Principles Of Semantic Analysis
Semantic
secara bahasa berasal dari bahasa Yunani, semantikos. Yang berarti
memberi tanda, penting, dari kata sema, tanda. Semantic merupakan cabang
dari linguistic yang mempelajari makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode,
atau jenis representasi lain. Semantic biasanya dikontraskan dengan dua aspek
dari ekspresi makna: sintaksis, pementukan simbol kompleks dari simbol yang
lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh agen atau
komunitas pada suatu kondisi atau konteks tertentu. Semantic merupakan bagian
dari tradisi Semiotik. Semiotic berbicara mengenai bagaimana tanda-tanda
berhubungan dengan yang ditunjuknya (apa yang ditunjuk tanda).
Kajian
semantic dalam penafsiran al-Qur’an diawali dengan munculnya tokoh Toshihiko
Izutsu. Analisis semantik ia gunakan dalam menelisik kosa kata Al-Quran yang
terkait dengan beberapa persoalan yang kongkrit. Maksud analisis semantik di
sini adalah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa yang mengantarkan
pada pengertian konseptual weltanschauung (pandangan dunia)
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Sehingga, bahasa tidak hanya
sebagai alat berkomunikasi dan berfikir, tetapi lebih penting lagi sebagai
pengonsep dan penafsir dunia yang melingkupinya.
Bagi Izutsu,
analisa semantik terhadap al-Quran dimulai dengan memilih kata kunci dari vocabulary
al-Qur’an yang di anggap merupakan
struktur konseptual dari dasar makna Qurani. Kata kunci merupakan kata
yang sangat menentukan dalam keseluruhan suatu sistem. Analisa terhadap kata
kinci bertujuan untuk mengungkap pemahaman konseptual.
Kajian
tersebut–pendekatan semantic Toshihiko Izutsu dalam menafsirkan al-Qur’an-
sudah banyak dibicarakan kalangan akademisi ilmu tafsir. Pendekatan
semantik dalam menafsirkan al-Qur’an lebih nampak pada pemaknaan yang
mereposisikan teks al-Qur’an pada tekstualitas dan kontekstualitasnya.
Selanjutnya semantik sebagai bagian dalam ilmu kebahasaan memberikan daya
tambah terhadap dimensi bahasa dan makna yang terkandung dalam al-Qur’an.
Toshihiko Izutsu lebih jauh mengglobalkan pemaknaan al-Qur’an dalam dimensi
makna dasar dan makna relasional. Analisa ini mempunyai kecenderungan pemaknaan
yang sangat luas dari segala dimensi pembentukan ayat-ayat al-Qur’an. Satu sisi
semantik memang memiliki daya teori yang mampu mengungkap makna teks yang lebih
tanyeng. Ini membuktikan bahwa antara semantik dan al-Qur’an sama-sama memiliki
karakteristik penganalisisan. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang membawa
segala simbol yang menyertai teksnya, baik secara idiologi, kesejarahan, norma,
dan segala segmen kehidupan kemanusiaan yang terkandung dalam al-Qur’an.
Sedangkan semantik secara disiplin keilmuan membentangkan analisa teks yang
sangat khusus sebagai ilmu bantu bahasa. Izutsu mengungkapkan bahwa sejatinya
ajaran al-Quran itu ditakdirkan berkembang, tidak hanya sebagai suatu agama
belaka, tapi juga suatu kebudayaan dan peradaban.
Menurut Izutsu, untuk memahami teks-teks al-Quran dapat dilakukan melalui
tiga tahap. Tahap pertama adalah dengan memilih istilah-istilah kunci (key
word) dari al-Quran sesuai dengan bahasan yang dimaksud. Tahap kedua adalah
menentukan makna dasar (basic meaning) dan makna nasabi (relational
meaning). Tahap ketiga adalah menyimpulkan dan menyatukan konsep-konsep
tersebut dalam satu kesatuan.
Ada berbagai cara bagi seseorang untuk mengetahui arti sebuah kata asing,
yang paling sederhana dan paling umum tapi
sayangnya kurang sekali dapat diandalkan, adalah
dengan mengatakan dalam bahasa orang itu sendiri dengan kata yang sama artinya. Dalam al-Quran kita memiliki banyak sekali contoh yang serupa mengenai
penggunaan kata yang sama. Dengan mengumpulkannya ke dalam satu tempat,
membanding-bandingkannya, memeriksa kata tersebut dengan kata lainnya, maka
akan diperoleh definisi kata dengan benda yang asli dari kata Arab ini.
Menurut
penulis buku, ada tujuh kasus yang menjadi kepentingan strategi dalam metode
analisis semantik dalam menganalisa tentang istilah kunci etika religious dalam
al-Qur’an, yaitu:
1)
Kasus yang paling sederhana
dimana sebuah ayat yang merupakan kejadian secara semantic relevan apabila
makna yang tepat dijelaskan secara kongkret dalam konteksnya dengan cara
deskripsi verbal, inilah yang disebut dengan istilah devinsi kontekstual.
2)
Untuk tujuan analisis, perlu
memperhatikan dengan seksama nilai sinonim pada kata.
3)
Menyebutkan kasus dimana
struktur semantik dari suatu istilah tertentu dijelaskan dengan lawan kata.
4)
Sebagai sub-class khusus kelompok yang
terakhir, penulis buku ingin menyebutkan kasus tersebut, dimana
struktur semantik dari kata X yang samar dapat diperjelas dengan bentuk bukan X
(yang dipandang dari bentuk negatif).
5)
Menyebut suatu bidang semantik
sebagai seperangkat pola hubungan semantik antara kata tetentu dengan suatu
bahasa
6)
Eksistensi sebuah hubungan
semantik antara dua kata atau lebih dijelaskan atau diungkapkan dengan
peralatan paralelisme retorik.
7)
Istilah-istilah kunci etik
dalam al-Qur’an pada umumnya dipergunakan menurut konteks kepentingan agama
yang dalam.
Comments
Post a Comment