Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

Kompetensi Pendidik "Guru"

By. Syifaun Nikmah M. Pd. I



Kompetensi dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa Inggris, competence yang berarti kecakapan dan kemampuan.[1] Kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku dan keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dan pendidikan. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan, pelatian, dan belajar mandiri dengan memanfaatkan sumber belajar. Pemaknaan kompetensi dari sudut pandang instilah mencakup beragam aspek, tidak saja terkait dengan fisik dan mental, tetapi juga aspek spiritual. Menurut Mulyasa,”kompetensi guru merupakan perpaduan anatara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, social, dan spiritual yang secara kafah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencangkup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan probadi dan profesionalitas”.[2]
Dalam perspektif Kebijakan Nasional, No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi yaitu: kompetensi Pedagogis, kepribadian, social dan profesional.[3] Dalam menjalankan tugasnya secara profesional guru diharapkan dapat memiliki dan menguasai keempat kompetensi tersebut.
a.       Kompetensi pedagogis
Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan yang dimaksud dengan kompetensi pedagogis adalah:
Kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (2) pemahaman tentang peserta didik; (3) pengembangan kurikulum atau silabus; (4) perancangan pembelajaran; (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (6) evaluasi hasil belajar; dan (7) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[4]

Kemampuan dalam pengelolaan peserta didik, yang telah dipaparkan di atas akan dijelaskan secara terperinci diantaranya adalah sebagai berikut:
1)      Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan. Merupakan hal yang sangat penting yang harus dikuasai oleh seorang guru. Seorang guru juga harus memahahami hakikat pendidikan dan konsep yang terkait dengan dirinya. Diantaranya yaitu fungsi dan peran lembaga pendidikan, konsep pendidikan seumur hidup dan berbagai implikasinya, peranan keluarga dan masyarakat dalam pendidikan, pengaruh timbale balik antara sekolah, keluarga dan masyarakat, system pendidikan nasional, dan inovasi pendidikan.
2)      Pemahaman tentang peserta didik. Sebagaimana mestinya seorang guru haruslah memahami dan mengenal tentang karakteristik siswa dengan baik, diantaranya memahami tahap perkembangan yang telah dicapainya, kemampuanya, keunggulan dan kekurangannya, hambatan yang dihadapi serta faktor dominan yang mempengaruhinya. Pada dasarnya anak-anak itu ingin tahu, dan sebagian tugas guru ialah membantu perkembangan keingintahuan tersebut, dan membantu mereka lebih ingin tau. Dalam Educating for Developmentally Appropriate Practice, menjelaskan tentang criteria guru yang baik dan efektif berikut ini:
Guru yang baik memahami bahwa mengajar bukan sekedar berbicara, dan belajar bukan sekedar mendengarkan. Guru yang efektif mampu menunjukan bukan hanya apa yang ingin mereka ajarkan, namun juga bagaimana siswa dapat memahami dan menggunakan pengetahuan dan keterampilan baru. Selanjutnya, mereka tahu apa yang dibutuhkan siswa, maka mereka memilih tugas yang produktif, dan mereka menyusun tugas ini melalui cara yang menimbulkan pemahaman. Akhirnya mereka memantau keterlibatan siswa di sekolah, belajar produktif, dan tumbuh sebagai anggota masyarakat yang kooperatif dan bijaksana yang akan dapat berpartisipasi di masyarakat.[5]
Memahami siswa dalam seluruh konteks pendidikan bagi guru merupakan hal yang sangat unik. Penting sekali bagi guru untuk mengetahui dasar keragaman dan termasuk perbedaan dalam kecerdasan, emosional, bakat dan bahasa. Guru juga harus memperlakukan siswa dengan respek, yang mengarahkan siswa untuk fokus pada kemampuannya dalam bidang tertentu dan menunjukan cara yang tepat untuk meraihnya.
3)      Pengembangan kurikulum/silabus. Setiap Guru haruslah memperhatikan proses pengembangan kurikulum, yang mencakup tiga hal:
a)      Menyusun tujuan umum (TU) dan tujuan khusus (TK). TU dan TK biasanya merefleksikan posisi kurikulum secara keseluruhan. Posisi transmisi menekankan TK yang spesifik dan kadang-kadang dinyatakan dalam istilah perilaku. Daftar TK dalam posisi ini bisa jadi sangat luas. Dalam posisi transaksi, TK diharapkan fokus pada konsep atau keterampilan intelektual yang kompleks.
b)    Mengidentifikasi materi yang tepat. Pengembang kurikulum harus memutuskan materi apa yang tepat untuk kurikulum dan mengidentifikasi criteria untuk pemilihannya. Orientasi social, psikologis, filisopis, minat siswa, dan kegunaan merupakan beberapa criteria yang dapat digunakan. Criteria apa yang digunakan akan menunjukan orientasi kurikulum. Misalnya, minat siswa merupakan criteria yang telah penting dalam posisi tranformasi disbanding dalam posisi transmisi.
c)      Memilih strategi belajar mengajar.  Strategi belajar mengajar dapat dipilih menurut beberapa criteria, yaitu: orieantasi, tingkat kompleksitas, keahlian guru, dan minat siswa. Dalam posisi transmisi, mengajar harus terstuktur, spesifik, dan dapat diulang. Orientasi transaksi fokus pada strategi yang mendorong penyelidikan. Dalam posisi transformasi, strategi mengajar disesuaikan untuk membantu siswa membuat hubungan antara dunia luar dan dunia dalam mereka; maka teknik seperti tamsil kendali (guided imagery), penulisan jurnal, dan meditasi digunaka.
4)      Perancangan pembelajaran. Guru harus mengetahui apa yang akan diajarkannya pada siswa. Guru menyiapkan metode dan media pembelajaran setiap akan mengajar. Perencanaan pembelajaran yang telah dibuat dan disiapkan oleh guru tersebutlah yang nantinya akan menimbulkan dampak positif terhadap proses pembelajaran.
5)      Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Pada anak-anak remaja, inisiatif belajar harus muncul dari para guru, karena mereka pada umumnya belum memahami pentingnya belajar. Maka, guru harus mampu menyiapkan pembelajaran yang bisa menarik rasa ingin tahu siswa, yaitu pembelajaran yang menarik, menantang dan tidak monoton, baik dari sisi kemasan maupun isi atau materinya.
6)      Evaluasi hasil belajar. Setiap pengaran, guru haruslah kreatif dalam setiap proses penilaian. Ada lima alas an prinsip mengapa penilaian merupakan bagian penting dari proses pengajaran. Pertama, penilaian kelas menegaskan pada siswa tentang hasil yang kita inginkan, Ia menegaskan pentingnya meraih sasaran. Kedua, penilaian kelas menyediakan dasar informasi untuk siswa, orang tua, guru, pimpinan, dan pembuat kebijakan. Ketiga, penilaian kelas memotivasi untuk mencoba atau tidak mencoba. Keempat, penilaian kelas menyaring siswa didalam atau diluar program, member mereka akses pada pelayanan khusus yang mereka butuhkan. Kelima, penilaian kelas menyediakan dasar evaluasi guru dan pimpinan. Penilaian kelas akan berjalan dengan baik apabila mengikuti lima prinsip penilaian. 
7)      Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Pendidik haruslah memiliki kualifikasi dan kompetensi sebagai agen pembelajaran (learning agent). Yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran ialah “peran pendidik antara lain sebagai fasilitator, motivator, pemacu, dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”.

b.      Kompetensi Kepribadian
Setiap perkataan, tindakan, dan tingkah laku positif akan meninggalkan citra diri dan kepribadian seseorang, selama hal itu dilakukan dengan penuh kesadaran. Kepribadian menurut Zakiah Daradjat disebut sebagai sesuatu yang abstrak, sukar dilihat secara nyata, hanya dapat diketahui lewat penampilan, tindakan, dan ucapan ketika menghadapi semua persoalan, atau melalui atsarnya saja. Kepribadian mencangkup semua unsure, baik fisik maupun psikis. Sehingga dapat diketahui bahwa setiap tindakan dan tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari kepribadian seseorang. Apabila nilai kepribadian seseorang naik, maka akan naik pula kewibawaan orang tersebut. Tentu dasarnya adalah ilmu pengetahuan dan moral yang dimilikinya. Kepribadian akan turut menentukan apakah para guru dapat disebut sebagai pendidik yang baik atau sebaliknya justru menjadi perusak anak didiknya.[6]
Kompetensi kepribadian yaitu “kemampuan kepribadian yang (1) berakhlak mulia; (2) mantap, stabil, dan dewasa; (3) arif dan bijaksana; (4) menjadi teladan; (5) mengevaluasi kinerja sendiri; (6) mengembangkan diri; (7) religius”.
c.       Kompetensi Sosial
Guru merupakan mahluk sosial sama seperti manusia lainnya, yang dalam hidupnya butuh berdampingan dengan manusia lain. Guru diharapkan mampu memberikan contoh baik terhadap lingkungannya dengan menjalankan hak kewajibanya sebagai bagian dari masyarakat sekitar. Guru harus berjiwa social tinggi, mudah bergaul dan suka menolong, bukan sebaliknya, yaitu individu yang tertutup dan tidak mempedulikan orang-orang sekitar. Kompetensi social merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk: (1) berkomenikasi lisan dan tulisan; (2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (4) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
d.      Kompetensi Profesional
Tugas guru adalah mengajarkan pengetahuan kepada murid. Guru tidak sekedar mengetahui materi yang akan diajarkannya, tetapi memahaminya secara luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid harus selalu belajar untuk memperdalam pengetahuannya terkait mata pelajaran yang diampunya. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan  kompetensi profesional adalah:
Kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (1) konsep, struktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (2) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (3) hubungan konsep antara mata pelajaran terkait; (4) penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (5) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.[7]
Tabel II.
Kompetensi Dasar Guru
KOMPETENSI
SUBKOMPETENSI
INDIKATOR
Kompetensi pedagogik


































Memahami peserta didik secara mendalam








Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif.
Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian.
Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran.
Memahami landasan kependidikan.
Menerapkan teori belajar dan pembelajaran.
Menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar.
Menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
Melaksanakan pembelajaran.
Menata latar (setting) pembelajaran.
Melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.
Merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode.
Menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning).
Memanfaatkan hasil penelitian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.
Memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik.
Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi akademik.
Kompetensi Kepribadian
Kepribadian yang mantap dan stabil
Bertindak sesuai dengan norma hokum.



















Bertindak sesuai dengan norma social dan bangga sebagai guru.

Memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Kepribadian yang mantap dan stabil.
Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta meunjukan keterbukaan dalam berfikir dan bertindak.
Kepribadian yang berwibawa.
Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
Bertindak sesuai dengan norma religious (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.
Kompetensi social
Mampu berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik.
Berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesame pendidik dan tenaga kependidikan.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik.

Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan tenaga kependidikan.


Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik.


Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif masyaratakat sekitar.
Kompetensi Profesional
Menguasai struktur dan metode keilmuan.
Menguasai angkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/ materi bidang studi.




[1] Echols & Shadily, 2002:132 dalam buku Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru ”melalui pelatian dan sumber belajar teori dan praktik” (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 27.

[2] Ibid.,
[3] PP No. 19 Tahun 2005, Tentang Standarisasi Pendidikan Nasional.
[4] Ibid, hlm. 31.
[5] Ibid.,
[6] Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 33.
[7] Jejen Musfah, Peningkatan …. (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 54.

Comments

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam