Oleh
: Faqihudin Akhmad Yusuf (K1A015008)
Sebagaimana kita
ketahui, di dunia ini terdapat berbagai macam agama. Setiap kelompok agama
menganggap bahwa agama merekalah yang paling benar. Mereka berpendapat orang
yang berada di luar kelompok agama mereka adalah orang yang sesat. Tidak jarang
perbedaan pendapat ini berujung pada pertikaian yang tidak ada hentinya.
Islam adalah agama
toleransi, Rasulullah SAW telah mencontohkan kepada kita bagaimana bersikap
toleransi dalam kehidupan sehari-hari, dalam berinteraksi dengan sesama
manusia. Oleh karena itu, pada masa Rasulullah SAW, Islam dikenal sebagai agama
toleransi. Allah SWT telah berfirman dalam QS Al-Anbiya ayat 107 yang artinya :
“Dan tiada-lah kami mengutus kamu, melainkan (untuk) menjadi rahmat bagi
alam semesta”. Islam telah mengajarkan agar kita dapat hidup berdampingan
dengan sesama manusia maupun dengan lingkungan.
Menurut kamus umum
bahasa Indonesia, toleransi berarti kelapangan dada. Sehingga, toleransi dapat
diartikan sebagai pemberian kebebasan terhadap sesama manusia baik dalam menentukan
sikap dan pola hidupnya, maupun menyangkut keyakinannya, selama tidak
bertentangan dengan syaratsyarat terciptanya ketertiban dan kedamaian di
lingkungan masyarakat.
Toleransi dalam Islam
bukan berarti menganggap semua agama adalah sama. Pemahaman tersebut merupakan
suatu kesalahan dalam memahami arti toleransi yang sebenarnya, karena pemahaman
tersebut dapat menyebabkan pencampuran antara yang hak dan yang batil.
Sementara, sikap toleransi dalam Islam adalah sikap menghargai dan menghormati
keyakinan agama lain di luar Islam, bukan bermaksud untuk menyamakan dengan
keyakinan Islam sendiri. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Kafirun
ayat 1-6, yang artinya: “(1) Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang
kafir! (2) Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, (3) dan kamu bukan
penyembah apa yang kamu sembah, (4) dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, (5) dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah apa yang
aku sembah,(6) Untukmu agamau, dan untukku agamaku”.
Salah satu riwayat
menyebutkan, sebab turunnya surat tersebut adalah ketika sekelompok pemuka
kafir Quraisy datang menemui Rasulullah SAW. Kedatangan mereka untuk mengajak
Rasulullah SAW bersekutu dalam segala hal, termasuk dalam peribadahan. Mereka
akan menyembah apa yang Rasulullah SAW sembah dan Rasulullah SAW pun diminta
menyembah apa yang mereka sembah. Bahkan, mereka akan mengangkat beliau sebagai
pemimpin. Dengan adanya peristiwa tersebut, maka turunlah Q.S Al-Kafirun
tersebut. Allah SWT telah memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk
bertoleransi dengan agama-agama yang lain. Akan tetapi, bukan berarti kita
harus ikut menyembah atau mengimani apa yang mereka sembah. Selain itu, kita
tidak seharusnya menganggap semua agama adalah sama, karena agama yang diridhai
oleh Allah SWT hanyalah agama Islam. Islam adalah agama rahmatal
lil’alamiin (rahmat untuk seluruh alam semesta).
Akhir-akhir ini ada
beberapa kasus yang muncul, mereka salah dalam memahami arti dari kata
toleransi. Salah satu kasus yang paling hangat adalah rencana kegiatan buka
puasa bersama di lingkungan tempat ibadah suatu agama selain Islam. Mereka
menjadikan kata toleransi sebagai dasar pemikiran mereka. Bahkan, mereka dapat
memanfaatkan media masa sebagai pelindung mereka. Sehingga, banyak umat Islam
yang tidak ragu menganggap gagasan tersebut bukanlah sebuah kesalahan.
Melainkan, gagasan tersebut adalah salah satu bentuk sikap toleransi antarumat
beragama. Akan tetapi, sebagaimana kita ketahui bukankah ibadah puasa Ramadan
itu hanya dilaksanakan oleh umat Islam, sehingga buka puasa juga hanya
dilakukan oleh kaum muslim. Apabila buka puasa dilaksanakan di lingkungan
tempat ibadah umat beragama lain, maka akan menimbulkan kesalahpahaman di
kalangan elemen umat beragama. Selain itu, buka puasa merupakan salah satu
bentuk ibadah kaum muslimin. Oleh karena itu ibadah, maka tidak ada yang boleh
beribadah dengan coba-coba.
Allah SWT berfirman
dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 120 yang artinya: “Orang-orang Yahudi dan
Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka”.
Dari ayat tersebut mencerminkan bahwa mereka, orang-orang yahudi dan nasrani
(orang-orang non-Islam) berupaya untuk memurtadkan umat Islam, berusaha untuk
menjauhkan kaum Muslimin dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka, mereka mencoba
memasukkan pendapat-pendapat mereka untuk mengelabuhi umat Islam supaya semakin
jauh dan meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Memang benar,
perbedaan pendapat adalah sesuatu yang wajar, perbedaan pendapat bukanlah hal
yang harus diperdebatkan, apalagi sampai meretakkan hubungan antar umat
beragama. Akan tetapi, kita tidaklah hanya menerima begitu saja perbedaan
pendapat tersebut, kita harus mencernanya sebelum pendapat tersebut masuk ke
dalam pikiran kita. Apabila perbedaan pendapat tersebut bermaksud untuk
menghancurkan Islam, sudah semestinya kita selaku umat Islam yang cinta Allah
SWT dan Rasul-Nya harus membela Islam sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Meskipun kita harus
mencerna terlebih dahulu pendapat-pendapat yang ada di berbagai kalangan
masyarakat, akan tetapi perlu ditekankan bahwa Islam adalah agama yang
toleransi. Kita tidak semestinya langsung memfonis bahwa pendapat tersebut
adalah salah, sebelum kita mengetahui dasar hukumnya terlebih dahulu. Jika
pendapat yang datangnya dari kalangan non-Islam tersebut memanglah salah dan
tidak terdapat dalam apa yang menjadi dasar hukum di dalam Islam (Al-Qur’an dan
As-Sunnah), kita pun harus menghormatinya apabila pendapat tersebut tidak
memiliki tujuan untuk menghancurkan Islam. Karena hal tersebut merupakan sikap
toleransi yang dapat kita lakukan sebagai seorang muslim dan kita harus saling
menghormati baik sesame agama maupun antarumat beragama. Bahkan, di negara kita
ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang termasuk ke dalam negara dengan
umat Islam terbanyak di dunia dikenal dengan negara yang toleransi. Maka, sudah
semestinya kita ikut menjaga apa yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa
sendiri.
Daftar
Pustaka
Comments
Post a Comment