Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

Jilbab Dalam Pandangan Islam

Oleh : Silva Utami, K1A015004        


PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Jika mendengar kata Jilbab, definisi yang terbenak di kepala dalah suatu alat untuk menutupi kepala dan leher yang dipakai secara khusus dan dalam bentuk yang khusus pula oleh wanita yang beragama muslim pada umumnya. Lalu, apakah kita sebagai wanita muslim wajib mengenakan jilbab? Terlebih lagi untuk wanita-wanita dewasa. Pada era globalisasi ini masih banyak sekali ditemui wanita-wanita dewasa yang tidak memakai jilbab, padahal dalam islam sudah ada hukumnya bagaimana wanita muslim harus memakai jilbab. Dan bagaimana azabnya untuk wanita yang tidak berhijab.
Apakah kita pernah mendengar dalam ceramah agama. Yang dalam ceramahnya berisi tentang bagaimana wanita yang tidak memakai jilbab, jangankan masuk surga, untuk mencium baunya saja pun tidak diizin kan oleh Allah SWT. Subhanallah Astagfirullah, apakah kita sebagai wanita tidak menyadari bahwa kalimat diatas adalah bentuk ancaman dari Allah ?
Mungkin kita pernah mendengar bahwa memakai jilbab harus menutupi dada. Lalu bagaimana jika jilbab yang dipakainya berukuran kecil dan tidak panjang sehingga tidak menutupi dada dan lengannya, apakah muslimah yang memakainya belum terhitung melaksanakan seruan perintah agama dalam Al Quran ? Sebab, tidak ada bedanya dia dengan wanita yang tidak memakai jilbab samasekali. Dan apakah mereka sama dengan wanita yang tmembuka auratnya ? Benarkah presepsi demikian ? Apakah Al Quran memerintahkan seperti itu ?


PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Jilbab Menurut Al Quran
      Arti kata jilbab pertama kali ketika Al Quran diturunkan adalah kain yang menutup dari atas sampai kebawah, penutup kepala, selimut, kain yang dipakai lapisan kedua oleh wanita dari semua pakaian wanita. Ini semua adalah definisi Jilbab yang dikatakan oleh Imam Alusiy dalam tafsirnya Ruuhul Ma’ani. Imam Alusiy dalam tafsirnya mengatakan :
“Jilbab berarti kain yang ukurannya lebih besar dari Khimar(kerudung)” Sedangkan yang benar menurut Imam Alusiy Jilbab adalah kain yang menutup seluruh badan. Dari penjelasan ini sudah sangat jelas bahwa jilbab yang dikenal di kalangan masyarakat Indonesia merubah arti dan bentuk penjelasan jilbab itu sendiri. Dan perubahan yang terjadi ini mempengaruhi beberapa faktor, salah satunya adalah sebab perjalanan Nabi Muhammad SAW sampai sekarang atau faktor lainnya yang disebabkan dari lingkungan dan komunitas masyarakat yang mempunyai peradaban atau kebudayaan yang berbeda. Namun yang lebih penting adalah ketika kita ingin memahami hukum dari berjilbab maka kita harus mengetahui maknanya sesuai syara’(Agama).
Allah SWT dalam Al Quran berfirman :
Artinya : Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mungkin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal karena itu mereka tidak di ganggu, dan Allah adalah Maha pengampun dan penyayang (Q.S Al Ahzab: 59).
            Ayat di atas turun ketika wanita medeka dan para budak wanita keluar bersama tanpa ada suatu yang membedakan keduanya, sementara di madinah pada masa itu masih banyak orang-orang yang berbuat dosa yang suka menggangu wanita-wanita. Dan ketika mereka(orang yang berbuat dosa) diperingatkan, mereka malah berfikir bahwa wanita-wanita tadi adalah wanita-wanita budak. Oleh karena itu  turunlah ayat diatas untuk memberi identitas yang lebih tinggi kepada wanita-wanita merdeka melalui pakaian jilbab.
Hal ini bukan berarti islam memperbolehkan untuk mengganggu budak pada masa itu, namun Islam memandang wanita merdeka lebih berhak untuk diberi penghormatan yang lebih dari pada budak dan sekaligus memerintahkan untuk lebih menurut auratnya dari pandangan dan gangguan orang-orang yang berbuat dosa, sedangkan untuk budak yang masih disibukkan dengan pekerjaannya dibebaskan untuk berpakaian pada jaman itu. Ketika ayat ini turun, para wanita Anshar(wanita muslimah asli Makkah yang berhijrah ke Madinah) dengan cepat serempak mereka kelihatan berjalan tenang seakan burung gagak yang hitam sedang diatas kepala mereka, dengan tenang tidak melenggang-lenggang dan dari atas kelihatam hitam dengan jilbab yang dipakainya di atas kepala mereka (Muhith, N. F, 2002).
Ayat ini terletak di Al Quran setelah larangan menyakiti orang-orang mukmin yang sangat selaras dengan ayat sesudahnya yaitu ayat Jilbab, sebab paling tidak jilbab bisa meminimalisir pandangan seorang laki-kaki kepada wanita yang bukan mukhrimnya. Dan sudah menjadi fitrah manusia untuk dipandang baik oleh orang lain adalah suatu yang menyenangkan hati dan tidak berorientasi dengan keburukan. Lain lagi apabila pandangan orang lain itu tidak baik, maka akan berdampak tidak baik juga bagi seseorang yang dipandang. Berbeda lagi dengan wanita yang hanya mau dipandang baik oleh orang lain dibanding suaminya sendiri, itu adalah kesalahan pada jiwa wanita yang perlu dibenarkan sedini mungkin dan dibuang jauh-jauh terlebih dahulu sebelum seorang wanita berbicara tentang kewajiban berjilbab.

2.2 Cara Memakai Jilbab
            Perbedaan cara memakai jilbab antara sahabat dan para ulama yaitu disebabkan dari bagaimana idnaa’ul jilbab (cara melabuhkan dan melepaskannya). Menurut Ibnu Mas’ud dalam salah satu riwayat dari Ibnu Abbas menjelasnkan cara yang diterangkan oleh Al Quran dengan kata idnaa’, yaitu dengan menutup seluruh wajah kecuali mata untuk melihat. Sedangkan sahabat Qotadah dan riwayat Ibnu Abbas yang lain mengatakan bahwa cara memakai jilbab yaitu dengan menutup dahi, kening dan hidung dengan kedua mata tetap tebuka. Adapun Al Hasan berpendapat bahwa mamakai jilbab menurut Al Quran adalah dengan menutup separuh muka. Beliau tidak menjelaskan bagian separuh mana yang harus ditutup dan yang dibuka ataukah tidak menutup muka sama sekali.
            Dari perbedaan pemahaman sahabat seputar ayat diatas itu muncul pendapat ulama yang mewajibkan memakai cadar karena semua badan wanita adalah aurat. Namun ada beberapa ulama-ulama yang berpendapat bahwa memakai cadar adalah kesadaran beragama yang tinggi yang mana apabila dipaksakan kepada orang lain, maka pemaksaan itu dinilai kurang baik. Sebab, wanita yang tidak menutup wajahnya dengan cadar juga mengikuti Ijtihad Ulama’ yang kredibilitas dalam berijtihadnya dipertanggung jawabkan.
            Sedangkan Madzhab, Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabila berpendapat bahwa wajah wanita tidaklah aurat yang wajib ditutupi di depan laki-laki yang melihat. Syafi’iyah juga ada yang berpendapar bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat (bagian yang wajib ditutup) seperti yang ada dalam kitab Madzahibul Arba’ah, diperbolehkannya membuka telapak tangan dan wajah bagi wanita tidak bisa tidak tertuntut untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya baik dengan jual beli, persaksian sebuah kasus, berdakwah kepada masyarakatnya dan lain sebagainya, yang semuanya itu tidak akan sempurna apabila tidak terbuka dan kelihatan (Muhith, N. F, 2002).
            Secara ringkas, para ulama klasik sampai ulama modern masih berselisih dalam hal pemakaian jilbab pada wanita muslim. Muslimah boleh memilih pendapat mana yang menurutnya adalah yang paling benar dan autentik juga dengan mempertimbangkan hal-hal lain yang lebih bermanfaat dan penting dibanding hanya menutup wajah dan hanya bertujuan menghindari fitnah yang masih belum bisa dipastikan bahwa hal itu memang disebabkan membuka wajah dan telapak tangan saja.


2.3 Hukum dalam Al Quran untuk Muslimah yang Tidak Memakai Jilbab
Mungkin kaum hawa pada era Globalisasi sekarang ini menyangka bahwa tidak memakai jilbab adalah hal yang kecil, bahkan ada yang bilang lebih baik tidak memakai jilbab dari pada memakai juga tidak bisa menjaga kelakuannya. Kaum hawa menganggap yang terpenting adalah hatinya dan bisa menjaga perilaku dan mengerjakan puasa, solat, zakat dan haji yang mereka lakukan. 
Al Quran surat Al – Maidah ayat 5 kalimat terakhir menjelaskan :
“Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” Diibaratkan susu adalah salah satu minuman yang enak untuk diminum. Tetapi jika di dalam susu tersebut ada kotoran manusia, kita tidak membuang kotoran tersebut dan tetap meninum susunya, melainkan dengan membuang susu tersebut. Begitulah sikap manusia jika ada barang yang kotor tecampur dengan barang yang bersih. Kalau manusia saja tidak mau meminum susu yang bercampur dengan kotoran, begitu juga dengan Allah, Ia tidak mau menerima amal ibadah manusia kalau satu saja perintah-Nya diingkari.
Allah juga menegaskan sikap-Nya terhadap wanita yang tidak mau memakai jilbab dalam surat Al A’raaf ayat 147 :
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akkhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak akan diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Rasulullah bersabda, “Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai jilbab.” (HR, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
            Kaum hawa yang tidak mau memakai jilbab di dalam kehidupannya, mereka telah sesuai dengan bunyi ayat Allah diatas ini, maka hapuslah sholat, puasa, zakat dan haji mereka. Kaum hawa yang tidak mau memakai jilbab berada dalam neraka sebagamana bunyi hadits Nabi Muhammad SAW diatas, juga ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya di dalam surat Al A’raaf ayat 36 yang mempunyai arti :
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itu penghuni-penghuni Neraka dan kekal di dalamnya.”
            Banyak sekali kaum hawa yang tidak berjilbab meskipun mereka mendirikan sholat, puasa, zakat dan haji. Tetapi hapus nilai pahalanya dari sisi Allah telah terjadi di zaman kita ini sampai hari kiamat nanti. Sesungguhnya banyak kaum hawa yang hilang pahala shalatnya yang hidup dizaman sekarang dan dizaman yang akan datang semata-mata karena mereka tidak memakai jilbab didalam hidup mereka.

PENUTUP

     3.1  Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa arti Jilbab secara umum adalah kain untuk menutup bagian kepala, sedangkan menurut Al Quran pada pertama kali Jilbab adalah kain yang menutup bagian kepala, tangan, dan seluruh badan untuk menutupi aurat perempuan. Cara menggunakan jilbab dari jaman Rasulullah sampai sekarang ini juga berbeda-beda. Ada yang menyarankan memakai jilbab tidak hanya menutup bagian kepala saja tetapi juga harus menutup tangan. Ada juga yang berpendapat bahwa memakai jilbab harus menutup seluruh anggota tubuh kecuali mata.Secara ringkas, para ulama klasik sampai ulama modern masih berselisih dalam hal pemakaian jilbab pada wanita muslim. Namun, perselisihan yang ada tidak merubah arti sesungguhnya dari kata Jilbab yang mengharuskan untuk menutup bagian kepala. Dan setiap wanita muslim bebas untuk memilih mana pendapat yang paling pantas untuknya. Menutup aurat adalah kewajiban bagi seorang muslimah, dan menutup aurat hendaknya dilakukan tanpa menunda-nunda dan tanpa pertimbangan apapun baik dengan cara minimal hingga cara semaksimal mungkin. Oleh karena itu, dalam Al Quran tercatat bahwa hukum bagi wanita muslim yang tidak mau menutup aurat atau tidak memakai jilbab adalah jangankan untuk masuk surga, untuk mencium wangi surga pun tidak akan diizinkan oleh Allah SWT.



DAFTAR PUSTAKA

Alqur’anmulia. 2015. Tafsir Ibnu Katsir Surah Al-A’raaf ayat 34-36. [online]
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/10/12/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-araaf-ayat-34-36/. Diakses 30 Mei 2016.
Ansori, F.K. 2015. Surat Al Maidah ayat 5 dan Artinya. [online]
http://www.surat-yasin.com/2015/04/surat-al-maidah-ayat-5-dan-artinya.html. Diakses 31 Mei 2016.
Muhith, N. F. 2002. Definisi Jilbab dalam Al Quran dan Jilbab Zaman Sekarang. [online]
http://www.indojilbab.com/content/42-definisi-jilbab-dalam-al-quran-dan-jilbab-zaman-sekarang. Diakses 30 Mei 2016.
Tanzil. 2015. Penjelas Ringkas. [online] http://quranuniverselife.org/ayah/7/147.
Diakses 31 Mei 2016.
Wahyudi, Abu M. A. 2014. Perintah dan Hukum Memakai Jilbab bagi Wanita Muslim.

[online] http://www.duniaislam.org/17/11/2014/perintah-dan-hukum-memakai-jilbab-bagi-wanita-muslim/. Diakses 30 Mei 2016.

Comments

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam