Kritik Terhadap Fenomenologi
Sebagai suatu metode keilmuan, fenomenologi dapat mendeskripsikan fenomena
sebagaimana adanya dengan tidak memanipulasi data. Aneka macam teori dan
pandangan yang pernah kita terima sebelumnya dalam kehidupan sehari-hari, baik
dari adat, agama, ataupun ilmu pengetahuan dikesampingkan untuk mengungkap
pengetahuan atau kebenaran yang benar-benar objektif.
Selain itu, fenomenologi memandang objek kajiannya sebagai kebulatan yang utuh,
tidak terpisah dari objek lainnya. Dengan demikian fenomenologi menuntut
pendekatan yang holistik, bukan pendekatan partial, sehingga diperoleh
pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati. Hal ini menjadi suatu
kelebihan pendekatan fenomenologi, sehingga banyak dipakai oleh ilmuwan-ilmuwan
dewasa ini, terutama ilmuwan sosial, dalam berbagai kajian keilmuan mereka
termasuk bidang kajian agama.
Dibalik kelebihan-kelebihannya, fenomenologi sebenarnya juga tidak luput dari
berbagai kelemahan. Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang
murni objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik dari
adat, agama, ataupun ilmu pengetahuan, merupakan sesuatu yang absurd. Sebab
fenomenologi sendiri mengakui bahwa ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak bebas
nilai (value-free), tetapi bermuatan nilai (value-bound). Hal ini dipertegas
oleh Derrida, yang menyatakan bahwa tidak ada penelitian yang tidak
mempertimbangkan implikasi filosofis status pengetahuan. Kita tidak dapat lagi
menegaskan objektivitas atau penelitian bebas nilai, tetapi harus sepenuhnya
mengaku sebagai hal yang ditafsirkan secara subjektif dan oleh karenanya status
seluruh pengetahuan adalah sementara dan relatif. Sebagai akibatnya, tujuan
penelitian fenomenologis tidak pernah dapat terwujud.
Selanjutnya, fenomenologi memberikan peran terhadap subjek untuk ikut terlibat
dalam objek yang diamati, sehingga jarak antara subjek dan objek yang diamati
kabur atau tidak jelas. Dengan demikian, pengetahuan atau kebenaran yang
dihasilkan cenderung subjektif, yang hanya berlaku pada kasus tertentu, situasi
dan kondisi tertentu, serta dalam waktu tertentu. Dengan ungkapan lain,
pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan tidak dapat digenaralisasi.
Penutup
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa fenomenologi merupakan
suatu metode analisa juga sebagai aliran filsafat, yang berusaha memahami
realitas sebagaimana adanya dalam kemurniannya. Terlepas dari kelebihan dan
kekurangannya, fenomenologi telah memberikan kontribusi yang berharga bagi
dunia ilmu pengetahuan. Ia telah mengatasi krisis metodologi ilmu pengetahuan,
dengan mengembalikan peran subjek yang selama ini dikesampingkan oleh paradigma
positivistik – saintistik.
Fenomenologi berusaha mendekati objek kajiannya secara kritis serta pengamatan
yang cermat, dengan tidak berprasangka oleh konsepsi-konsepsi manapun
sebelumnya. Oleh karena itu, oleh kaum fenomenolog, fenomenologi dipandang
sebagai rigorous science (ilmu yang ketat). Hal ini tampaknya sejalan dengan
‘prinsip’ ilmu pengetahuan, sebagaimana dinyatakan J.B Connant, yang dikutip
oleh Moh. Muslih, bahwa: “The scientific way of thinking requires the habit of
facing reality quite unprejudiced by and any earlier conceptions. Accurate
observation and dependence upon experiments are guiding principles.”
DAFTAR PUSTAKA
Adian, Donny Gahral, 2001, Matinya Metafisika Barat, Jakarta: komunitas Bambu.
Bagus, Lorens, 1996, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia.
Connolly, Peter, (Ed.), 2002, Approaches to the Study of Religion, Terj. Imam
Khoiri, Aneka Pendekan Studi Agama, Yogyakarta: LkiS.
Delgaauw, Bernard, 2001, Filsafat Abad 20, terj. Soejono Soemargono,
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Ghazali, Adeng Muchtar, 2005, Ilmu Studi Agama, Bandung: Pustaka Setia.
Kasiram, Moh., 2003, Strategi Penelitian Tesis Program Magister by Research,
Malang: Program Pascasarjana UIIS Malang.
Muslih, Moh., 2005, Filsafat Ilmu: Kajian Atas Asumsi Dasar, Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Belukar.
Sills, David L., (Ed.), 1968, International Encyclopedia of the Social
Sciences, London: Crowell Collier & Macmillan, Inc.
Sutrisno, FX. Mudji , dan F. Budi Hardiman, (Eds.), 1992, Para Filsuf Penentu
Gerak Zaman, Yogyakarta: Kanisius.
Comments
Post a Comment