidupan bangsa bagaikan tsunami. Globalisasi membawa masyarakat dapat menyaksikan gedung-gedung menjulang dan hotel-hotel mewah. Globalisasi mendorong mereka untuk mengunjungi mal-mal yang penuh dengan barang-barang produk impor. Demikian juga dengan iklan-iklan televisi yang dibanjiri dengan produk-produk sehingga membawa pada sikap konsumerisme.
Saat ini Bangsa Indonesia dibuat sebagai “bangsa importir” yang terpaksa hidup dari barang-barang kebutuhan yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian masyarakat menjalani kehidupan yang palsu, karena masyarakat dibuat hidup mewah walaupun sebenarnya miskin, karena produk yang dikonsumsi buatan negara lain. Ancaman konsumerisme terletak dalam kenyataan bahwa kekuatan-kekuatan perusahaan ekonomi merupakan pemegang kekuatan global yang mampu menjadikan konsumerisme sebagai alat untuk mendatangkan keuntungan dengan mengeksploitasi kondisi bangsa-bangsa miskin yang bergantung kepada kekuatan-kekuatan ekonomi global tersebut. Dengan kata lain, konsumerisme menjadi alat untuk mempertahankan dominasi kekuatan ekonomi global terhadap bangsa-bangsa yang menderita.
Oleh karena itu, agar masyarakat dapat hidup bebas sesuai dengan jati dirinya sepatutnya bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukan. Yakni dengan menggalang kekuatan untuk mencegah konsumerisme dan ketergantungan tersebut dengan membuat bangsa berorientasi kepada kerja yang produktif. Ini berarti menumbuhkan etos kerja yang menjadi andalan masyarakat produktif. Melalui proses itu bangsa Indonesia akan menghargai hasil karyanya sendiri dan mempunyai kepercayaan diri karena atos kerja adalah wujud yang mencerminkan perkembangan dan peningkatan harkat bangsa sebagai manusia. Dengan meninggalkan bentuk kehidupan yang palsu dan semu itu, bangsa Indonesia akan kembali sebagai bangsa yang sadar akan harkatnya sendiri untuk mampu bersaing.
Tantangan berat yang harus dihadapi ke dalam adalah masalah mentalitas bangsa. Sikap-sikap yang melemahkan bangsa Indonesia seperti oportunis dan pragmatis yang melemahkan ketahanan bangsa dan merenggangkan solidaritas terhadap sesama. Sikap-sikap itu membuka lebar-lebar merajalelanya nafsu serakah di segala bidang, keserakahan untuk menguasai harta benda, untuk berkuasa dan untuk dihormati. Kondisi itu mendorong orang untuk berlaku tidak jujur, tidak adil, dan bahkan bertindak semena-mena dengan menyalahgunakan wewenang, menjalankan KKN, dan tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan dan kriminalitas.
Disposisi mental seperti itu membuat seseorang mudah berbohong, munafik, sanggup berkhianat terhadap sahabatnya, hingga tega menjual bangsa dan tanah airnya. Kondisi demikian memberi peluang yang makin besar bagi dominasi kelompok kepentingan global. Oleh karena itu untuk mengatasi keterpurukan bangsa dan membangun bangsa yang seutuhnya, kita perlu meningkatkan ketahanan budaya dan ketahanan pangan bangsa dan mengintegrasikannya melalui tindakan-tindakan komunikatif ke semua instituasi. Sehingga dengan ketahanan pangan, maka bangsa ini mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sedangkan ketahanan budaya akan menjadi benteng bagi derasnya budaya global yang tidak sesuai dengan budaya bangsa.\

DAFTAR PUSTAKA   :

Winarno, 2011. Judul Buku : Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan     Edisi Kedua. Penerbit PT Bumi Aksara : Jakarta.

https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf

https://asikbelajar.com/rumusan-pancasila/

https//satujam.com/

http//andiutami.blogspot.com/








Comments

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam