Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

TOWARDS A MODERN TAFSIR OF SURAT AL-KAHF: STUCTURE AND SEMIOTICS


TOWARDS A MODERN TAFSIR OF SURAT AL-KAHF: STUCTURE AND SEMIOTICS
Kisah-kisah al Qur’an unsur-unsurnya terbagi menjadi tiga; tokoh, peristiwa, dialog. Dalam kisah al-Qur’an akan sulit didapatkan kisah yang dalam lukisannya tergabung semua unsur kisah atau lebih dari dua unsur kisah. Jika di telaah lebih jauh, dalam al-Qur’an kita tidak akan pernah menemukan unsur dialog, kejadian dan tokoh terkumpul dalam satu bingkai kisah dengan perlakuan yang sama. Mayoritas kisah-kisah al-Qur’an bukan kisah panjang. Bisa dilihat bahwa unsur kejadian atau peristiwa sering ditonjolkan dalam kisah-kisah yang dimaksudkan untuk memberikan ancaman atau peringatan. Kemudian, unsur tokoh tampak akan menonjol dalam kisah-kisah yang dimaksudkan untuk memberikan sugesti atau sebagai penyebar semangat dan ada saat tertentu untuk meneguhkan hati nabi dan orang-orang beriman
Dalam penafsiran yang cukup sederhana namun cukup sarat makna itu pendekatan psikologis al-Qusyairi bisa dikatakan relevan karena sangat mengena pada diri audiens. Pada dasarnya, kesadaran dan kesabaran yang menjadi inti dari kisah tersebut adalah hal-hal signifikan dalam kehidupan manusia, tanpa adanya kesadaran segala ‘amaliyah manusia menjadi tidak berarti.
Demikian halnya keyakinan yang penuh tanpa diperkuat kesabaran akan menggangu keseimbangan jiwa. Selain itu, al-Qusyairi sangat yakin terhadap satu-satunya sumber refrensi otentik yang senantiasa di pegangnya, yaitu al-Qur’an. Hal ini selaras dengan cita-citanya yang menginginkan kehidupan di bawah naungan al-Qur’an. Maka dari itulah penafsirannya mengenai kisah Musa dan Khidir ini menfokuskan pada proses mental dan kesadaran ruhiyyah yang terbangun selama dialog berlangsung. Ia lebih mengedepankan apa yang dialami oleh kedua hamba tersebut dari pada yang mereka hadapi.
Ø  Kekurangan
Penafsiran al-Qusyairi bersifat subyektif sebab banyak dipengaruhi dan terbatas pada apa yang ia alami dan apa yang dirasakan. Subyetifitas memiliki kecendrungan ke arah relativisme, artinya setiap orang juga akan mengalami sesuatu hal yang berbeda dan bias jadi pengalaman-pengalaman itu yang diklaimnya sebagai suatu kebenaran.
Penilaian al-Qusyairi cendrung posivistik, memandang sesuatu berdasarkan hitam putih semata, dengan hanya kembali pada teks itu berarti ia sedikit menafikan realitas sosial yang plural dan senantiasa mengalami perkembangan. Cara pandang yang perlu dirubah untuk membenahi hal ini. Bahwasannya ada kemarin, sekarang dan esok hari. Hari kemarin dapat menjadi landasan bagi langkah kita sekarang, dan menjadi modal terpenting untuk langkah kita berikutnya. Lebih jauh, al-Qusyairi tidak menelaah lebih jauh akan pesan utama yang terkandung dalam kisah Musa dan Khidir, yaitu berupa pendidikan. Jika memang al-Qusyairi memang mau untuk menelaah lebih dalam, sedangkan ia adalah seorang sufi, maka dapat dipastikan akan melahirkan pendidikan sufistik yang terkonsep dan bercorak sendiri, namun ia tidak melakukan hal itu dan mencukupkan diri dengan menagambang dipermukaan penafsiran saja.
Nama surat al-Kahfi yang berarti goa besar, hal ini karena goa yang kecil disebut gharr. Sedangkan al-Kahfi sendiri terkait erat dengan cerita yang ada dalam surat itu sendiri yaitu tentang kisah Ash-Habu al-Kahfi yakni yang menceritakan sekumpulan pemuda yang dikejar-kejar oleh seorang penguasa yang kemudian tertidur di dalam goa sampai bertahun-tahun.
Surat al-Kahfi menempati urutan ke 18 dalam al-Qur’an yang turun setelah surat al-Isra’ dan sebelum surat Maryam. Ayat-ayatnya terdiri atas 110 ayat yang menurut mayoritas ulama kesemuanya turun sekaligus sebelum nabi Muhammad pergi hijrah ke Madinah. Memang ada sebagian ulama yang mengecualikan ayat 28-29, pendapat lain menyatakan ayat 107-110. Pengecualian tersebut dinilai oleh banyak ulama bukan pada tempatnya.
Ada keistemewaan tersendiri yang ditemukan ‘ulama pada penempatan surat ini, yaitu surat al-Kahfi merupakan letak pertengahan al-Qur’an yakni akhir juz 15 Al-Qur’an Terjemah dan  Dalam Tafsir al-Misbah, dengan mengutip pendapat dari Thabathaba’i, M. Quraish Shihab menerangkan bahwa surat al-Kahfi ini mengandung ajakan menuju kepercayaan yang benar dan beramal saleh melalui pemberitaan yang menggembirakan dan peringatan, sebagaimana terbaca pada ayat-ayat awal dan akhir dari surat ini. Sebagian besar dari ayat-ayat ini adalah mengambarkan peristiwa kiamat.
Benang merah dan tema utama ayat ini adalah menghubungkan kisah-kisah yang ada dalam surat ini dengan pelurusan aqidah. Senada dengan hal tersebut, menurut Sayyid Quthb, adalah suatu kepercayaan yang selalu benar karena hal ini yang dikisahkan langsung dari al-Qur’an yang hakikatnya langsung dari Allah yang mengetahui segala sesuatu. Selanjutnya dengan mengutip dari Sayyid Quthb, M. Quraish Shihab memberikan keterangan bahwa kisah adalah unsur yang paling pokok dalam surat ini yang terbagi dalam lima kisah yaitu Ash-Habu al-Kahfi, pemilik dua kebun, isyarat tentang Adam dan Iblis, pada pertengahannya terdapat kisah nabi Musa As. Dengan seorang hamba yang saleh dan terakhir adalah kisah tentang Dzulqarnain.
Dalam surat al-Kahfi ini, mempunyai muatan-muatan pokok yaitu kisah yang mengarahkan kepada terbentuknya suatu akidah yang benar. Kandungan seluruh ayat dalam surat al-Kahfi terdapat dalam tujuh kategori yang terbagi dalam kelompok ayat.
Pertama, adalah keimanan, yaitu tentang ancaman kepercayaan bahwa Tuhan mempunyai anak yang terdapat pada ayat 1-8. Kedua, tentang kisah Ash Habu al-Kahfi yang terdapat pada ayat 9-26. Ketiga, tentang petunjuk untuk berdakwah yang dalam hal ini adalah sebagai teguran kepada nabi Muhammad Saw. untuk tidak mementingkan berdakwah hanya kepada orang-orang terkemuka saja yang terdapat pada ayat 27-59. Keempat, kisah pencarian nabi Musa As. dalam mencari ilmu kepada nabi Khidir, terdapat pada ayat 60-82. Kelima, kisah tentang Zulqurnain dengan Ya’juz dan Ma’jud terdapat pada ayat 83-101.
Keenam, keterangan azab bagi orang-orang musyrik dan pahala bagi orang-orang yang beriman yang terdapat pada ayat102-108. Ketujuh, tentang luasnya ilmu Allah Swt. yang tidak terhingga dan terhitung terdapat pada ayat 109-110. Berkait dengan penjelasan mengenai kisah Khidir dan Musa As. yang terdapat pada ayat 60-82, penulis dapat kelompokkan ke dalam tengah-tengah dari surat al-Kahfi, bahwa dalam kisah tersebut mempunyai nilai tersendiri yang berada di antara kelompok ayat yang lain, yaitu adanya kandungan yang menghubungkan antara nilai keimanan dan akhir dari pelaksanaan keimanan yang membuahkan pemahaman akan luasnya ilmu dan kekuasaan Allah Swt. yang tidak terhingga dan terhitung sehingga akan membawa pembelajaran serta pemahaman yang utuh.

Comments

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam