Istilah ideologi berasal
dari kata idea, yang artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita;
dan logos yang berarti
ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the science of ideas), atau ajaran
tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013:60-61). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan
sebagai kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang
memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga
diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu
golongan.
Ideologi dapat diartikan sebagai paham,
teori, dan tujuan yang merupakan satu program sosial politik
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:517). Dalam
pengertian tersebut, dapat ditangkap beberapa komponen penting dalam sebuah
ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan,
cara berpikir, program, sosial, dan politik. Sejarah konsep ideologi dapat ditelusuri jauh sebelum istilah
tersebut digunakan Destutt de Tracy pada penghujung abad
kedelapanbelas.
Tracy menyebut ideologi sebagai science of ideas, yaitu suatu
program yang diharapkan dapat membawa perubahan
institusional bagi masyarakat Perancis. Namun,
Napoleon mengecam istilah ideologi yang dianggapnya suatu khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal
semacam itu hanya impian belaka yang tidak akan
ditemukan dalam kenyataan (Kaelan, 2003: 113).
Jorge Larrain menegaskan bahwa konsep ideologi erat hubungannya dengan perjuangan pembebasan borjuis dari
belenggu feodal dan mencerminkan sikap pemikiran
modern baru yang kritis. Niccolo Machiavelli
(1460--1520) merupakan pelopor yang membicarakan persoalan yang secara langsung berkaitan dengan fenomena ideologi.
Machiavelli mengamati praktik politik para pangeran, dan mengamati pula
tingkah laku manusia dalam politik, meskipun ia
tidak menggunakan istilah “ideology” sama sekali. Ada
tiga aspek dalam konsep ideologi yang dibahas Machiavelli, yaitu agama, kekuasaan, dan dominasi. Machiavelli melihat
bahwa orang-orang sezamannya lebih dahulu memperoleh kebebasan, hal tersebut
lantaran perbedaan yang terletak dalam pendidikan yang
didasarkan pada perbedaan konsepsi keagamaan.
Machiavelli menengarai bahwa hampir tidak ada
orang berbudi yang memperoleh kekuasaan besar “hanya dengan
118 menggunakan
kekuatan yang terbuka dan tidak berkedok”, kekuasaan dapat dikerjakan dengan baik, hanya dengan tipuan. Machiavelli
melanjutkan analisisnya tentang kekuasaan
dengan mengatakan bahwa meskipun menjalankan
kekuasaan memerlukan kualifikasi yang baik, seperti menepati janji, belas kasihan, tulus ikhlas. Penguasa tidak perlu
memiliki semua persyaratan itu, tetapi dia harus
tampak secara meyakinkan memiliki kesemuanya itu
(Larrain, 1996: 9). Ungkapan Machiavelli tersebut dikenal dengan istilah adagium, “tujuan menghalalkan segala macam cara”.
Marx melanjutkan dan mengembangkan konsep ideologi
Machiavelli yang menonjolkan
perbedaan antara penampilan dan realita dalam pengertian baru. Ideologi bagi Marx, tidak timbul sebagai penemuan yang
memutar balik realita, dan juga tidak sebagai
hasil dari realita yang secara objektif gelap (kabur) yang menipu kesadaran pasif (Larrain, 1996: 43). Marx
mengandaikan bahwa kesadaran tidak menentukan
realitas, tetapi realitas material-lah yang menentukan
kesadaran. Realitas material itu adalah cara-cara produksi barang dalam kegiatan kerja (Hardiman, 2007: 241). Ideologi
timbul dari “cara kerja material yang terbatas”.
Hal ini memunculkan hubungan yang saling
bertentangan dengan berbagai akibatnya. Marx mengajarkan
bahwa tesis dari dialektika materialis yang
dikembangkannya adalah masyarakat agraris yang di dalamnya kaum feodal pemilik tanah sebagai kelas
penguasa dan petani penggarap sebagai kelas yang
tertindas. Antitesisnya adalah masyarakat
kapitalis, di dalamnya modal dikuasai oleh kaum borjuis penguasa, sedangkan pekerja atau proletar adalah kelas yang
tertindas. Sintesisnya adalah di dalam masyarakat komunis, tidak ada
lagi kelas penguasa (feodal/borjuis) dan yang dikuasai (proletar)
(Larrain, 1996: 43).
Tokoh
atau pemikir Indonesia yang mendefinisikan ideologi sebagai berikut:
a.
Menurut Sastrapratedja (2001: 43): ”Ideologi adalah
seperangkat gagasan/ pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir
menjadi suatu sistem yang teratur”.
b.
Menurut Soerjanto (1991: 47): “Ideologi adalah hasil refleksi
manusia berkat
kemampuannya menjaga jarak dengan dunia kehidupannya”.
c.
Menurut Mubyarto (1991: 239): ”Ideologi adalah sejumlah
doktrin, kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau suatu bangsa yang
menjadi pegangan dan pedoman kerja (atau perjuangan) untuk
mencapai tujuan masyarakat atau bangsa itu”. Selanjutnya, untuk melengkapi definisi tersebut perlu Anda
ketahui juga beberapa teori ideologi yang
dikemukakan oleh tokoh-tokoh pemikir ideologi sebagai berikut.
1) Martin Seliger:
Ideologi sebagai sistem kepercayaan.
Ideologi adalah
sekumpulan kepercayaan dan penolakan yang diungkapkan
dalam bentuk pernyataan yang bernilai serta dirancang untuk
melayani dasar-dasar permanen yang bersifat relatif bagi sekelompok orang.
Ideologi dipergunakan untuk membenarkan kepercayaan yang didasarkan
atas norma-norma moral dan sejumlah kecil pembuktian faktual dan
koherensi legitimasi yang rasional dari penerapan preskripsi teknik.
Hal tersebut dimaksudkan untuk menjamin atau
memastikan tindakan yang disetujui bersama untuk
pemeliharaan, pembentukan kembali, destruksi atau rekonstruksi dari suatu tatanan yang telah tersedia. Martin
Seliger, lebih lanjut menjelaskankan
bahwa ideologi sebagai sistem kepercayaan didasarkan pada dua hal, yaitu ideologi fundamental dan ideologi operatif
(Thompson, 1984:79). Ideologi fundamental meletakkan preskripsi moral pada
posisi sentral yang didukung oleh beberapa unsur,
yang meliputi: deskripsi, analisis, preskripsi
teknis, pelaksanaan, dan penolakan. Ideologi operatif meletakkan preskripsi teknis pada posisi sentral dengan unsur-unsur
pendukung, meliputi: deskripsi,
analisis, preskripsi moral, pelaksanaan, dan penolakan. Adapun perbedaan di antara kedua ideologi ini digambarkan sebagai
berikut (Thompson, 1984: 80). Kedua bentuk ideologi tersebut
mengandung konsekuensi yang berbeda dalam penerapannya.
2)
Alvin Gouldner: Ideologi sebagai Proyek Nasional
Gouldner mengatakan
bahwa ideologi merupakan sesuatu yang muncul dari
suatu cara baru dalam wacana politis. Wacana tersebut
melibatkan otoritas atau tradisi
atau retorika emosi. Lebih lanjut, Gouldner mengatakan bahwa ideologi harus dipisahkan dari kesadaran mitis dan religius,
sebab ideologi itu merupakan suatu
tindakan yang didukung nilai-nilai logis dan dibuktikan berdasarkan kepentingan sosial. Gouldner juga mengatakan
bahwa kemunculan ideologi itu tidak hanya dihubungkan dengan
revolusi komunikasi, tetapi juga dihubungkan dengan revolusi industri
yang pada gilirannya melahirkan kapitalisme (Thompson, 1984: 85-86).
3) Paul Hirst: Ideologi
sebagai Relasi Sosial
Hirst meletakkan
ideologi di dalam kalkulasi dan konteks politik. Hirst
menegaskan bahwa ideologi merupakan suatu sistem gagasan
politis yang dapat digunakan dalam perhitungan
politis. Lebih lanjut, Hirst menegaskan bahwa penggunaan
istilah ideologi mengacu kepada kompleks nir-kesatuan (non-unitary) praktik sosial dan sistem perwakilan yang mengandung
konsekuensi dan arti politis (Thompson, 1984:94-95).
Untuk lebih memperdalam pemahaman, berikut ini beberapa corak
ideologi.
a. Seperangkat prinsip dasar sosial politik yang menjadi
pegangan kehidupan sosial politik yang diinkorporasikan dalam dokumen resmi
negara.
b. Suatu pandangan hidup yang merupakan cara menafsirkan
realitas serta mengutamakan
nilai tertentu yang memengaruhi kehidupan sosial, politik, budaya.
c. Suatu model atau paradigma tentang perubahan sosial yang
tidak dinyatakan
sebagai ideologi, tetapi berfungsi sebagai ideologi, misalnya ideologi pembangunan.
d. Berbagai aliran pemikiran
yang menonjolkan nilai tertentu yang menjadi
pedoman gerakan suatu kelompok (Sastrapratedja, 2001: 45-46).
Fungsi ideologi sebagai
berikut:
a.
Struktur kognitif; keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi
landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia, serta
kejadiankejadian di lingkungan sekitarnya.
b.
Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna
serta menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang
menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang
untuk melangkah dan bertindak.
d.
Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya
e.
Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang
untuk menjalankan
kegiatan dan mencapai tujuan.
f.
Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami,
menghayati serta memolakan tingkah lakunya sesuai dengan
orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya (Soerjanto, 1991:
48).
Jenis
ideologi dunia sebagai berikut:
a.
Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi
dalam
perspektif evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama, penentu akhir
dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara produksi; kedua, proses
perubahan sosial bersifat dialektis.
b.
Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam
perspektif kebebasan
individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c. Sosialisme; suatu paham
yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan
seluruh masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d. Kapitalisme; suatu
paham yang memberi kebebasan kepada setiap
individu untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan
modal yang ia miliki (Sastrapratedja, 2001: 50 – 69).
Pengertian Pancasila Sebagai
Ideologi Negara adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila
menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara. Secara luas
Pengertian Pancasila Sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah visi atau arah
dari penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia ialah terwujudnya
kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan
kesatuan, berkerakyatan serta menjunjung tinggi nilai keadilan.
Ketetapan bangsa Indonesia mengenai pancasila sebagai
ideologi negara tercantum dalam ketetapan MPR No. 18 Tahun 1998 tentang
pencabutan dari ketetapan MPR No. 2 tahun 1978 mengenai Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Pada pasal 1 ketetapan MPR tersebut menyatakan bahwa pancasila sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan UUD 45 ialah dasar negara dari negara NKRI yang harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Dari ketetapan MPR
tersebut dapat kita ketahui bahwa di Indonesia kedudukan pancasila sebagai
ideologi nasional, selain kedudukannya sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi negara yang berarti sebagai cita-cita
bernegara dan sarana yang mempersatukan masyarakat perlu perwujudan yang
konkret dan operasional aplikatif, sehingga tidak hanya dijadikan slogan belaka.
Dalam ketetapan MPR No.18 dinyatakan bahwa pancasila perlu diamalkan dalam
bentuk pelaksanaan yang konsistem dalam kehidupan bernegara.
| Fungsi Pancasila Sebagai Ideologi Negara |
Fungsi Pancasila sebagai Ideologi Negara Indonesia adalah sebagai sarana
pemersatu masyarakat, sehingga dapat dijadikan prosedur penyelesaian konflik,
dapat kita telusuri dari gagasan para pendiri negara Indonesia tentang
pentingnya mencari nilai-nilai bersama yang dapat mempersatukan berbagai
golongan masyarakat di Indonesia.
Pada awal mulanya, konsep pancasila dapat dipahami sebagai common
platform atau platform bersama bagi berbagai ideologi
politik yang berkembang saat itu di Indonesia. Pancasila merupakan tawaran yang
dapat menjembatani perbedaan ideologis di kalangan anggota BPUPKI. Pancasila
dimaksudkan oleh Ir. Soekarno pada waktu itu yaitu sebagai asas bersama agar
dengan asas itu seluruh kelompok yang terdapat di negara Indonesia dapat
bersatu dan menerima asas tersebut.
Menurut Adnan Buyung Nasution, telah terjadi perubahan fungsi
pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila yang sebenarnya dimaksudkan
sebagai platform demokratis bagi semua golongan Indonesia.
Perkembangan doktrinal pancasila telah mengubahnya dari fungsi awal pancasila
sebagai platformbersama bagi ideologi politik dan aliran pemikiran
sesuai dengan rumusan pertama yang disampaikan oleh Soekarno menjadi ideologi
yang komprehensif integral. Ideologi Pancasila menjadi ideologi yang khas,
berbeda dengan ideologi lain.
Pernyataan Soekarno ini menjadi jauh berkembang
dan berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh Prof. Notonagoro.
Beliau melalui interprestasi filosofis memberi status ilmiah dan resmi tentang
ideologi bagi masyarakat Indonesia. Yang pada mulanya pancasila sebagai ideologi
terbuka sebuah konsensus politik, pancasila menjadi ideologi yang benar-benar
komprehensif. Interprestasi ini berkembang luas, masif bahkan monolitik pada
masa pemerintahan orde baru.
Pancasila dilihat dari sudut politik merupakan sebuah
konsensus politik, yaitu suatu persetujuan politik yang disepakati bersama oleh
berbagai golongan masyarakat di negara Indonesia. Dengan diterimanya pancasila
oleh berbagai golongan dan aliran pemikiran bersedia bersatu dalam negara
kebangsaan Indonesia. Dalam istilah politiknya, Pancasila merupakan common
platform, atau common denominator masyarakat Indonesia yang plural. Sudut
pandang politik ini teramat penting untuk bangsa Indonesia sekarang ini. Jadi,
sebenarnya perkembangan Pancasila sebagai doktrin dan pandangan dunia yang khas
tidak menguntungkan kalau dinilai dari tujuan mempersatukan bangsa.
Banyak para pihak sepakat bahwa pancasila sebagai ideologi
negara atau bangsa merupakan kesepakatan bersama, common platform dan
nilai integratif bagi bangsa Indonesia. Kesepakatan bersama bahwa pancasila
sebagai ideologi negara inilah yang harus kita pertahankan dan tumbuh
kembangkan dalam kehidupan bangsa yang plural ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka
makna pancasila sebagai ideologi negara Indonesia sebagai berikut :
(1) Nilai-nilai dalam pancasila dijadikan sebagai cita-cita
normatif dari penyelenggaraan bernegara di Indonesia.
(2) Nilai-nilai dalam pancasila merupakan nilai yang telah
disepakati bersama dan oleh karenanya menjadi salah satu sarana untuk
menyatukan masyarakat Indonesia.
Implementasi pancasila sebagai ideologi negara atau
nasional, sebagai berikut :
1. Perwujudan Pancasila Sebagai Cita-cita Bernegara
Perwujudan pancasila sebagai ideologi negara yang berarti
menjadi cita-cita penyelenggaraan bernegara terwujud melalui ketetapan MPR No.7
tahun 2001 mengenai Visi Indonesia Masa Depan. Dalam ketetapan tersebut
menyatakan bahwa Visi Indonesia Masa Depan terdiri atas 3 visi, yaitu :
– Visi ideal ialah cita-cita luhur bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksudkan dalam UUD 45 yaitu pada alinea kedua dan keempat.
– Visi antara, yaitu visi bangsa Indonesia pada tahun 2020
yang berlaku samapai dengan tahun 2020.
– Visi lima tahunan, yaitu sebagaimana dimaksudkan dalam
GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara).
Menurut Hamdan Mansoer, mewujudkan bangsa yang religius,
manusiawi, demokratis, bersatu, adil dan sejahtera pada dasarnya merupakan
upaya menjadikan nilai-nilai pancasila sebagai cita-cita bersama. Bangsa yang
demikian merupakan ciri dari masyarakat madani Indonesia. Sebagai suatu
cita-cita, nilai-nilai pancasila diambil dimensi idealismenya. Sebagai
nilai-nilai ideal, penyelenggaraan negara hendaknya berupaya bagaimana
menjadikan kehodupan bernegara Indonesia ini semakin dekat dengan nilai-nilai
ideal tersebut.
2. Perwujudan Pancasila Sebagai Kesepakatan atau Nilai
Integratif Bangsa
Nilai Integratif Perwujudan pancasila sebagai ideologi
negara yang berarti bahwa pancasila sebagai sarana pemersatu dan prosedur
penyelesaian konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara.
Nilai integratif pancasila mengandung makna bahwa pancasila dijadikan sebagai
sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian konflik. Masyarakat
Indonesia telah menerima pancasila sebagai sarana pemersatu, yang artinya
sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
disetujui sebagai milik bersama. Pancasila dijadikan semacam social
ethics dalam masyarakat yang heterogen.
Sumber Historis Tentang
Pancasila Sebagai Ideologi Pancasila
Ideologi
bermakna sebagai semua pandangan, nilai, cita-cita, dan keyakinan yang ingin
diwujudkan dalam kehidupan nyata. Ideologi dalam hal ini amat diperlukan, sebab
dianggap bisa membangkitkan kesadaran terhadap kemerdekaan.
Fungsi
ideologi sendiri yaitu membentuk identitas/ciri kelompok atau bangsa. Ideologi
mempunyai kecenderungan untuk “memisahkan” kita dari mereka. Ideologi berfungsi
mempersatukan “sesama” kita.
Ideologi
Pancasila merupakan nilai-nilai luhur budaya dan religius bangsa Indonesia.
Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi negara.
Jadi, Ideologi pancasila adalah kumpulan nilai-nilai atau norma yang
berdasarkan sila-sila pancasila.
A. Sumber
Historis
Pengertian
Historis/Sejarah
Sejarah adalah kejadian yang terjadi
pada masa lampau yang disusun berdasarkan peninggalan-peninggalan berbagai
peristiwa. Peninggalan peninggalan itu disebut sumber sejarah. Dalam bahasa
Inggris, kata sejarah disebut history, artinya masa lampau; masa lampau umat
manusia. Dalam bahasa Arab, sejarah disebut sajaratun (syajaroh), artinya pohon
dan keturunan. Jika kita membaca silsilah raja-raja akan tampak seperti gambar
pohon dari sederhana dan berkembang menjadi besar, maka sejarah dapat diartikan
silsilah keturunan raja-raja yang berarti peristiwa pemerintahan keluarga raja
pada masa lampau.
Ada tiga aspek dalam
sejarah, yaitu masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang. Masa lampau
dijadikan titik tolak untuk masa yang akan datang sehingga sejarah mengandung
pelajaran tentang nilai dan moral. Pada masa kini, sejarah akan dapat dipahami
oleh generasi penerus dari masyarakat yang terdahulu sebagai suatu cermin untuk
menuju kemajuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Peristiwa yang terjadi pada masa lampau akan memberi kita gambaran tentang
kehidupan manusia dan kebudayaannya di masa lampau sehingga dapat merumuskan
hubungan sebab akibat mengapa suatu peristiwa dapat terjadi dalam kehidupan
tersebut, walaupun belum tentu setiap peristiwa atau kejadian akan tercatat
dalam sejarah.
Sejarah terus
berkesinambungan sehingga merupakan rentang peristiwa yang panjang. Oleh karena
itu, sejarah mencakup masa lalu yang dilukiskan berdasarkan urutan waktu
(kronologis);
1. ada
hubungannya dengan sebab akibat;
2. kebenarannya
bersifat subjektif sebab masih dalam penelitian lebih lanjut untuk mencari
kebenaran yang hakiki;
3. peristiwa
sejarah menyangkut masa lampau, masa kini, dan masa yang akan datang.
Proses perumusan Pancasila diawali
ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr. Radjiman Widyodiningrat, mengajukan
suatu masalah, khususnya akan dibahas pada sidang tersebut. Masalah tersebut
adalah tentang suatu calon rumusan dasar negara Indonesia yang akan dibentuk.
Kemudian tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad
Yamin, Soepomo dan Soekarno.
A.
Rumusan dasar Negara yang diajukan oleh Muhammad Yamin yang diajukan pada
tanggal 29 Mei 1945.
1. Peri
kebangsaan
2. Peri
kemanusiaan
3. Peri
Ketuhanan
4. Peri
kerakyatan
5. Kesejahteraan
rakyat
B.
Rumusan dasar Negara yang diajukan oleh Mr. Soepomo tanggal 31 Mei 1945.
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan
lahir dan batin
4. Musyawarah
5. Keadilan
rakyat
C.
Rumusan dasar Negara yang diajukan oleh Ir. Soekarno, Tgl. 1 Juni 1945!
1. Kebangsaan
Indonesia
2. Internasionalisme
atau peri kemanusiaan
3. Mufakat atau
demokrasi
4. Kesejahteraan
sosial
5. Ketuhanan
yang berkebudayaan
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam
sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato secara lisan (tanpa teks) mengenai calon
rumusan dasar negara Indonesia. Kemudian untuk memberikan nama “Pancasila” yang
artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno atas saran dari salah seorang
temannya yaitu seorang ahli bahasa yang tidak disebutkan namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kemudian keesokan harinya tanggal 18
Agustus 1945 disahkannya Undang-Undang Dasar 1945 termasuk Pembukaan UUD 1945
di mana didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip atau lima prinsip sebagai
satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak
saat itulah perkataan Pancasila menjadi bahasa Indonesia dan merupakan istilah
umum. Walaupun dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah
“Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik Indonesia adalah
disebut dengan istilah “Pancasila”. Hal ini didasarkan atas interpretasi
historis terutama dalam rangka pembentukan calon rumusan dasar negara, yang
secara spontan diterima oleh peserta sidang secara bulat.
Dengan demikian, berdasarkan
keterangan yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa Pancasila memilki landasan historis yang kuat. Secara
histories, sejak zaman kerajaan unsur Pancasila sudah muncul dalam
kehidupan bangsa kita. Agar nilai-nilai Pancasila selalu melekat dalam
kehidupan bangsa Indonesia, maka . nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara.
Sebagai sebuah dasar Negara, Pancasila harus selalu dijadikan acuan dalam
bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Semua
peraturan perundang-undangan yang ada juga tidak boleh bertentangan dengan
nilai-nilai Pancasila
Sumber Sosiologi
Pancasila sebagai Ideologi Negara
A.
Pengertian Sosiologi
Secara
etimologis, sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu kata socius yang berarti teman atau kawan dan kata logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi dapat diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang teman atau interaksi individu dalam
masyarakat.
Sedangkan
pengertian sosiologi menurut para ahli yaitu:
1. Aguste
Comte
Menurut
Aguste Comte, sosiologi merupakan sebuah studi positif mengenai hukum-hukum
dasar dari berbagai macam gejala sosial yang dibedakan menjadi sosiologi
dinamis dan statis.
2. Roucek
dan Warren
Menurut
Roucek dan Warren, sosiologi adalah sebuah ilmu yang membahas hubungan antara
seorang individu atau kelompok.
3. Pitirim
A Sorolokin
Menurut
pendapat Pitirim, sosiologi adalah ilmu yang membahas hubungan dan segala
pengaruh timbal balik diantara berbagai macam gejala sosial.
4. Emile
Durkhem
Menurut
beliau, sosiologi merupakan sebuah ilmu yang membahas segala fakta sosial,
yaitu fakta yang terdapat cara bertindak, berperasaan, berpikir yang berada
pada luar individu di mana setiap fakta tersebut mempunyai kekuatan untuk
mengendalikan individu.
5. Selo
Sumardja dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi
adalah ilmu kemasyarakatan yang membahas tentang struktur sosial dan segala
proses sosial dan juga perubahan sosial.
6. Max
Weber
Menurut
Max, sosiologi ialah ilmu yang membahas mengenai pemahaman tindakan-tindakan
sosial.
B.
Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Ideologi Negara
Unsur-unsur sosiologis yang menjadi
sumber Pancasila sebagai ideologi negara diantaranya yaitu:
1) Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai yang terkandung dalam sila pertama Pancasila ini
dapat ditemukan pada kehidupan beragama masyarakat Indonesia dalam bentuk
kepercayaan terhadap kekuatan Tuhan atau kekuatan gaib, serta ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
2) Sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai dalam sila kedua Pancasila ini dapat
ditemukan dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang saling menghargai dan
menghormati hak-hak orang lain dengan tidak berlaku sewenang-wenang pada
individu lain.
3) Sila
Persatuan Indonesia, nilai pada sila ini
dapat ditemukan pada sikap solidaritas, gotong-royong, membela dan menjunjung
tinggi sikap patriotisme serta rasa cinta tanah air masyarakat Indonesia yang
dapat diwujudkan dengan sikap mencintai produk dalam negeri, dan lain-lain.
4) Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, nilai dalam sila keempat Pancasila ini dapat ditemukan dalam sikap
saling menghargai pendapat orang lain dan mengambil keputusan dengan cara
bermusyawarah.
5) Sila
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, nilai yang terkandung pada sila
terakhir dari Pancasila ini terdapat pada sikap suka tolong-menolong dan
berlaku adil dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban yang dimiliki oleh
tiap individu.
Masyarakat
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dengan keragaman ras, etnik, agama,
bahasa dan budaya. Oleh karena itu, bangsa Indonesia membutuhkan ideologi
pemersatu yaitu Pancasila. Pancasila disebut ideologi pemersatu bangsa karena
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bukan hanya hasil konseptual para
tokoh perumus pancasil saja, melainkan nilai-nilai tersebut berasal dari
nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Dengan kata
lain, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila berasal dari kehidupan
sosiologis masyarakat Indonesia.
Sumber Politik Pancasila sebagai Ideologi Negara
A.
Pengertian Politis
Politik
(dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari, untuk, atau yang berkaitan
dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam
masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya
dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai
definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
Poloitik
adalah suatu system pemerintahan yang mengatur segala structural di dalamnya.
Dalam membuat kebijakan politik harus ada aturan yang mengatur hal tersebut
supaya selalu dalam jalur yang telah di tentukan.
Politik
adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun
nonkonstitusional.
Di samping itu politik juga dapat
ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:
- Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
- Politik adalah hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan dan negara
- Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
- Politik adalah segala sesuatu tentang proses
perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.
Dalam konteks memahami politik perlu
dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem
politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak
kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
A.
Nilai-nilai Pancasila Sebagai
Ideologi Politik
- Nilai
Ketuhanan (Realigiusitas)
Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu
dengan sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan
mulia. Memahami Ketuhahan sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan
masyarakat yang beketuhanan, yakni membangun masyarakat Indonesia yang
memiliki jiwa maupun semangat untuk mencapai ridlo Tuhan dalam setiap
perbuatan baik yang dilakukan.
- Nilai
Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran
tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan, setiap manusia mempunyai
potensi untuk menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab.
- Nilai
Persatuan (kebangsaan) Indonesia.
Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran Indonesia
dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa Indonesia
hadir untuk mewujudkan kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari Sabang
sampai Marauke.
- Nilai
Permusyawaratan dan Perwakilan
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan hidup berdampingan dengan
orang lain, dalam interaksi itu biasanya terjadi kesepakatan, dan saling
menghargai satu sama lain atas dasar tujuan dan kepentingan bersama.
Prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita utama untuk membangkitkanbangsa
Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam dunia modern.
- Nilai
Keadilan Sosial
Nilai keadilan adalah nilai menjunjung norma berdasarkan ketidak
berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal.
Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
cita-cita bernegara dan berbangsa. bermakna mewujudkan keadaan masyarakat
yang bersatu secara organik, dimana mempunyai kesempatan yang sama untuk
tumbuh dan berkembang serta belajar.
- Perkembangan
Pancasila Sebagai Ideologi Politik Sampai Sekarang
Memang dalam kondisi kehidupan politik kita sekarang ini banyak diantara
kita, antara lain dikalangan mereka yang memegang kekuasaan, yang tidak
berkenan untuk mengakui kesenjangan antara nilai-nilai dasar ideologi kita
dengan praktek kehidupan perpolitikan sehari-hari. Secara empiris di
lapangan praktek kehidupan perpolitikan masih jauh dari, dan kadang-kadang
mungkin ada yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam Pancasila dan UUD 1945. Keinginan agar kehidupan politik kita lebih
terbuka dan lebih demokratis merupakan salah satu ukuran yang dapat kita
pakai buat mengetahui kehadiran kesenjangan tersebut. Soalnya sekarang
ialah apakah kita semua, termasuk yang berkuasa, memiliki kemauan politik
yang kuat untuk memperbaiki kesenjangan itu.
- Contoh Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Dalam
Bidang Politik
Dalam bidang politik, kita harus
mewujudkan perilaku, antara lain:
- menghindari sikap dan perilaku yang memaksakan
pendapat dan ingin menang sendiri;
- penyelenggara negara dan warga negara mewujudkan
nilai ke tuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, serta kerakyatan dan ke adilan
dalam kehidupan seharihari;
- menghindari sikap menghalang-halangi orang yang
akan ber partisipai dalam kehidupan demokrasi;
- meyakini bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
sebagai nilai yang ter baik dan sesuai untuk bangsa Indonesia serta tidak
meleceh kannya.
DINAMIKA
DAN TANTANGAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA
1. Dinamika pancasila sebagai ideologi negara
Dinamika secara umum adalah
suatu proses pergerakan yang mengalami pasang surut. Sedangkan Dinamika
Pancasila sebagai Ideologi Negara dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan
adanya pasang surut dalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Dinamika pancasila
sebagai ideologi negara dapat digolongkan menjadi tiga masa yaitu masa orde
lama, masa orde baru, dan masa reformasi.
A. Dinamika Pancasila pada Orde Lama
Pada masa Orde lama, Pancasila
dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi
oleh tajamnya konflik ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan
dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam
suasana transisional dari masyarakat terjajah(inlander) menjadi masyarakat
merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila
terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang
berbeda-beda pada masa orde lama. Pada masa ini , hegemoni komunisme yang
mendasarkan pertentangan telah menguasai politik indonesia sejak 1959.
Kepribadian rakyat yang religius
semakin dikaburkan oleh ideologi komunisme yang dimotori PKI
dan sub-organisasinya. Pada tahun 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja
menjadi masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui
pemberontakan di Madiun tahun 1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara
dengan dasar islam.Anehnya bahwa PKI secara tiba-tiba dapat
menjadi organisasi yang sangat besardan dapat menguasai, mengatur dan
mendominasi kehidupan politik Indonesia. Dalam sejarah disebutkan bahwa
pemerintah orde lama waktu itu membentuk front nasiaonal serta menerapkan
metode dialektis pertentangan kelas , yang itu telah lama diterapkan oleh
penganut komunisme. Golongan revolusioner yang dimana PKI menyatakan diri
sebagai golongan ini dan Golongan kontra revolusioner pada 1950-1959.
Pada tahun 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi
terpimpin. Demokrasibukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin
adalah nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden
Soekarno. Presiden dinobatkan menjadi
Pemimpin besar revolusi seumur hidupnya. . Akibatnya Soekarno menjadi
otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup, politik konfrontasi,
menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata tidak cocok bagi
NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat yang tidak lagi
hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain. Dalam mengimplentasikan Pancasila, Bung Karno
melakukan pemahaman Pancasila dengan paradigma yang disebut USDEK. Untuk
memberi arah perjalanan bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD
45, sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin,ekonomi terpimpin dan
kepribadian nasional . Terjadilah
berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi Pancasila
terus menerus dipisahkan, diperas menjadi ‘Tri Sila’, bahkan sampai menjadi
‘Eka Sila’ yaitu ‘Gotong Royong’, yang mana gotong royong sendiri menjadi
istilah yang popular bagi massa pendukung PKI. Tetapi bila esensi Pancasila
menjadi Eka Sila, maka sila ketuhanan yang Maha Esa menjadi hilang. Hal ini
menjadi sangat sesuai dengan ideologi komunisme yaitu atheis atau anti Tuhan.
Oleh karena dasar demokrasi yang
demikian, maka dalam Negara pada pemerintahan Orde lama tidak meletakkan
kekuasaan pada rakyat sebagaimana tercantum dalam sila keempat Pancasila,
melainkan praktek otoritarianisme dan dalam Negara dibentuklah doktrin- doktrin
yang harus ditaati oleh rakyat seperti Manipol Usdek, nasakom dan sebagainya
yang tidak serasi karena ada unsur pemaksaan, ideologi komunis seperti pada
Nasakom yang merupakan singkatan dari ‘Nasional, Agama dan Komunis’. Agama yang
mengajarkan ketuhanan tentu saja tidak bias digabungkan oleh komunis yang tidak
percaya terhadap Tuhan.Namun setelah pengkhianatan PKI pada G30 S, bangsa
Indonesia dapat menumpaskan PKI.
B. Dinamika Pancasila pada Masa Orde Lama
Masa Orde Baru berlangsung mulai dari 11
Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998. Pada masa orde baru, Implementasi
pancasila tidak beda jauh dengan masa orde lama. Hanya saja jauh lebih rapi dan
sistematis bahkan berhasil menguasai sistem politik di Indonesia. Pemberontakan
PKI dijadikan tolak ukur dan sarana untuk melumpuhkan lawan-lawan politik yang
tidak sesuai dengan pancasila dan pemerintahan orde baru.
Kenyataannya, kekuasaan rakyat melemah
dan sebaliknya kekuasaan pemerintah menjadi lebih kuat bahkan bersifat otoriter.
Ditambah lagi penguasa orde baru selalu menanamkan kekuasaan ‘satus quo’ dengan
mengembangkan jargon-jargon semacam: “Politik no, Pembangunan yes”, “Akselerasi
Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun”, “Monoloyalitas bagi Pegawai Negeri Sipil”
serta jargon-jargon lainnya.
Pancasila yang merupakan sumber
pelaksanaan demokrasi, pada orde baru malah menjadi alat membrantas demokrasi.
Segala perbedaan ditekan untuk membantu pemerintahan, pendapat-pendapat baik
melalui lisan maupun media dibungkam, aktivis-aktivis, tokoh dan para mahasiswa
dipenjarakan atas tuduhan yang tidak bermoral. Penyimpangan Pancasila pada Masa
Orde Lama Penyimpangan-penyimpangan di era Orde Lama itu antara lain:
1. Presiden
membubarkan DPR hasil pemilihan umum 1955 dan membentuk DPR Gotong Royong. Hal
ini dilakukan karena DPR menolak rancangan pendapaan dan belanja Negara yang
diajukan pemerintah.
2. Pimpinan
lembaga-lembaga Negara diberi kedudukan sebagai menteri-menteri Negara yang
berarti menempatkannya sebagai pembantu presiden.
3. Kekuasaan
presiden melebihi wewenang yang ditetapkan didalam UUD 1945. Hal ini terbukti
dengan keluarnya beberapa keputusan presiden sebagai produk hukum yang
setingkat dengan UUD tanpa persetujuan DPR. Penetapan ini antara lain meliputi
hal- hal sebagai berikut:
a. Penyederhanaan
kehidupan partai-partai politik dengan dikeluarkannya Penetapan Presiden nomor
7 tahun 1959.
b. Pembentukan
Front Nasional dengan Penetapan Presiden nomor 13 tahun 1959.
c. Pengangkatan
dan pemberhentian anggota-anggota MPRS, DPA dan MA oleh presiden.
d. Hak
budget DPR tidak berjalan karena pemerintah tidak mengajukan rancangan
undang-udang APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
C. Dinamika Pancasila pada Masa Revormasi
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap
Orde Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde
yang juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru.
Hak-hak rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran
rakyat bawah. Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan
partai politik, LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik
daripada masa Orba. Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan
pemerintahan dan kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang
sosial budaya, disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat
memacu kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat
primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan
antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa
menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan
kekerasan.
Kondisi nyata saat ini yang dihadapi adalah munculnya ego
kedaerahan dan primordialisme sempit, munculnya indikasi tersebut sebagai salah
satu gambaran menurunnya pemahaman tentang Pancasila sebagai suatu ideologi,
dasar filsafati negara, azas, paham negara. Padahal seperti diketahui Pancasila
sebagai sistem yang terdiri dari lima sila (sikap/ prinsip/pandangan hidup) dan
merupakan suatu keutuhan yang saling menjiwai dan dijiwai itu digali dari
kepribadian bangsa Indonesia yang majemuk bermacam etnis/suku bangsa, agama dan
budaya yang bersumpah menjadi satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa
persatuan, sesuai dengan sesanti Bhineka Tunggal Ika.
Menurunnya rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama
warga bangsa saat ini adalah yang ditandai dengan adanya konflik dibeberapa
daerah, baik konflik horizontal maupun konflik vertikal, seperti halnya yang
masih terjadi di Papua,Maluku. Berbagai konflik yang terjadi dan telah banyak
menelan korban jiwa antar sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat,
seolah-olah wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang
lebih mengutamakan kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah
memiliki empat Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah.
Pada era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila
secara formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya
sebatas pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi arus globalisasi dan
arus demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi
tidak tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan
pentingnya Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
2. Tantangan Pancasila sebagai
Ideologi Negara
Apakah rakyat mampu mempertahankan ideologi yaitu pancasila ditengah tengah
ideologi atau paham besar dunia seperti Kapitalisme, Sosialisme, liberalisme,
individualisme, pragmatisme, hedonisme dan ideologi lainnya yang datang dari
luar negeri. Sebagai bangsa indonesia harus tetap berpegang teguh dan
menjunjung tinggi nilai nilai yang terkandung dalam pancasila. Jangan sampai
nilai dasar tersebut harus luntur atau bahkan terganti karena ideologi yang
berganti pula. Ideologi negara seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh
elemen bangsa indonesia khusunya para negarawan, para politisi, pelaku ekonomi
serta masyarakat dalam berpartisipasi membangun negara. Namun, justru pada saat
ini dasar dari pancasila telah luntur bahkan kabur dari rakyat indonesia yang cenderung
kini lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongan. Hal ini dapat dilihat
dari banyaknya kasus korupsi di Indonesia.
Saat ini ajaran pancasila yang hakiki sama sekali tidak sesuai dengan arus
modernisasi yang masuk ke indonesia, hal ini disebabkan oleh perkembangan
ekonomi dunia yang cenderung kapitalistik, dimana hal tersebut tidak sesuai
dengan ekonomi pancasila yang berasakan ekonomi kerakyatan. Permasalahan
ideologi lainnya adalah datang dari masalah internal bangsa kita sendiri, sebagai
contoh kejadian perselisihan antar suku bangsa, perselisihan antar kampung,
tawuran antar pelajar, tawuran mahasiswa, konflik antar agama, bahkan sampai
dengan konfik ambon yang meng-isukan konflik SARA, dan yang bahkan lebih parah
lagi adalah beredar isu yaitu akan munculnya NII (Negara Islam Indonesia).
Permasalahan – permasalahan ini menunjukan bahwa usaha membangun
kebersamaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa indonesia berdasarkan ideologi
pancasila selama ini belum berhasil sepenuhnya. Hal ini tentu saja mengancam
kesatuan negara Republik Indonesia. Dimana letak nilai dasar pancasila sebagai
persatuan indonesia, jika masing masing suku, kelompok, atau organisasi mau
membentuk kelompoknya sendiri dengan kepentingan golongan pula bahkan ada isu
akan terbentuknya Negara islam Indonesia. Ini adalah potret tentang
disintregrasi dan rekonsolidasi karena telah terjadi penyimpangan ajaran dan
paham yang dianut oleh masing masing pihak.
Sekarang ini di abad ke 21, kita hidup di zaman yang global atau era globalisasi.
Proses globalisasi yang menimbulkan tantangan dan ancaman bagi bangsa Indonesia
dewasa ini adalah desakan konsumetisme yang melanda kehidupan bangsa bagaikan
tsunami. Globalisasi membawa masyarakat dapat menyaksikan gedung-gedung
menjulang dan hotel-hotel mewah. Globalisasi mendorong mereka untuk mengunjungi
mal-mal yang penuh dengan barang-barang produk impor. Demikian juga dengan
iklan-iklan televisi yang dibanjiri dengan produk-produk sehingga membawa pada
sikap konsumerisme.
Saat ini Bangsa Indonesia dibuat sebagai “bangsa importir” yang terpaksa
hidup dari barang-barang kebutuhan yang berasal dari luar negeri. Dengan
demikian masyarakat menjalani kehidupan yang palsu, karena masyarakat dibuat
hidup mewah walaupun sebenarnya miskin, karena produk yang dikonsumsi buatan
negara lain. Ancaman konsumerisme terletak dalam kenyataan bahwa
kekuatan-kekuatan perusahaan ekonomi merupakan pemegang kekuatan global yang
mampu menjadikan konsumerisme sebagai alat untuk mendatangkan keuntungan dengan
mengeksploitasi kondisi bangsa-bangsa miskin yang bergantung kepada
kekuatan-kekuatan ekonomi global tersebut. Dengan kata lain, konsumerisme
menjadi alat untuk mempertahankan dominasi kekuatan ekonomi global terhadap
bangsa-bangsa yang menderita.
Oleh karena itu, agar masyarakat dapat hidup bebas sesuai dengan jati
dirinya sepatutnya bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukan. Yakni dengan
menggalang kekuatan untuk mencegah konsumerisme dan ketergantungan tersebut
dengan membuat bangsa berorientasi kepada kerja yang produktif. Ini berarti
menumbuhkan etos kerja yang menjadi andalan masyarakat produktif. Melalui
proses itu bangsa Indonesia akan menghargai hasil karyanya sendiri dan
mempunyai kepercayaan diri karena atos kerja adalah wujud yang mencerminkan
perkembangan dan peningkatan harkat bangsa sebagai manusia. Dengan meninggalkan
bentuk kehidupan yang palsu dan semu itu, bangsa Indonesia akan kembali sebagai
bangsa yang sadar akan harkatnya sendiri untuk mampu bersaing.
Tantangan berat yang harus dihadapi ke dalam adalah masalah mentalitas
bangsa. Sikap-sikap yang melemahkan bangsa Indonesia seperti oportunis dan
pragmatis yang melemahkan ketahanan bangsa dan merenggangkan solidaritas
terhadap sesama. Sikap-sikap itu membuka lebar-lebar merajalelanya nafsu serakah
di segala bidang, keserakahan untuk menguasai harta benda, untuk berkuasa dan
untuk dihormati. Kondisi itu mendorong orang untuk berlaku tidak jujur, tidak
adil, dan bahkan bertindak semena-mena dengan menyalahgunakan wewenang,
menjalankan KKN, dan tidak segan-segan melakukan tindakan kekerasan dan
kriminalitas.
Disposisi mental seperti itu membuat seseorang mudah berbohong, munafik,
sanggup berkhianat terhadap sahabatnya, hingga tega menjual bangsa dan tanah
airnya. Kondisi demikian memberi peluang yang makin besar bagi dominasi
kelompok kepentingan global. Oleh karena itu untuk mengatasi keterpurukan
bangsa dan membangun bangsa yang seutuhnya, kita perlu meningkatkan ketahanan
budaya dan ketahanan pangan bangsa dan mengintegrasikannya melalui tindakan-tindakan
komunikatif ke semua instituasi. Sehingga dengan ketahanan pangan, maka bangsa
ini mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Sedangkan ketahanan budaya akan
menjadi benteng bagi derasnya budaya global yang tidak sesuai dengan budaya
bangsa.\
DAFTAR PUSTAKA :
Winarno,
2011. Judul Buku : Paradigma Baru
Pendidikan Kewarganegaraan Edisi Kedua.
Penerbit PT Bumi Aksara : Jakarta.
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
https://asikbelajar.com/rumusan-pancasila/
https//satujam.com/
http//andiutami.blogspot.com/
Comments
Post a Comment