Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

Interpretasi : Jorge J. E. Gracia

A.    Teori Interpretasi

Jorge J. E. Gracia mendefinisikan “Penafsiran” (interpretation), secara etimologis, sebagai makna (meaning), hasil pemahaman (understand), terjemahan (translation), atau penjelasan (explanation). Sedangkan menurut definisinya, penafsiran berarti pemahaman (understanding), yakni proses atau metode bagaimana dalam diri seseorang terdapat sebuah mekanisme mental yang bekerja menghasilkan makna. Bagaimana sebuah teks dipadukan dengan pikirang si pembaca atau hubungan antara interpretendum dengan interpretan.
Adapun fungsi dari interpretasi yang ia sebut dengan Dilemma Interpretation sebagai berikut: pertama, fungsi sejarah (historical fungsion), yakni dapat menghidupkan sejarah, memanggil sejarah masa lampau dan dibawa ke masa kini. Kedua, makna (meaning), mengetahui pemaknaan bahasa di masa lampau dan masa kini. Ketiga, penerapan (implikative), yakni mengaplikasikan teks tersebut pada masa kini.
Dalam melakukan interpretasi, menurut Gracia, seseorang boleh melebihkan pemahamannya terhadap teks, dalam arti teks dipahami bukan lagi sama seperti pada waktu dulu, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan konteks pada masa kini. Namun harus melalui dua syarat. Pertama, tidak boleh bertentangan dengan substansi (several meaning) teks. Kedua, tetap mempertahankan identitas teks. Contoh tantang makna “jihad”. Jika dulu “jihad” berati perang fisik, maka untuk sekarang bisa diartikan bermacam-macam dan tergantung bahwa makna yang bermacam-macam itu memiliki substansi dan tujuan yang sama, yakni berjuang di jalan Allah.
Penafsiran terbagi menjadi dua tipe: tekstual dan kontekstual. Yang pertama berusaha memahami teks dengan tujuan mengambil makna asalnya. Artinya menafsirkan apa yang ada pada ruang lingkup teks itu sendiri. Sedang yang kedua memahami teks dengan memfokuskan diri pada luar teks. Artinya berupaya menangkap sejarah masa lalu. Kalau yang pertama menitik beratkan pada fungsi teks pada masa lampau semata, sementara yang kedua cakupannya lebih luas karena tidak hanya menyangkut soal fungsi teks itu sendiri tetapi berusaha untuk menjelaskan sejarah yang terjadi pada masa lampau, baik itu keadaan sosial, budaya, atau psikis masyarakat. Tipe yang kedua ini, oleh Gracia disebut pula dengan historical interpretation.

B.     Proses interpretasi
Untuk proses penafsiran dengan tipe yang pertama dapat dilakukan sebagai berikut. Pertama, mencaritahu bagaimana teks itu hidup dan berfungsi pada masa lampau. Kedua, meluaskan kandungan makna kata yang ada dengan menyesuaikan makna kata pada konteks kekinian. Ketiga, berupaya untuk bagaimana teks itu dapat diterapkan pada masa kini. Selanjutnya, untuk tipe yang kedua adalah dengan cara memakai perangkat kajian sejarah, sosial, psikologi dan sebagainya.
Contoh, misalnya, penafsiran tentang ayat-ayat qishas yang terkait dengan konteks sejarah masa lalu, bahwa hukum itu pantas diterapkan karena telah membudaya dan lumrah pada masa itu. Tapi untuk masa kini sudah tidak cocok diberlakukan lagi. Qishas hanya bisa diterapkan semangatnya saja dengan bentuk hukum yang berbeda tapi sesuai dengan nilai kemanusiaan masyarakat kontemporer.
Apabila ditinjau secara seksama, teori penafsiran Gracia ini, boleh dikata mirip dengan teori penafsiran yang digagas oleh ulama tafsir kontemporer, Amin al-Khulli. Teori penafsirannya tentang ma fin nash dan ma haulan nash memiliki kesamaan dengan interpretasi tekstual dan kontekstual milik Gracia di atas.

Comments

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam