TOWARDS A MODERN TAFSIR OF SURAT
AL-KAHF: STUCTURE AND SEMIOTICS
Kisah-kisah al Qur’an
unsur-unsurnya terbagi menjadi tiga; tokoh, peristiwa, dialog. Dalam kisah
al-Qur’an akan sulit didapatkan kisah yang dalam lukisannya tergabung semua unsur
kisah atau lebih dari dua unsur kisah. Jika di telaah lebih jauh, dalam al-Qur’an
kita tidak akan pernah menemukan unsur dialog, kejadian dan tokoh terkumpul
dalam satu bingkai kisah dengan perlakuan yang sama. Mayoritas kisah-kisah
al-Qur’an bukan kisah panjang. Bisa dilihat bahwa unsur kejadian atau peristiwa
sering ditonjolkan dalam kisah-kisah yang dimaksudkan untuk memberikan ancaman
atau peringatan. Kemudian, unsur tokoh tampak akan menonjol dalam kisah-kisah
yang dimaksudkan untuk memberikan sugesti atau sebagai penyebar semangat dan
ada saat tertentu untuk meneguhkan hati nabi dan orang-orang beriman
Dalam penafsiran
yang cukup sederhana namun cukup sarat makna itu pendekatan psikologis
al-Qusyairi bisa dikatakan relevan karena sangat mengena pada diri audiens.
Pada dasarnya, kesadaran dan kesabaran yang menjadi inti dari kisah tersebut
adalah hal-hal signifikan dalam kehidupan manusia, tanpa adanya kesadaran
segala ‘amaliyah manusia menjadi tidak berarti.
Demikian halnya keyakinan
yang penuh tanpa diperkuat kesabaran akan menggangu keseimbangan jiwa. Selain
itu, al-Qusyairi sangat yakin terhadap satu-satunya sumber refrensi otentik
yang senantiasa di pegangnya, yaitu al-Qur’an. Hal ini selaras dengan cita-citanya
yang menginginkan kehidupan di bawah naungan al-Qur’an. Maka dari itulah penafsirannya
mengenai kisah Musa dan Khidir ini menfokuskan pada proses mental dan kesadaran
ruhiyyah yang terbangun selama dialog berlangsung. Ia lebih mengedepankan apa
yang dialami oleh kedua hamba tersebut dari pada yang mereka hadapi.
Ø Kekurangan
Penafsiran
al-Qusyairi bersifat subyektif sebab banyak dipengaruhi dan terbatas pada apa
yang ia alami dan apa yang dirasakan. Subyetifitas memiliki kecendrungan ke
arah relativisme, artinya setiap orang juga akan mengalami sesuatu hal yang
berbeda dan bias jadi pengalaman-pengalaman itu yang diklaimnya sebagai suatu
kebenaran.
Penilaian
al-Qusyairi cendrung posivistik, memandang sesuatu berdasarkan hitam putih
semata, dengan hanya kembali pada teks itu berarti ia sedikit menafikan realitas
sosial yang plural dan senantiasa mengalami perkembangan. Cara pandang yang
perlu dirubah untuk membenahi hal ini. Bahwasannya ada kemarin, sekarang dan
esok hari. Hari kemarin dapat menjadi landasan bagi langkah kita sekarang, dan menjadi
modal terpenting untuk langkah kita berikutnya. Lebih jauh, al-Qusyairi tidak
menelaah lebih jauh akan pesan utama yang terkandung dalam kisah Musa dan Khidir,
yaitu berupa pendidikan. Jika memang al-Qusyairi memang mau untuk menelaah
lebih dalam, sedangkan ia adalah seorang sufi, maka dapat dipastikan akan
melahirkan pendidikan sufistik yang terkonsep dan bercorak sendiri, namun ia
tidak melakukan hal itu dan mencukupkan diri dengan menagambang dipermukaan
penafsiran saja.
Nama surat
al-Kahfi yang berarti goa besar, hal ini karena goa yang kecil disebut gharr.
Sedangkan al-Kahfi sendiri terkait erat dengan cerita yang ada dalam surat itu
sendiri yaitu tentang kisah Ash-Habu al-Kahfi yakni yang menceritakan sekumpulan
pemuda yang dikejar-kejar oleh seorang penguasa yang kemudian tertidur di dalam
goa sampai bertahun-tahun.
Surat al-Kahfi
menempati urutan ke 18 dalam al-Qur’an yang turun setelah surat al-Isra’ dan
sebelum surat Maryam. Ayat-ayatnya terdiri atas 110 ayat yang menurut mayoritas
ulama kesemuanya turun sekaligus sebelum nabi Muhammad pergi hijrah ke Madinah.
Memang ada sebagian ulama yang mengecualikan ayat 28-29, pendapat lain
menyatakan ayat 107-110. Pengecualian tersebut dinilai oleh banyak ulama bukan
pada tempatnya.
Ada keistemewaan
tersendiri yang ditemukan ‘ulama pada penempatan surat ini, yaitu surat
al-Kahfi merupakan letak pertengahan al-Qur’an yakni akhir juz 15 Al-Qur’an
Terjemah dan Dalam Tafsir al-Misbah,
dengan mengutip pendapat dari Thabathaba’i, M. Quraish Shihab menerangkan bahwa
surat al-Kahfi ini mengandung ajakan menuju kepercayaan yang benar dan beramal
saleh melalui pemberitaan yang menggembirakan dan peringatan, sebagaimana
terbaca pada ayat-ayat awal dan akhir dari surat ini. Sebagian besar dari
ayat-ayat ini adalah mengambarkan peristiwa kiamat.
Benang merah dan
tema utama ayat ini adalah menghubungkan kisah-kisah yang ada dalam surat ini
dengan pelurusan aqidah. Senada dengan hal tersebut, menurut Sayyid Quthb,
adalah suatu kepercayaan yang selalu benar karena hal ini yang dikisahkan langsung
dari al-Qur’an yang hakikatnya langsung dari Allah yang mengetahui segala
sesuatu. Selanjutnya dengan mengutip dari Sayyid Quthb, M. Quraish Shihab memberikan
keterangan bahwa kisah adalah unsur yang paling pokok dalam surat ini yang
terbagi dalam lima kisah yaitu Ash-Habu al-Kahfi, pemilik dua kebun, isyarat tentang
Adam dan Iblis, pada pertengahannya terdapat kisah nabi Musa As. Dengan seorang
hamba yang saleh dan terakhir adalah kisah tentang Dzulqarnain.
Dalam surat
al-Kahfi ini, mempunyai muatan-muatan pokok yaitu kisah yang mengarahkan kepada
terbentuknya suatu akidah yang benar. Kandungan seluruh ayat dalam surat
al-Kahfi terdapat dalam tujuh kategori yang terbagi dalam kelompok ayat.
Pertama, adalah
keimanan, yaitu tentang ancaman kepercayaan bahwa Tuhan mempunyai anak yang
terdapat pada ayat 1-8. Kedua, tentang kisah Ash Habu al-Kahfi yang terdapat
pada ayat 9-26. Ketiga, tentang petunjuk untuk berdakwah yang dalam hal ini
adalah sebagai teguran kepada nabi Muhammad Saw. untuk tidak mementingkan
berdakwah hanya kepada orang-orang terkemuka saja yang terdapat pada ayat
27-59. Keempat, kisah pencarian nabi Musa As. dalam mencari ilmu kepada nabi
Khidir, terdapat pada ayat 60-82. Kelima, kisah tentang Zulqurnain dengan
Ya’juz dan Ma’jud terdapat pada ayat 83-101.
Keenam,
keterangan azab bagi orang-orang musyrik dan pahala bagi orang-orang yang
beriman yang terdapat pada ayat102-108. Ketujuh, tentang luasnya ilmu Allah
Swt. yang tidak terhingga dan terhitung terdapat pada ayat 109-110. Berkait
dengan penjelasan mengenai kisah Khidir dan Musa As. yang terdapat pada ayat
60-82, penulis dapat kelompokkan ke dalam tengah-tengah dari surat al-Kahfi,
bahwa dalam kisah tersebut mempunyai nilai tersendiri yang berada di antara kelompok
ayat yang lain, yaitu adanya kandungan yang menghubungkan antara nilai keimanan
dan akhir dari pelaksanaan keimanan yang membuahkan pemahaman akan luasnya ilmu
dan kekuasaan Allah Swt. yang tidak terhingga dan terhitung sehingga akan
membawa pembelajaran serta pemahaman yang utuh.
Comments
Post a Comment