Oleh : Utari Pusparini, K1A015036
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Mahasiswa
dengan perannya sebagai Agent Of Change
tentu tidak bisa lepas dari kegiatan demonstrasi. Akhir-akhir ini mahasiswa
makin gencar melakukan demonstrasi. Sebagai contoh belum lama ini mahasiswa
UNNES berbondong-bondong melakukan aksi menolak kenaikan uang kuliah tunggal
dan SPI, dan ada juga mahasiswa UNSOED yang pada tanggal 17 Juni 2016 pada
bulan ramadhan mereka tetap mangadakan aksi menolak kenaikan uang kuliah
tunggal dan uang pangkal serta sederet tuntutan yang mereka bawa. Aksi atau demonstrasi
bisa didefinisikan sebagai jalur yang ditempuh untuk menyuarakan pendapat,
dukungan, kritikan, ketidak-berpihakan, ketidak-setujuan. Demonstrasi bisa juga
diartikan sebagai sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di
depan umum.
Demonstrasi
biasanya dipicu oleh kebijakan-kebijakan yang dinilai tidak pro rakyat. Namun,
pada kenyataannya terkadang demonstrasi malah berujung pada kericuhan yang
dapat merusak fasilitas umum, bahkan menimbulkan korban luka hingga meninggal.
Hal ini dapat dipicu oleh pemaknaan demokrasi yang salah. Dalam ajaran Islam
sendiri demonstrasi bisa dikaitkan dengan istilah muzhaharah dan masirah.
Tujuan dari dua istilah ini sama halnya dengan demokrasi yaitu untuk mengoreksi
kebijakan penguasa. Namun, masalahnya adalah kebimbangan antara sesuai atau
tidak dua istilah tersebut dengan realita demonstrasi masa kini. Maka dari itu,
dalam pembahasan kali ini penulis bermaksud untuk menjelaskan seperti apa
demokrasi di mata Islam.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud aksi atau demonstrasi?
2. Bagaimana
budaya demonstrasi di kalangan mahasiswa?
3. Bagaimana
pandangan Islam Terhadap demonstrasi?
C. Tujuan
1. Mengetahui
pengertian dari aksi atau demonstrasi serta sejarahnya dalam Islam.
2. Mengetahui
bagaimana budaya demonstrasi di kalangan
mahasiswa.
3. Mengetahui
bagaimana demonstrasi dalam pandangan perspektif Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Demonstrasi
Ditinjau
dari segi bahasa demonstrasi memiliki beberapa arti. Dalam kamus ilmiah populer
demonstrasi dapat diartikan sebagai tindakan bersama untuk menyatakan protes;
pertunjukan mengenai cara-cara menggunakan suatu alat ; pamer kekuatan yang
mencolok mata.[1]Kamus Besar Bahasa Indonesia memaparkan bahwa
demonstrasi adalah gerakan atau tindakan bersama-sama untuk menyatakan protes
baik dengan pawai, poster-poster, serta tulisan-tulisan yang merupakan
pencetusan perasaan atau sikap para demonstran mengenai suatu masalah.[2]
Demonstrasi
biasanya timbul sebagai respon dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak
pro rakyat, atau sebagai akibat dari macetnya saluran aspirasi masyarakat yang
termasuk di dalamnya mahasiswa. Munculnya demonstrasi mengacu pada Undang-
undang dasar (amandemen IV) pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, mengumpulkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang”, dan pada ketetapan MPR no XVV/MPR/1998 Pasal
2 bahwa “Setiap orang berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”. Oleh karena itu jelas bahwa demonstrasi merupakan salah
satu sarana yang digunakan untuk menyuarakan pendapat, dukungan, maupun
kritian, yaitu suatu tindakan untuk menyampaikan penolakan, kritik, saran,
ketidakberpihakan, dan ketidaksetujuan melalui berbagai cara dan media dengan
aturan aturan yang telah ditetapkan baik secara tertulis maupun tidak tertulis
sebagai akumulasi suara bersama tanpa dipengaruhi oleh kepentingan pribadi maupun
golongan yang menyesatkan dalam rangka mewujudkan demokrasi yang bermuara pada
kedaulatan rakyat dan keadilan rakyat. Sedangkan unjuk rasa adalah protes yang
dilakukan secara massal. Adapun protes yaitu pernyataan dari suatu kelompok
atau perseorangan yang tidak menyetujui atau menyangkal terhadap suatu
kabijaksanaan atau keputusan yang merugikan.[2]
Pada
istilah bahasa Arab, demonstrasi disebut juga muzhaharah dan masirah.
Istilah muzhaharah dalam kamus al-Munawwir diartikan sebagai “demonstrasi”,
tanpa merinci sifatnya anarkis atau tidak.[3] Jika muzhaharah yang
dimaksud demonstrasi dalam terminologi kaum sosialis yaitu demonstrasi yang
dilakukan dengan disertai boikot, pemogokan, kerusuhan, dan perusakan (teror),
agar tujuan revolusi mereka berhasil, maka muzhaharah yang dimaksud adalah
sebagai aksi atau tindakan sekumpulan masyarakat di tempat-tempat umum untuk
menuntut perkara-perkara tertentu yang menjadi tugas negara atau para
penanggungjawabnya. Dalam pengertian ini juga disebutkan bahwa aksi muzhaharah
tersebut biasanya diwarnai perusakan dan anarkisme. Sedangkan masîrah secara
harfiah adalah “perjalanan”, dalam kamus al-Mawrîd disebutkan bahwa masîrah berarti
march, atau long march.[4] Jadi yang dimaksud masirah adalah istilah
untuk aksi demonstrasi yang tidak disertai dengan perusakan, atau bisa disebut
juga sebagai long-march yaitu lebih menekankan pada pola aksi yang bergerak dan
tidak diam di satu tempat tertentu (pawai). Pola seperti ini disebut dengan
pola dinamis, sebagai lawan dari pola statis, yaitu aksi yang dilakukan hanya
diam di satu tempat tertentu, misalnya aksi mimbar bebas.[5]
B. Budaya
Demokrasi di Kalangan Mahasiswa
Aksi
mahasiswa umumnya dilakukan dengan menggelar poster, spanduk, dan mimbar bebas
yang biasanya didahului dengan pawai keliling kampus. Mereka bergantian
melakukan orasi dengan semangat yang berapi-api. Isi poster, spanduk, serta
pidato mereka umumnya berisi kritikan yang juga menunjukkan keprihatinan atas
perkembangan situasi dengan sejumlah tuntutan yang mendesak penguasa melakukan
perbaikan (reformasi, renovasi) agar keadaan lebih cepat membaik.[6]
Unjuk
rasa mahasiswa merupakan salah satu bentuk aktivitas atau partisipasi politik
mahasiswa dalam melihat persoalan masyarakat, bangsa dan negara. Demonstrasi
pastinya dilakukan setelah jalur yang sebelumnya mereka tempuh seperti diskusi
dan lainnya tidak mendapat perhatian atau direspon lamban oleh birokrasi (pihak
yang berwenang). Adanya demonstrasi menunjukkan bahwa mereka mempunya sikap
kritis, sikap peduli terhadap lingkungan, sikap ingin memperbaiki keadaan,
sikap solidaritas atas penderitaan rakyat kecil dengan cara-caranya sebagai calon
cendekiawan yakni dengan menggelar konsep pemikiran, karena mahasiswa memang
dilatih untuk itu, sehingga jalan keluar yang ditempuh bersifat mendasar dan
umum karena sasarannya adalah kebijaksanaan negara.[2]
Sejarah
telah mencatat bahwa mahasiswa pernah menumbangkan rezim besar melalui kekuatannya.
Dipicu oleh kondisi negara yang semakin kemelut, diwarnai oleh pemerintah yang
semena-mena mahasiswa mulai menyusun kekuatan mendobrak rezim orde baru.
Memasuki awal tahun 1998 mahasiswa mulai gencar mengeluarkan eksistensinya
dalam mendukung adanya reformasi. Aksi demonsttrasi makin marak ketika diwarnai
oleh meletusnya Tragedi Trisakti pada
tanggal 12 Mei 1998. Pada waktu itu mahasiswa Trisakti sedang melancarkan aksi
unjuk rasa, namun mereka dihadang oleh aparat keamanan. Disana terjadilah
bentrok yang akhirnya menewaskan empat mahasiswa akibat tembakan peluru tajam.
Tragedi ini memicu kerusuhan yang lebih besar lagi pada 13-15 Mei.[7] kerusuhan
baru berakhir setelah tumbangnya pemerintahan orde baru pada 21 Mei 1998.
Dengan demikian, lengsernya Soeharto sebagai presiden tidak terlepas dari
gencarnya gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa. Karena sebagian
pelaku unjuk rasa merupakan mahasiswa. Kini tradisi berunjuk rasa ini, ternyata
disambut positif hingga oleh civitas akademika. Suara mahasiswa semakin nyaring
hingga berhasil mentransformasikan gerakannya dari kerangka student movement
(perubahan mahasiswa) hingga ke social movement (perubahan sosial).[8]
C. Demokrasi
dalam Islam
Jika melihat
dari sisi yang berbeda yaitu dalam al-Qur’an dan hadis-hadis Rasulullah,
istilah tentang demonstrasi atau unjuk rasa (muzhaharah atau masîrah) dengan
arti sebagaimana definisinya tidak dapat
ditemukan, namun dalam pengertian lain dapat dijumpai makna yang mendekati.
Bisa dikatakan bahwa demonstrasi merupakan hal baru yang muncul setelah masa
Nabi dikarenakan kebebasan berpendapat yang sering terbungkam, tidak terdengar,
atau mungkin sengaja tidak didengarkan.[5]
Jadi
terdapat dua pengertian demonstrasi dalam Islam, muzhaharah adalah demonstrasi
yang dilarang dan masîrah adalah demonstrasi yang diperbolehkan atau
dianjurkan. Yang membedakan keduanya adalah tindakan-tindakan para demonstran
ketika menyampaikan aspirasi dan juga bentuk tuntutan atau protes itu sendiri.
Banyak faktor yang menyebabkan munculnya demonstrasi atau unjuk rasa ini, namun
demonstrasi sering muncul sebagai langkah untuk merespon kebijakan penguasa
yang tidak berpihak pada rakyat maupun perilaku pemimpin yang telah keluar dari
aturan atau ajaran Islam. Aksi demonstrasi atau unjuk rasa bisa dikatakan
sebagai media untuk memberikan nasehat, saran, atau kritik dan sebagai bentuk
penyampaian pendapat sekaligus sebagai cerminan kebebasan berpikir dan
berekspresi yang dilindungi undang-undang, dan juga sejalan dengan prinsip
dalam Islam, bahwa Islam sangat menjamin hak-hak asasi seseorang untuk
mengutarakan aspirasi atau pendapatnya kepada siapapun termasuk pemerintah.
Kebebasan ini tidak hanya diberikan kepada warga negara ketika melawan tirani,
namun juga bagi warga negara untuk mempunyai pendapat yang berbeda dan
mengekspresikannya berkenaan dengan berbagai masalah.[9] Dalam hal
ini, jika demonstrasi atau unjuk rasa dimaksudkan untuk menyampaikan nasehat,
aspirasi, saran atau kritik yang membangun maka bisa dikategorikan sebagai amr
ma’ruf nahi munkar.
Dalam
perspektif islam walaupun kata “Demonstrasi” tidak disebutkan secara jelas
dalam Al-Qur’an, tetapi pada prinsipnya sudah dikemas dalam bingkai amar ma’ruf
nahi munkar seperti yang telah disebutkan tadi. Dalam sejarah Islam sendiri,
tepatnya pada masa pemerintahan Khalifah Ustman bin Affan pernah mencatat
adanya Demonstrasi. Dalam kurun waktu kurang lebih 12 tahun pemerintahan
Khalifah Ustman bin Affan dapat dibagi menjadi dua tahap, pada 6 tahun pertama
pemerintahan berjalan dengan normal, administrasi berjalan efektif, perluasan wilayah
terus dilakukan serta pembangunan sarana prasarana umum berjalan lancar, sedangkan
pada 6 tahun terakhir masa pemerintahannya mulai goyah oleh goncangan rakyat,
terutama wilayah Kuffah, Basrah dan Mesir banyak menuai protes dari rakyat. Hal
ini disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Khalifah Ustman bin
Affan dinilai kurang adil, hal tersebut ditandai dengan pertama, pencopotan
jabatan Gubernur Kuffah, Mesir dan Basrah yang digantikan oleh keluarganya
sendiri sehingga mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintahan. Kedua, adanya
isu penyelewengan dana baitul mall sehingga menuai protes yang semakin hari
semakin meluas dan puncaknya berakhir dengan demonstrasi secara massif di
berbagai daerah.[10]
Pada dasarnya konsep amar ma’ruf nahi munkar dapat diaplikasikan dalam berbagai bentuk/visual, diantaranya Demonstrasi melalui media dakwah, baik dakwah billisan maupun bilqolam tergantung dari konteks amar ma’ruf itu sendiri. Jadi bisa dikatakan Demonstrasi adalah bentuk panjang dari amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini bisa dilihat dari hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﺳَﻌِﻴْﺪ ﺍﻟْﺨُﺪْﺭِﻱ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ
ﻋَﻨْﻪُ ﻗَﺎﻝَ : ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﻣَﻦْ ﺭَﺃَﻯ
ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﻣُﻨْﻜَﺮﺍً ﻓَﻠْﻴُﻐَﻴِّﺮْﻩُ ﺑِﻴَﺪِﻩِ، ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻊْ
ﻓَﺒِﻠِﺴَﺎﻧِﻪِ، ﻓَﺈِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻄِﻊْ ﻓَﺒِﻘَﻠْﺒِﻪِ ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﺃَﺿْﻌَﻒُ
ﺍْﻹِﻳْﻤَﺎﻥِ . (ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ)
Dari Abu Sa’id Al Khudri r.a berkata : Saya
mendengar Rasulullah SAW bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah
dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak
mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya
iman. (Riwayat Muslim) [11]
Namun,
meski demonstrasi masuk kedalam kategori amar ma’ruf nahi munkar. Terdapat pula
batasan-batasan mengenai kepatuhan terhadap penguasa. Di antara
ayat-ayat al-Qur’an yang membahas masalah ini adalah surat al-Anfal ayat 27
yang Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang
dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.(Q.S. al-Anfal [8] :27). Ayat ini
menjelaskan, bahwa bentuk khiyanat kepada Allah adalah mengabaikan kewajiban
atau melanggar ketentuan yang ditetapkan Allah. Sedangkan wujud pengkhiyanatan
kepada Rasulullah saw. Adalah dengan mengacuhkan penjelasannya terhadap
al-Qur’an dan cenderung pada penafsiran yang mendukung hawa nafsu dan
kepentingan pribadi. Kemudian salah satu bentuk pengkhiyanatan kepada manusia adalah
pengkhiyanatan terhadap massyarakat dan pemerintah, dalam urusan politik,
keamanan dalam negri, persoalan-persoalan ekonomi dan sosial kemasyarakatan,
dan lain-lain. Termasuk bentuk pengkhiyanatan adalah pengkhiyanatan seseorang
kepada orang laindalam wilayah transaksi ekonomi dan lainnya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas
dapat disimpulkan bahwa demonstrasi merupakan gerakan
atau tindakan bersama-sama untuk menyatakan protes baik dengan pawai,
poster-poster, serta tulisan-tulisan yang merupakan pencetusan perasaan atau
sikap para demonstran mengenai suatu masalah. Demonstrasi dilakukan karena dipicu
oleh kebijakan-kebijakan penguasa yang dinilai tidak pro rakyat. Aktor-aktor
demonstrasi sendiri biasanya didominasi oleh mahasiswa. Hal ini tidak lepas
dari peran mahasiswa sebagai Agent of Change yang bertugas membawa perubahan.
Budaya demonstrasi sudah
tidak asing lagi bagi kalangan mahasiswa. Demonstrasi ini dilakukan dengan
menggelar poster, spanduk, dan mimbar bebas yang biasanya didahului dengan
pawai keliling kampus. Dalam pandangan islam demonstrasi yang mereka lakukan
bisa digolongkan ke dalam dua istilah. Muzhara’ah yang berarti aksi atau
tindakan sekumpulan masyarakat di tempat-tempat umum untuk menuntut
perkara-perkara tertentu yang menjadi tugas negara atau para
penanggungjawabnya, biasanya diwarnai perusakan dan anarkisme. Kemudian istilah
kedua yaitu masîrah yang secara harfiah adalah “perjalanan”, masîrah berarti
aksi demonstrasi yang tidak disertai dengan perusakan, atau bisa disebut juga
sebagai long-march.
Demonstrasi
yang diperbolehkan yaitu yang mengacu pada masîrah. Meski kata demonstrasi
tidak secara langsung ada dalam Al-Qur’an. Namun para ahli menghubungkan dengan dua istilah seperti yang telah
disebutkan diatas. Para ahli menggolongkan demonstrasi sebagai ‘amar ma’ruf
nahi munkar. Namun, meskipun demikian tetap masih ada batasan-batasan dalam
demokrasi, yaitu bukan termasuk khiyanat ataupun hendak mengedepankan
kepentingan pribadi semata.
Kehidupan
politik yang demokratis tidak melarang demonstrasi sebagai upaya penyampaian
aspirasi dan menntut kepentingan. Demonstrasi merupakan ciri kehidupan
masyarakat yang demokratis, sehingga muncul ungkapan “Demokrasi tanpa
demonstrasi ibarat masakan kurang garam, hambar”. Demonstrasi sah-sah saja
dilakukan sepanjang tidak keluar dari koridor demokrasi. Demonstrasi dan
demokrasi bisa diibaratkan seperti hukum perceraian dalam agama Islam,
dihalalkan tetapi kalau bisa jangan dilakukan.[6]
Daftar
Pustaka
[1] Maulana,
Ahmad,. Dkk. 2014. Kamus Ilmiah Populer. Absolut. Yogyakarta
[2] Tim Penyusun
Kamus Pusat dan Pengembangan Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi
ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.
[3] Munawir,
Ahmad Warson. 2002. Kamus al-Munawir : Kamus Arab-Indonesia. Pustaka Progressif. Surabaya.
[4] Baalbaki,
Rohi. 1995. Qâmûs al-Mawrid ‘Arabî-Inkilîzî (A Modern Arabic-English Dictionary. Dar Elilm
Lilmalayin. Beirut
[5] Aminullah,
Muhammad. 2014. “Demonstrasi dalam Perspektif Hadis”. Jurnal Pendidikan dan Kajian Keislaman.
Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an Bima. NTB
[6] Siswanto, Joko.
2006. Reaksi Intelektualis Untuk Demokrasi. Yayasan Bakti Nusantara. Palembang.
[7] Habibie,
Bacharuddin Jusuf. 2006. Detik-detik yang Menentukan (Jalan Panjang Menuju Demokrasi). THC
Mandiri. Jakarta.
[8] Zada, Khamami.
2002. Islam Radikal (Pergulatan Ormas-Ormas Islam Garis Keras di Indonesia). Teraju.
Jakarta.
[9] Hussain, Syaikh Syaukat.
1996. Hak Asasi Manusia dalam Islam, terj. Abd Rochim. Gema
Insani Press. Jakarta
[10] Atamimi, Abdul
Basit. 2013. “Demonstrasi Masa Rasulullah dan al-Khulâfa ar Rasyidûn”. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
[11] An Nawawi, Imam.
2002. Terjemahan Syarah Shahih Muslim, terj. Wawan Djunaedi Soffandi. Mustaqiim.
Jakarta
Comments
Post a Comment