Oleh : Istinganatun Khoeriyah, K1A015025
BAB
I
PENDAHULUAN
A.LATAR
BELAKANG
Globalisasi yang telah mendunia
telah menggeser sejumlah peradaban yang dulunya diutamakan serta dimuliakan
menjadi suatu bahan cemoohan. Pengaruhnya sangat terasa disemua lini kehidupan
terutama yang menyangkut problema kewanitaan. Wanita yang sejak dahulu kala
telah dimuliakan dan diposisikan beberapa derajat lebih tinggi kini justru
tengah terbungkam oleh manisnya rayuan emansipasi. Feminisme yang berarti
penghormatan diri kepada setiap wanita kini telah dikhianati oleh perlakuan
wanita itu sendiri. Mereka melakukan beragam kebebasan tanpa batas , penilaian
yang hanya mengutamakan paras , serta mereka memperebutkan sosialita kelas
dengan berkedok kata feminisme.
Tingkat kemajuan iptek dengan
seiring kehadiran teknologi membuat manusia yang bernama wanita telah
meninggalkan esensi mereka yang sebenarnya. beragam media memfasilitasi wanita
untuk mengumbar jati dirinya sebagai bahan tontonan khalayak publik di seluruh
penjuru dunia. Akan tetapi kartini di era globalisasi telah lupa akan
perjuangan kaumnya di masa kolonialisasi. Mereka tidak pernah mengkritisi media
yang katanya memfasilitasi yang nyatanya media hanya mengeksploitasi setiap
jengkal tubuh serta jati diri kartini masa kini. Pengeksploitasian tersebut
menjadikan wanita berlomba - lomba demi sebuah kata cantik yang justru cara
merekalah yang telah menodai kaumnya sendiri. Mereka mempertontonkan segala
bentuk kemolekan mereka dengan paras indahnya , rambut lembutnya serta gaun
molek yang dikenakanya.
Persaingan ekonomi yang telah
menjadi makanan sehari – hari dan kondisi yang biasa kita temui menjadikan para
wanita berada pada berbagai sudut pekerjaan mulai dari yang paling jarang
ditemui sampai pekerjaan yang paling lumrah ditemui. Persaingan yang ada
tersebut justru memperkecil peran laki- laki dalam mengambil pekerjaan karena semua pekerjaan
yang ada di kuasai oleh sektor wanita. Parahnya lagi adalah mereka terlalu
berkutat pada lingkaran perekonomian yang membuat mereka melupakan kewajiban
yang mereka tinggalkan, kerja terlalu larut malam sedangkan anak dan suami di
rumah kelaparan. Mereka dengan semena -mena menjajah suaminya sendiri,
mengatakan bahwa laki - laki adalah hina, mereka mengumbar bahwa lelaki mereka
tak bisa memuaskan hasrat mereka akan beberapa hak yang mereka minta. Semua itu
hanya dengan satu alasan atas dasar
emansipasi wanita.
Kebebasan dan persamaan kodrat kini
telah di salahgunakan. Bebas tanpa batas , melanggar berbagai aturan norma adat
istiadat yang menjadi identitas, dan tak lagi menghiraukan kodratmu sebagai
manusia yang berkelas. Banyak ditemui seorang wanita dengan bangganya
berbahagia dimadu di atas deraian air mata saudaramu sesama wanita karena
tengah mengandung benih yang ditanamkan oleh suamimu. Di lain sisi fenomena
yang terjadi adalah banyaknya seorang wanita yang kini enggan untuk mempunyai
keturunan dikarenakan sibuknya mereka dalam dunia pekerjaan.
Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan tentang maraknya kekeliruan dalam pemahaman emansipasi serta beragam
pengkhianatan yang terjadi maka penulis ingin memaparkan kosnep emansipasi jika
ditinjau dari sisi pendekatan islami dikarenakan ingin mengembalikan pemahaman
emansipasi tersebut terhadap bentuk asal pemuliaan terhadap wanita yang sudah
ada sejak dahulu kala sebelum digulirkannya kata feminisme oleh falsafat barat
maupun kartini.
B.RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
sejarah perkembangan awal kemunculan feminisme?
2. Bagaimana
perkembangan feminisme masa kini?
3. Bagaimana
pemaknaan terhadap feminisme di era globalisasi dan pengkajiannya dari sisi
islami?
C.TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai dalam
pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui
dan memahami sejarah perkembangan awal feminism
2. Mengetahui
dan memahami perkembangan feminism masa kini
3. Mengetahui
dan memahami pemaknaan terhadap feminism di era globalisasi dan pengkajiannya
secara islami
D.MANFAAT
Manfaat yang akan diperoleh melalui makalah ini adalah
sebagai berikut:
1.
Mengetahui pemaknaan serta pelaksanaan
emansipasi dan feminisme pada era globalisasi dan peninjauannya secara islami
agar tidak lagi terjadi pengkhianatan terhadap makna emansipasi dan feminisme.
2.
Memberikan gambaran feminisme masa kini
yaitu feminisme yang telah terpengaruh oleh globalisasi.
3.
Mengetahui pelurusan terhadap
pengkhianatan sedalam-dalamnya terhadap makna emansipasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A..Sejarah Awal Perkembangan Feminisme
Feminisme adalah sebuah kata yang
tak lagi asing di telinga kita. Terlebih rasanya baru kemarin merasakan
euphoria emansipasi yang masih melekat di hati.
Feminisme menurut Sarah Grambel yang termuat dalam bukunya menjelaskan
bahwa feminisme erat kaitannya dengan “The belief that women purely and simply
because they are women, are treated inequitality within a society which is
organized to prioritise male view pointer and concern” yang kurang lebihnya
apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia feminisme adalah sebuah paham,
pemikiran, konsep yang menginginkan sebuah perubahan kedudukan perempuan dalam
sistem kemasyarakatan ( Komang, 2013 )
Feminisme muncul karena adanya penindasan
dan pengebirian hak- hak wanita dimana hak-hak wanita dirampas, wanita
mendapatkan perlakuan yang tak pantas, dan membuat peran serta kesempatan
wanita kandas.Contoh pendeskriminasian tersebut antara lain adalah pemberian
gaji karyawan perempuan yang tak sepadan denngan kaum lelaki, adanya perkawinan
paksa yang terjadi, serta berbagai macam perbedaan perlakuan pada wanita pada
seluruh aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, social, pekerjaan dan kekuasaan.
Perkembangan sejarah konsep feminisme dapat dikembangan dalam dua buah periode
besar yang tercatat dalam sejarah dunia. Periode pertama adalah periode yang
dimotori oleh Lady Mary Worlky Montagu beserta rekan seperjuangannya dalam
komunitas perempuan ilmiah dunia yang bernama Marquist de Condareet. Perjuangan
mereka bermula pada saat era pencerahan Eropa. Selang beberapa waktu berlalu,
setelah feminisme berkembang di Eropa konsep ini mulai mengembangkan sayapnya
ke benua merah yaitu Amerika. Perjuangan di benua merah ini menuai perkembangan
yang cukup signifikan pada saat seorang pujangga Amerika Stleart Mill menerbitkan
mahakaryanya yang berjudul The Subjection Of Women (Nina,2005 )
Perkembangan feminisme selanjutnya
telah memasuki gelombang kedua. Perkembangan gelombang kedua ini terjadi
bertepatan setelah adanya perang dunia II. Perang dunia tersebut melahirkan Negara-
negara digdaya nan adikuasa sebagai pemenang dalam peperangan. Negara yang baru
memperoleh kejayaan tersebut mulai menata kehidupannya denngan peletakkan batu
pertama dengan memberikan kesempatan bersuara bagi kaum hawa. Gerakan tersebut
mempelopori gerakan feminisme liberal yang diikuti oleh sederetan adanya
penghargaaan bagi kaum hawa melalui serangkaian pemberian hak – hak sipil
(civil right and sexsual liberation dan dengan berbagai kemunculan buku – buku
yang diterbitkan oleh para pujangga seperti Feminis Mystique yang menandai awal
kebangkitan perjuangan hak – hak kaum hawa. Kabar baik tersebut juga diterima dan
secara cepat tersebar ke seluruh antero jagat raya mulai dari Eropa , Kanada ,
Australia hingga akhirnya mencuat ke seluruh penjuru dunia(Nina, 2005)
B. PERKEMBANGAN FEMINISME, PEMAKNAAN FEMINISME
MASA KINI BESERTA KAJIANNYA BERDASARKAN LENSA ISLAMI
Di era masa kini yaitu era
globalisasi, semua aspek kehidupan telah terjamah oleh imbasnya baik secara
sisi positif ataupun sebaliknya. Tak terkecuali pemaknaan terhadap feminisme.
Pemaknaan terhadap konsep feminisme tersebut telah jauh melenceng terhadap
koordinat utamanya. Pengkhianatan dimana – mana, perjuangan untuk mendapatkan
segalanya dengan mengatasnamakan serta bersembunyi dibalik topeng feminisme.
Sangat miris ketika para generasi wanita abad ini yang justru terbawa arus
globalisasi tanpa mengkritisi dari segi substansi.
Perkembangan feminisme di era
globalisasi terklasifikasi dalam beberapa kelas berdasarkan substansinya yaitu
adalah sebagai berikut:
1.Feminisme
Liberal
Feminisme
yang mengusung konsep liberal telah jauh berkembang pada abad 18 namun, di era
globalisasi feminisme liberal tumbuh bak cendawan di musim penghujan.
Pemaknaanya tak lagi pada tempatnya. Feminisme liberal berprinsip pada sebuah
kata dasar yaitu liberalisme. Liberalisme sesuai dengan pemaknaan terhadap
makna sesungguhnya adalah suatu paham yang menginginkan adanya kebebasan dan
kepemilikan pada hak – hak individu. Hak yang mati – matian diperjuangkan dalam
kelas pertama ini adalah hak kaum hawa. Mereka berprinsip bahwa setiap makhluk baik itu laki – laki
ataupun perempuan diciptakan sama sehingga hak – hak yang harus didapatkan juga
adalah sama. Pandangan ini menolak dengan pasti segala bentuk diskriminasi serta
pemasungan hak – hak wanita dalam berbagai aspek kehidupan. Mereka menginginkan
adanya persamaan dan derajat wanita seeperti halnya akan lelaki (Arimbi
Heroepoetri dan R. Valentina, Percakapan)
Perkembangan
media telah membalikkan apa yang semestinya berada pada tatananya menjadi
berada bukan pada tempatnya. Di era kini telah terjadi pengkhianatan terhadap
konsep feminisme. Kebebasan yang dulu diidam-idamkan adalah kebebasan yang
berpatokan dan berpegangan pada hukum, norma ,serta beragam peraturan yang
berlaku akan tetapi di era kini makna tersebut telah tenggelam di lautan dalam
kebebasan yang ada hanyalah tinggal kebebasan tanpa batas, tanpa perlu
mempertimbangkan ajaran dan pedoman. Kebebasan tanpa batas tersebut telah ada
dari spectrum yang paling ringan hingga spectrum yang amat begitu sangat
dipertimbangkan. Mulai dari yang masalah A sampai Z pun ada.
Kebebasan
itu dimulai dari tingkah laku yang paling sederhana yang menurut mereka adalah
hal yang remeh sepele dan tak bernilai layakanya nominal mata uang logam
berlogokan garuda yang tak dapat di pakai untuk membeli barang berharga yang
mereka minta. Bentuk realisasinya adalah pemakaian kata “Ladies First”. Wanita
selalu bersembunyi dibalik kata tersebut seolah – olah kata tersebut adalah
tameng dan pedang yang dapat melindungi mereka dari cercaan serta cemoohan yang
akan menimpa mereka. Mereka menyerobot antrian dengnan alasan Ladies First,
mereka berebut masuk lift dengan berlindung diri dengan sebuah jimat yang
sangat sakti, mereka berebut kursi di bus dengan jurus jitu mereka ladies first
sehingga semua orang harus memaklumi apapun yang mereka lakukan. Apakah ini masih
disebut sebagai feminisme atau emansipasi? emansipasi dan feminisme macam apa
yang membuat seseorang dapat menghalalkan segala cara yang ia perbuat tanpa
adanya rasa salah malah jutsru bangga dengan pemaknaan kata tersebut serta
feminisme macam apa yang justru mengalahkan dan menyingkirkan orang lain yang
tak bersalah? Apakah femisme macam ini yang ingin dicapai untuk memuliakan
derajat seorang wanita.
Hal
yang lebih parah lagi adalah tentang bebasnya media mempertontonkan serta memperjualbelikan
kehormatan seorang wanita. Media turut serta memfasilitasi dalam perdagangan
bebas kecantikan wanita. Mulai dari yang paling pinggiran hingga yang paling
dinilai sebuah penghormatan. Mulai dari penyanyi dangdut di perlintasan pantura
hingga kontes kecantikan miss dunia. Mereka tak pernah tau bahwa media hanya
ingin meraup untung dari penjualan kecantikan mereka, dengan mengusung serta
menonjolkan produk unggulan mereka agar laku keras dipasaran tetapi
pertanyaanya adalah apakah kaum hawa tak pernah mengkritisi akan kontes–kontes
kecantikan yang mereka jalani. Imbasnya adalah bahwa setiap wanita kini
berlomba–lomba untuk meraih suatu gelar yang disebut cantik akan tetapi dengan
cara–cara yang begitu nyentrik seperti mempertontonkan aurat mereka kepada
publik. Dan impactnya kepada kaum awam adalah kini wanita hanya mengejar sebuah
parameter yang disebut cantik yaitu cantik dari luar yang tak lagi
mempertimbangkan akhlak klasik mereka demi sebuah kata cantik dengan mengumbar
aurat mereka, serta memekikkan suara mereka dikeramaian Mereka telah lupa
batasan yang ada mereka telah
mengkhianati makna emansipasi yang sesungguhnya.
Di
sisi lain, feminisme perlu ditinjau dari sisi islami. Islam sebagai agama yang
rakhmatalllilalamin telah memberikan penghormatan bagi kaum perempuan jauh
sebelum perempuan itu memperjuangkan hak yang mereka idamkan. Islam telah
mengakui keberadaan kemanusiaan perempuan dan telah memerangi kegelapan bagi
kaum perempuan. Seperti yang telah dijelaskan dalam Q.S Attaubah: 7 yang
menjelaskan makhluk yang bernamakan perempuan dan laki- laki diciptakan dalam
suatu nafs (jiwa) yang sama. Tidak ada suatu dalil dan penjelasan apapun secara
islami yang mengatakan pembuatan dan penciptaan makhluk yang dinamakan
perempuan dengan menggunakan suatu bahan yang lebih rendah dari laki- laki.
Bahkan islam adalah agama pertama yang memberikan pandanganya terhadap
penghormatan serta pembebasan terhadap kaum wanita di saat mereka dilecehkan
oleh orang-orang peradaban Eropa dan Bizantium yang menempatkan mereka pada
kasta terendah wanita dan budak. Orang Eropa dahulu kala berpandangan bahwa
perempuan adalah makhluk penggoda, perempuan adalah suatu makhluk yang dilahirkan
dari iblis , serta peran perempuan hanyalah untuk melayani segala pria dan
diharamkan surga bagi mereka. Dan islam telah menghapuskan segala bentuk
diskriminasi bagi kaum perempuan saat itu bahkan islam amat sangat memuliakan
perempuan dengan turunnya surat An-Nisa yang berisikan 176 ayat yang memuat
segala macam perihal perempuan serta mengatur segala sesuatu yang berbau
perempuan seperti hukum poligami, mas kawin, serta yang memuat bagaimana
perempuan itu harus berlaku (Alhibry,2001)
Secara islami tujuan dari feminisme
yang ada yaitu memberikan kebebasan dan keleluasaan bagi kaum perempuan dalam
bertindak, berpikir serta menyuarakan aspirasi dan hak-hak mereka sebatas apa
yang diajarkan oleh ajaran islam serta mampu memelihara kualitas standar moral
yang ada. Yang perlu digarisbawahi adalah memelihara kualitas standar moral
yang ada bukan malah emansipasi dan feminisme yang bebas tanpa batas merusak
dan mengkaburkan aturan moral yang telah ada sebelumnya.
2.
Feminisme Radikal
Feminisme radikal adalah salah satu
cabanng dari faham feminisme yang mulai berkembang di era 60an hingga sekarang.
Feminisme radikal didasari dari kata radikal dalam pemahaman dan penerapanya.
Radikalisme adalah suatu paham yang mengacu atau mengarah terhadap adanya suatu
bentuk perubahan secara cepat, tanggap, serta menyeluruh dalam segala bidang
kehidupan yang ada pada saat itu. Feminisme radikal ini menghendaki adanya
suatu bentuk perubahan secara wajib yang mendasar mulai dari akar-akar hingga
bagian yang tak terjamah secara berjamaah dalam suatu waktu yang tidak bisa
dibantah meskipun melanggar beragam aturan dan sumpah yang telah tercurah dalam
kehidupan. Feminisme radikal ini dilatarbelakangi oleh adanya suatu jenis
ideologi patriarki yang menempatkan dominasi kaum lelaki dalam beragam sisi
sehingga kaum waita tidak mendapatkan suatu kesempatan yang hakiki untuk mereka
dapat beraksi menonjolkan kemampuan diri. Tokoh-tokoh yang melatarbelakangi ini
berpikiran bahwa wanita tidak harus selalu bergantung pada laki-laki karena
wanitapun dapat melakukan hal yang sama atau bahkan melebihi dari hanya sekedar
peran laki-laki (Rosemarie Pytnam Tong,2001)
Awalnya pemaknaan serta implementasi terhadap feminisme
radikal ini telah sinkron dengan tujuan awalnya yaitu memberikan peran yang
sama pada wanita dalam semua sisi. Pengaplikasiannya dapat dilihat seperti pada
adanya suatuu kesempatan bersuara serta menyampaikan pendapatnya baik secara
langsung ataupun tulisan bagi perempuan dalam mengkritisi serta berkontribusi
pada pembangunan suatu Negara mereka sendiri. Namun, apabila bercermin dari
implementasi feminisme yang satu ini di era kecanggihan teknologi serta
perkembangan media yang merajai telah terjadi pengkhianatan terhadap makna yang
sesungguhnya. Peran yang mereka peroleh tak lagi digunakan sebaik mungkin
justru mereka mulai mengeksploitasi diri mereka serta mulai menjajah lawan
jenisnya. Contohnya saja dengan adanya suatu kesempatan yang sama dalam dunia pekerjaan
justru membuat para wanita hanya ingin menjadi wanita karir, mereka melupakan
kodrat mereka yang telah tertakdir sebagai ibu rumah tangga yang memiliki kewajiban
menjaga serta melindungi keluarganya terutama anaknya serta memberikan
pelayanan terbaik kepada suaminya. Akan tetapi wanita justru telah melupa
karena keasyikanya dalam bekerja. Kerja siang malam meninggalkan anak dan
suaminya kelaparan dan kesepian di rumah, bahkan banyak diantara mereka yang
mulai enggan untuk mengisi rahimnya dengan alasan tuntutan pekerjaan.hal yang
lebih miris lagi adalah terjadinya perubahan yang secara besar-besaran dalam
roda kehidupan dimana yang terjadi adalah penjajahan terhadap kaum lelaki.
Mereka wanita telah memperoleh kesempatan yang sama dalam hal pendidikan dengan
lelaki bahkan tak sedikit wanita yang berpendidikan lebih tinggi dari lelaki.
Hal tersebut justru membuat adanya suatu kesenjangan bagi kaum laki- laki
dengan perempuan karena mereka merasa derajat mereka lebih tinggi dari suaminya
sehingga wanita wanita ini bertindak semena-mena dengan menjajah suaminya layaknya
Indonesa dijajah belanda. Terlebih akhir-akhir ini mulai nampak di permukaan
tentang adanya RUUKG yang menyatakan bahwa adanya suatu hak asasi bagi setiap
warga negara khususnya wanita untuk dapat melakukan pernikahan secara sah
dengan lawan jenisnya meskipun mereka berbeda agama. Parahnya lagi adalah RUUKG
ini justru mengizinkan adanya pernikahan sesama jenis antara wanita dengan
wanita ataupun sebaliknya. Apakah hal tersebut masih layak dianggap sebagai
feminisme atau emanisipasi layaknya ibu kartini?
Apabila dikaji dari pemaknaan asal
dan dari sisi islami feminisme radikal ini sebenarnya tidak diperlukan. Hal ini
dikarenakan islam telah mengakui adanya kesempatan yang sama antara laki-laki
dengan perempuan dalam segala bidang seperti pembagian kerja, hak asasi, hak
untuk memperoleh pendidikan serta hak dalam beribadah yang seluas-seluasnya
tanpa adanya batasan, rintangan, dan halangan suatu apapun. Akan tetapi dalam
islam telah dikenal dengan adanya teori pembagian tugas akan tetapi teori
tersebut tidak dimaksudkan sebagai bentuk dari diskriminasi antara perempuan dan
laki–laki dengan tidak memberikan kesempatan yang sama. Hal tersebut
semata-mata bertujuan untuk tetap menjaga karakteristik serta jati diri dari
masing masing baik itu laki-laki atau wanita agar tetap menunjukkan eksistensi
mereka serta tetap memperhatikan dari segi essensi dan menfaat secara sosial.
Apabila dikaji satu persatu masalah
yang menjadi perdebatan selama ini adalah feminisme dan emansipasi yang kelewat
batas. Sebagai contoh tentang adanya kesempatan memperoleh pendidikan yang
sama. Wanita era kini adalah wanita yang menjungjung tinggi pendidikan dan
menjaga kualitas diri akan tetapi kebanyakan dari mereka justru melupakan
kodrat mereka sebagai wanita yang sesungguhnya. Gelar pendidikan yang mereka
dapatkan justru digunakan untuk menjajah dengan semena-mena terhadap lawan
jenisnya pada umumnya dan suami mereka pada khususnya. Dengan gelar pendidikan
tinggi mereka gunakan untuk bekerja siang malam tanpa peduli anak dan suami
kelaparan. Dengan gamblang mereke beberkan aib suami mereka yang katanya tak
mampu memenuhi kebutuhan mereka yang terlalu muluk-muluk sehingga dengan
semakin meningkatnya pendidikan wanita justru semakin memperparah perusakan
terhadap moral bangsa padahal seperti yang kita ketahui perempuan adalah
pencetak generasi-generasi berkualitas
sesuai dengan pada era Rasulullah SAW Aisyah perawi hadis yang terkenal dan
banyak sekali para sahabat dan tabiin yag meriwayatkan hadis beliau. Pendidikan
dan semangat belajar yang tinggi ia gunakan untuk kepentingan dan kemaslahatan
umat bukan untuk sesuatu hal yang maksiat dan penuh madharat. Hal ini
menjadikan asbabun nuzul surat Al Imran yang artinya “ Sesunggguhnya Aku tidak
menyianyiakan amalan diantara kamu baik laki-laki ataupun perempuan”. Hal
tersebut dapat dimaknai bahwa pemerataan kesempatan bagi wanita itu merupakan
suatu keharusan jika pada dengan adanya suatu kemaslahatan itu bermanfaat bagi
keberlangsungan hidup orang banyak serta kemaslahatan umat serta yang paling
penting adalah peran wanita sebagai seorang pendidik (Menara,2011)
Satu hal yang menjadi sebab musabab
adanya suatu pengkhianatan serta adannya tindakan yang kebablasan adalah karena
adanya dikotomi terhadap ilmu-ilmu dunia dan ilmu agama. Kebanyakan dari mereka
lebih mementingkan ilmu dunia karena yang tertanam dan yang tercatat dalam
sejarah kebanyakan dari tokoh-tokoh penggerak feminisme dan emansipasi hanya
mempelajari mengenai ilmu-ilmu yang bersifat duniawi. Padahal ada misteri
dibalik fenomena persejarahan yang ada yang tersembunyi selama ini bahwa RA
Kartini juga belajar dan mengkaji ilmu-ilmu agami yaitu dengan mempelajari Al-Quranul
Karim serta tafsir tafsir qurani kepada kyai Saleh Darat di Semarang. Keinginan
kartini untuk mempelajari ilmu agama tersebut mendasari terbnetuknya
tafsiranAl-lQuran dengan bahasa jawa. Ketika ilmu dunia dengan ilmu agama itu
seimbang maka tidak akan pernah terjadi ketimpangan-ketimpangan yang ada selama
ini. Hakikat seorang wanita memperoleh kesempatan yang sama dalam hal
pendidikan adalah dikarenakan seorang wanita yaitu ibu merupakan peletak batu
dasar pertama bagi generasi emas selanjutnya. Mereka merupakan pengajar serta
pendidik pertama dimana anak pertama kali memperoleh bimbingan cara berpikir,
berbicara, serta bertingkah laku. Ibulah sebagai peletak dasar pertama tentang
arti kebaikan dan keburukan. Sehingga pada dasarnya hakikat pendidikan seorang
wanita adalah untuk mendidik generasi terbaik selanjutnya bukan justru dengan
adanya suatu pendidikan membuat mereka terlena atas apa yang telah dititipkan
sebagai anugerahnya pada rahim seorang wanita (surat RA Kartini kepada
prof.Anton dan Nyonya,4 Oktober 1902)
Fenomena selanjutnya yang mengarah
kepada feminisme radikal yaitu isu tentang adanya RUUKG yang memberikan
kebeebasan sepenuhnya kepada kaum perempuan untuk menentukan pilihan serta
pembolehan pernikahan beda agama ataupun sesama jenisnya. Hal ini amat sangat
bertentangan dengan hukum islam yang ada karena islam secara jelas melarang
pernikahan beda agama seperti yang disebutkan dalam surat Al Baqoroh : 221 “
Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman karena
sesungguhnya wanita budak tetapi mukmin akan jauh lebih baik dari wanita
musyrik meskipun dia menarik hatimu” bahkan ketika seorang wanita muslim tetap
menikah dengan nonmuslim pernikahan tersebut dianggap sebagai suatu perzinaan.
Satu bahasan yang menarik lagi ialah tentang pembolehan pernikahan sesama jenis.
Islam secara tegas melarang hal tersebut dikarenakan dalam islam aturan
pernikahan yang ada yaitu dengan sesame jenis dengan tujuan untuk menciptakan
suatu ketenangan serta keluarga yang sakinah mawaddah warahmah tidak semata
untuk melanjutkan keturunan. Hal ini akan sangat berbeda ketika yang terjadi
adalah pernikahan sesamanya. Mereka hanya dilatarbelakangi oleh nafsu belaka.
Hal ini juga tertera dalam hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Tirmidzi
“ Rasulullah Saw bersabda Allah tidak akan melihat seorang lelaki yang
menyetubuhi lelaki lain atau menyetubuhi wanita melalui duburnya” dalam hadis
yang lain juga dikatakan bahwa Rasulullah Saw bersabda “ Barang siapa diantara
kalian melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (homo seksual) maka bunuh saja pelakunya”.
Berdasarkan hel tersebut dapat dipahami dan dimaknai bahwa konsep femnisme yang
kini ada tidak sesuai dengan ajaran sebelumnya sehingga masih pantaskah hal
tersebut dianggap sebagai suatu feminisme serta emansipasi belaka?
Fenomena yang menjadi perdebatan
yang lain adalah tentang kaum perempuan yang akhir-akhir ini menjabat sebagai
pemimpin tertinggi atas suatu komunitas dimulai dari komunitas terlunak hingga
komunitas terkeras dimulai dari pemimpin di kelompoknya sampai menjadi pemimpin
Negara. Terdapat dua pendapat yang sangat kontradiktif dalam menanggapi hal
tersebut. Yang pertama dikatakan bahwa adanya pemberian hak yang sama bagi
perempuan untuk menjadi pemimpin adalah boleh. Pendapat ini beralasan bahwa hak
perempuan dan hak laki-laki adalah sama sehingga perempuan berhak untuk
mendapatkan kesempatan duduk dalam suatu pemerintahan bahkan mengambil kendali
dan kontrol pemerintahan tersebut. Pendapat yang lain mengatakan bahwa hal
tersebut tidak diperbolehkan karena terdapat suatu hadis yang melarang ketika
perempuan menduduki suatu jabatan sebagai pemimpin tertinggi.
Pertimbangan-pertimbangan atas dua hal tersebut menuai pro dan kontra serta
melalui perdebatan sengit akan tetapi seperti yang dikatakan oleh ilmuwan yang
masyhur dari Universitas Al Azhar Kairo Mesir yang bernama Al-Ghazali dalam
mahakaryanya yang berjudul Al-Nabawiyyat Bain Ahl Al-Fiah Wa Ahl Al-Hadis
beliau mengatakan bahwa perempuan memiliki hak yang sama untuk dapat tetap
merasakan menduduki suatu jabatan di pemerintahan tak terkecuali sebagai
pemimpin suatu pemerintahan tersebut. Karena menurut beliau hal tersebut lebih
masuk akal (Al-Ghazali,1996)
3. Feminisme Marxis
Feminisme marxis adalah salah satu
macam aliran feminisme yang dipelopori oleh Margareth Benson yang lebih
menekankan kepada kepemilikan pribadi atas sesuatu. Hal ini sesuai dengan kata
dasarnya yaitu marxis yang berarti kepemilikan pribadi atas sesuatu barang
tertentu. Feminisme marxis ini muncul dikarenakan pada jaman dahulu private
property atau kepemilikan pribadi hanya didominasi oleh laki-laki dimana semua
barang dan segala sesuatunya diatasnamakan sebagai kepemilikan dari laki-laki
sedangkan perempuan tidak mendapatkan bagian apa-apa sehingga para kaum feminis
mulai memperjuangkan hak mereka atas kepemilikan sesuatu barang. Diskriminasi
pada perempuan yang terjadi yang melatarbelakangi aspirasi ini adalah adanya
suatu pengeksploitasian tenaga wanita dimana mereka dipekerjakan sebagai
seorang buruh yang bak bekerja rodi pada masa penjajahan Belanda karena kerja
keras keringat mereka tidak diberi upah yang layak bahkan banyak diantara
mereka yang tidak dibayar. Hal tersebut menuai kecaman keras dari para wanita
yang mengkritisi dan menuntut hak mereka atas apa yang telah mereka kerjakan
agar diperlakukan yang sama dan tidak semena-mena layaknya kaum adam sehingga
motif utama dari perjuangan feminisme ini adalah bertambahnya nilai ekonomis.
Sebagai contoh ketika seorang wanita dalam hal ini istri itu bekerja dan mendapatkan
upah yang layak maka hal tersebut akan meningkatkan nilai ekonomis dari
keluarga tersebut hal ini dikarenakan si istri mampu membantu suaminya dalam
memenuhi kebutuhan mereka melalui pendapatanyya sehingga meningkatkan nilai
pendapatan yang akhirnya akan meningkatkan nilai ekonomis dari keluarga itu (Sonny
Keraf,2010).
Fenomena yang sekarang terjadi
adalah justru orang-orang sekarang lebih memahami aliran ini dalam bentuk
kemasan feminisme secara material dimana perempuan justru bersaing sebisa
mungkin untuk mendapatkan pendapatan setinggi-tingginya dengan apapun caranya.
Semangat untuk dapat meraih kepemilikan pribadi ini membuat mereka kaum
perempuan itu berlomba-lomba untuk mendaatkan pengakuan atas harta kekayaan.
Mereka berebut sertifikat tanah, rumah, BPKB motor dan mobil serta sesuatu
berharga lainnya. Setelah mereka mendapatkan apa yang mereka dambakan justru
hal tersebut itu hanya dijadikan sebagai suatu senjata untuk memerangi pihak
lain yang ingin merebutnya. Sehingga tidak heran banyak sekali para istri yang
setelah cerai menuntut hak gono-gini kepada suaminya, banyak diantar mereka
yang menggugat suaminya dikarenakan dia telah mendapatkan seluruh hartanya. Hal
ini jika kita bawa dalam konteks islami islam telah jauh dulu ada mengenai
persamaan kepemilikan bagi perempuan karena islam telah menetapkan mengenai
pembagian warisan yang tidak perlu dan tidak etis bagi seorang wanita membawa
kasusnya ke pengadilan hanya karena kasus perebutan warisan. Islam juga telah
membuat suatu aturan yang berisi pelarangan nikah tanpa adanya jaminan hukum
yang dengan adanya ini membuat kaum perempuan terjamin dan terlindungi mereka
diberikan hak asasi atas kepemilikan sesuatu dan bahkan islam telah secara
matang menetapkan tata cara perceraian yang manusiawi dimana apabila dikaji
ulang semuanya itu adalah dipihak perempuan yang berarti melindungi hak-hak asasi
perempuan.
Proses perjuangan panjang feminisme
sebenarnya antara perlu dan tidak perlu karena telah jauh dirancang secara
matang oleh islam dalam Al-Quran. Feminisme secara sisi islami adalah feminisme
yang memiliki cirri khas dimana feminimse tersebut tidak hanya mengurusi
masalah horizontal yang artinya hanya hubungan sesama manusia saja akan tetapi
feminisme islami ini juga mempertimbangkan hubungan secara vertikal yaitu
hubungan antara manusia dengan penciptanya. Identitasnya adalah adanya suatu
dialog yang mempertemukan mengenai prinsip-prinsip keadilan dengan kesederajatan
secara intensif berdasarkan hukum islami.
Feminisme islami mengatakan bahwasanya semua makhluk ciptaanya adalah
sama perbedaan hanya terletak pada aksi mereka seperti yang telah dijelaskan
dalam Q.S.Al-Lail: 3-10 “Perbedaan manusia itu hanya terletak pada bagaimana
aksi dan tindakan dia baik ataukah buruk bukan tergantung kepada jenis kelaminnya
baik laki-laki ataupun perempuan” (Armando,2005).
Terdapat lima kesetaraan gender dan
korelasinynya dengan Al-Quran menurut Nasaruddin Umar yaitu adalah sebagai
berikut:
1. Baik
itu laki-laki ataupun perempuan itu memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai
hamba.
Baik
itu perempuan atau laki-laki diturukan dibumi itu dengan tujuan dan peran yang
sama yaitu sebagai hamba untuk mengabdi dan beribadah kepada-Nya hal ini
seperti yang tertuang dalam QS.Al-Hujurat:13 yang dinyatakan bahwa
“Sesungguhnya Allah telah menciptakan makhluknya laki-laki dan perempuan yang
kemudian menjadikannya berbangsa-bangsa,bersuku-suku,beragama-agama agar kalian
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisimu adalah orang
yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Alllah maha mengetahui lagi maha mengenal”
dan terdapat pula dalam QS.An-Nahl:97 yang diterangkan bahwa “ barang siapa
beramal soleh dan beriman baik laki-laki maupun perempuan maka sungguh kami
benar-benar berikan kepadanya kehidupan dunia yang baik. Berdasarkan ayat-ayat
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap makhluk ciptaanya baik laki-laki
ataupun perempuan memiliki hak yang sama
dalam beribadah dan bertaqwa dan akan mendapatkan reward yang sama pula atas
apa yang telah mereka kerjakan. Sehingga dalam hal ini tidak terdapat
diskriminasi apapun dalam hal beribadah serta beraksi dan mengabdi kepada Allah
tinggal bagaimana hamba-hamba tersebut dapat menjalankan sebaikmungkin serta
dapat memilah mana yang baik dan mana yang buruk.
2. Baik
itu laki laki ataupun perempuan itu memiliki kesempatan yang sama dan peran
yang sama sebagai khalifah di bumi
Perempuan
atau laki-laki itu diberikan kesempatan yang sama yaitu sebagai khalifah di
bumi tinggal bagaimana mereka mau memanfaatkan kesempatan itu seperti yang
tertuang dalam QS.Al-Baqoroh:30 yang kurang lebih isinya Allah hendak
menjadikan manusia makhluk ciptaanya sebagai khalifah di bumi. Dalam hal ini
manusia serta makhluk ciptaanya masih bersifat universalitas artinya tidak terdapat
pembedaan baik itu laki-laki ataupun perempuan untuk dapat menduduki jabatan
khalifah asalkan mereka sendiri tidak membuat kerusakan di bumi . Dan dalam
surat Al-Anam:165 yang kurang lebih isinya juga mengatakan bahwa Allah akan
menjadikan sebagaian diantara kamu sebagai khalifah serta mengangkat beberapa
derajat diantara kamu untuk menguji atas apa saja yang telah diberikan kepada
manusia itu sendiri. Maksud dari ayat tersebut juga merupakan universalitas
siapa saja bisa baik itu laki-laki maupun perempuan menjadi khalifah di bumi
asalkan dalam hal ini mereka amanah serta tanggung jawab atas apa yang telah ia
dapatkan karena siksa Allah itu sangat cepat bagi siapa saja yang tidak amanah.
3. Perempuan
atau laki-laki menerima perjanjian primordial
Perjanjian
primordial dapat dimaknai sebagai perjanjian privat antara makhluk dengan sang
Khaliq antara manusia dengan Tuhannya sebagai contoh yang terdapat dalam
QS.Al-araf : 172 bahwa makhluk dalam hal ini laki-laki ataupun perempuan itu
sama sama mengakui Allah sebagai Tuhannya tanpa adanya pembedaan satu sama
lain.
4. Adam
dan hawa terlibat secara aktif dalam drama kosmik
Maksud
dari drama kosmik disini adalah sebuah kejadian yang pada saat itu menurunkan
adam dan hawa dari surga menuju muka bumi ini karena mereka berdua telah
melanggar apa yang dilarang oleh Allah hal ini juga telah dijelaskan dalam
QS.Al-Baqoroh : 35 mengenai fenomena ini. Maksud dari drama kosmik ini menurut
salah seorang yang ahli dalam bidangnya beliau adalah Abd Razzaq Al-Kasyani
dalam mahakaryanya Al-Ta’wilat menurutnya dalam drama ini adam dan hawa
terlibat bekerja sama secara aktif dalam kerja sama dan kesempatan serta peran
yang sama. Adam di simbolkan sebagai hati sedangkan hawa disimbolkan sebgai
jiwa dan iblis sebagai aktor penting sebagai wahm.
5. Perempuan
dan laki-laki berpotensi untuk meraih prestasi
Baik
itu perempuan ataupun laki-laki itu mendapatkan kesempatan serta prorporsi yang
sama untuk mengembangkan bakatnya,mempeluas cakupannya serta memperdalam
cakrawalanya. Mereka mendapatkan kebebasan serta hak yang sama dalam memperoleh
pendidikan dalam mengejar cita mereka tanpa adanya pembedaan terhadap mereka
yang mengatasnamakan laki-laki dan juga perempuan. Seperti yang dijelaskan
dalam QS.An-Nisa:124 yang dijelaskan bahwa barang siapa yang mengerjakan amal
shaleh baik laki-laki maupun perempuan maka akan diberikan kepadanya surga dan
mereka tidak dianiaya sedikitpun. Ayat ini mengindikasikan bahwa baik laki-laki
ataupun perempuan akan mendapat reward yang sama pada saat mereka berjuang untuk
meningkatkan prestasi mereka (Umar,1999)
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Feminisme adalah satu upaya
pemerataan hak-hak perempuan serta upaya untuk menanggulangi diskriminasi yang
terjadi pada kaum perempuan yang maknanya harus tetap terjaga agar tidak
terjadi pengkhianatan dan salah tafsir dalam pemaknaan maupun pengaplikasiannya
dalam kehidupan sehari-hari. Islam tidak mengenal adanya feminisme dikarenakan
islam sendiri telah jauh memuliakan mengangkat derajat kaum perempuan lebih
tinggi dari kaum laki-laki. Akan tetapi pengaplikasian serta pemaknaan terhadap
feminisme perlu dikaji berdasarkan lensa islami dikarenakan terdapat korelasi
dan sinergisitas antara keduannya untuk menanggulangi terhadap pengkhianat
terhadap makna feminisme tersebut.
B.SARAN
Penulis merasa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan yang tidak akan
pernah mendekati kata sempurna. Sehingga perlu peninjauan kembali kepada para
pembaca mengenai isi dari makalah ini. Ketika ada hal-hal yang baik silahkan diambil
dan diaplikasikan dalam kehidupan pembaca sekalian. Akan tetapi apabila
kirannya terdapat kesalahan dan sesuatu yang buruk jangan diambil serta jangan
diaplikasikan tetapi diperbaiki sehingga akhirnya makalah ini akan berguna bagi
pembaca semuanya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazaliy,Syaikh
Muhammad.1996. Studi Kritis atas Hadis
Nabi Saw : Antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual. Alih bahasa oleh
Muhammad Al-Baqir dari “Al-Sunnah Al-Nabawiyyah Baina Ahl-Fiqh Wa Al-Hadits.”Bandung:Mizan
Cet V.
Al-Hibri,Azizah.2001.
“Landasan Qur’ani Mengenai Hak-hak
Perempuan Muslim pada Abad ke-21”, dalam Mohammad Atho Mudzhar dkk(Ed). Perempuan
dalam Masyarakat Indonesia: Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan.Yogyakarta: Sunan
Kalijaga Press.
Arimbi
Heroepoetri dan R.Valentina.2004. Percakapan
Tentang Feminisme Vs Neoliberalisme. Jakarta:debtWACH Indonesia.
Kartini.2005.
Habis Gelap Terbitlah Terang. Jakarta:
Balai Pustaka
Ni
Komang Ari Suwastini.Perkembangan
Feminisme Barat Dari Abad KeDelapanBelas Hingga
PostFeminisme: Sebuah Tinjauan Historis.2013.Vol 2 no 01.
Nina,Armando
dkk.2005.Ensiklopedi Islam.Jakarta:Ictiar
Baru Van Hoven.
Rosemarie
Pytnam Tong.2009. Feminist
Thought:Pengantar Paling Konperhensif kepada Aliran
Utama Pemikiran Feminisme.Yogyakarta:Jalasutra
Sonny
Keraf.2010.Etika Lingkungan Hidup. Jakarta:
Buku Kompas
Website :
Menara,online.2011(online).www.buletinmenara.blogspot.co.id/2011/06/feminisme- dalam-perspektif-islam.html?m=1.(diaksespada
12/05/2016)
Comments
Post a Comment