Oleh : Destia Rizqi Hakimah, K1A015016
I.
LATAR BELAKANG
Pluralisme tidak dapat dipahami dengan mengatakan
bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, terdiri atas berbagai suku dan
agama, yang justru menggambarkan fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme harus
dipahami sebagai pengikat sejati kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaan,
bahkan pluralisme merupakan suatu keharusan untuk keselamatan umat manusia,
antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya.
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Allah menciptakan mekanisme pengawasan dan
pengimbangan antarsesama manusia untuk memelihara keutuhan bumi dan menciptakan
salah satu wujud kemurahan yang melimpah kepada umat manusia. Islam harus
membuka diri dengan agama-agama lain, tidak menganggap Islam sebagai agama yang
paling benar karena semua agama tujuan utamanya sama, yaitu Tuhan.
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural,
mulai dari etnis, bahasa, budaya sampai agama. Di Indonesia terdapat lebih dari
300 etnis yang masing-masing etnis mempunyai budaya sendiri dan menggunakan
lebih dari 250 bahasa(Zada, 2006). Selain itu, di Indonesia terdapat beragam
agama dan hampir semua agama berada di Indonesia. Agama-agama tersebut antara
lain, Hindu, Budha, Islam, Katolik, Protestan, dan Kong Hu Cu. Empat dari
keenam agama itu, yaitu Budha, Islam, Katolik dan Protestan, disebut sebagai
agama dakwah. Yang dimaksud dengan agama dakwah, yaitu agama yang kebenarannya
harus diberitahukan kepada pemeluk agama lain, agar mereka memeluk agama yang
didakwahkan itu. Pemeluk agama dakwah akan merasa puas apabila berhasil membawa
kebenaran itu ke dalam jiwa pemeluk agama lain. Dalam makalah ini akan
dijelaskan tentang Pluralisme Agama di Indonesia.
II.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
itu pluralisme agama?
2. Bagaimana
upaya untuk menumbuhkan pluralisme agama di Indonesia?
3. Apa
dampak adanya pluralisme agama di Indonesia?
III.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
pluralisme agama dan pluralisme agama di Indonesia
Pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang
mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan
hanya mentoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, bahkan mengakui
kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya.
Allah berfirman dalam Al Qur’an yang artinya, “Barangsiapa mencari agama selain
Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia
di akhirat termasuk orang-orang yang merugi”(Q.S. Ali Imron:85). Ibnu ‘Abbas
menyatakan bahwa ayat tersebut menjelaskan tidak ada satupun jalan dan
perbuatan yang diterima di sisi Allah SWT kecuali apabila jalan dan perbuatan
tersebut berjalan sesuai syariat Nabi Muhammad SAW(Abahzacky, 2010).
Pluralisme agama adalah kenyataan yang tidak dapat
dibantah. Pluralisme agama dapat menimbulkan konflik, kekerasan, dan sikap
anarkis terhadap penganut agama lain. Hal ini disebabkan karena setiap ajaran
agama mempunyai aspek ekslusif berupa truth claim, yaitu pengakuan bahwa
agamanya yang paling benar. Akibatnya agama lain dianggap tidak benar dan
sesat. Agama yang benar harus meluruskan dan mengembalikan orang ke jalan yang
benar, masuk dalam agama mereka. Tidak mengherankan apabila semua agama
berlomba-lomba melakukan dakwah untuk mendapatkan umat
sebanyak-banyak(Sholihatun, 2014).
Dikalangan agamawan Indonesia, baik Islam maupun
Kristen, pluralisme agama dimaknai secara berbeda-beda, dan muncul pro dan
kontra. Bagi kelompok Islam radikal, seperti Majelis Mujahidin Indonesia (MMI),
Hizb Al-Tahrir Indonesia (HTI), dan Front Pembela Islam (FPI), dengan tegas
mereka menolak pluralisme agama. Ismail Yusanto, juru bicara HTI menyatakan
bahwa pluralisme agama merupakan paham dari barat yang bertentangan dengan Q.S.
Ali Imran:85 yang artinya, “Barang siapa yang mencari agama selain Islam, maka
sekali-kali tidaklah diterima, dan di akhirat ia termasuk orang yang merugi”.
Berdasarkan ayat tersebut, Yusanto menyakini bahwa kebenaran hanya milik umat
Islam(Sumbulah, 2006). Bagi umat Kristen, pandangan ini sudah dikenal dengan
ungkapan extra ecclesian nulla salus yang artinya tidak ada keselamatan
di luar gereja. Tokoh yang mengungkapkan pandangan tersebut, antara lain Karl
Bath dan Hendrick Kreamer dan pada umumnya para teolog evangelis(Coward, 1989).
Disis lain bagi yang pro terhadap pluralisme, Nur
Khalik menyatakan bahwa pluralisme merupakan sebuah paham yang menegaskan hanya
ada satu fakta kemanusiaan, yakni keragaman, heterogenitas dan kemajemukan itu
sendiri. Oleh sebab itu, pluralisme diakuinya merupakan wacana kelompok,
individu, komunitas, sekte dan segala macam bentuk perbedaan diakui
adanya(Elbarulaki, 2015).
2. Upaya
menumbuhkan pluralisme agama di Indonesia
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pluralisme
adalah hal yang tidak dapat dihindari, di negara manapun pasti akan ada
perbedaan. Karena keyakinan adalah hubungan antara individu dengan Tuhannya
yang diyakini oleh penganut agama tertentu. Islam sebagai agama yang ingin
menciptakan kedamaian telah banyak mengkisahkan bagaimana cara berinteraksi
dengan penganut agama lain bahkan kepada orang yang kafir. Begitu banyak
ayat-ayat dalam Al Qur’an dan Hadits nabi yang mengkisahkan dan menganjurkan
untuk hidup rukun dengan penganut agama lain. Oleh karena itu perlu adanya
solusi untuk mengembangkan pluralisme dalam kehidupan masyarakat khususnya
masyarakat Indonesia.
Sikap keberagaman ditengah masyarakat yang pluralis
perlu dikembangkan. Pertama, menerima orang lain atas dasar hidup berdampingan
secara damai. Hal ini diwujudkan dengan sikap saling menghormati dan toleransi.
Kedua, mengembangkan kerjasama sosial keagamaan melalui beberapa kegiatan yang
secara fungsional mendorong pengembangan kehidupan beragama yang rukun. Ketiga,
mencari, mengembangkan dan merumuskan titik temu agama-agama untuk menjawab
problem dan tantangan hidup manusia secara keseluruhan. Sikap pertama merupakan
tahap awal untuk membangun kebersamaan masyarakat. Sedangkan sikap kedua adalah
perwujudan nyata dari kebersamaan tersebut. Dan sikap yang ketiga merupakan
landasan teologis bagi masing-masing umat untuk membangun masyarakat yang
dimana semua individunya dapat hidup bersama dengan semangat persatuan dan
kesatuan umat manusia(Sumbulah, 2013).
Implikasi terjadinya konflik, disatu sisi dapat
menjadikan kerukunan umat beragama semakin erat, namun disisi lain dapat
merenggangkan hubungan antarumat beragama. Menurut HS, kelompok yang semakin
erat dengan adanya konflik, karena mempunyai wawasan kebangsaan dan memahami
hukum secara memadai, sedangkan kelompok yang semakin renggang karena konflik
diibaratkan merasakan “luka lama yang kembali menganga”. Untuk meminimalisir
terjadinya konflik, perlu adanya pertemuan secara intensif antarpara pemuka
agama dengan pendekatan, baik personal maupun organisasional. Munculnya isu-isu
yang kurang tepat, baiknya disikapi secara cermat, dan tidak mudah terpancing
emosi. Seringkali para pemuka agama dengan mudahnya terpancing dengan
berita-berita yang kadang hanya isu. Namun menanggapi dengan kurang tenang
kemudian menjadikan masalah yang semakin besar hinga terjadi konflik
agama(Sumbulah, 2013).
Sikap eksklusif para pemuka agama tentunya harus
segera dirubah, karena peran pemuka agama, yaitu dapat menenangkan pengikutnya.
Para pemuka agama mempunyai peran yang sangat penting selayaknya mengedepankan sikap
inklusif, dengan memandang bahwa penganut agama lain juga mempunyai hak yang
sama, tidak memaksakan keyakinan seseorang untuk mengikuti dan meyakini agama
yang dianutnya. Karena hal ini tidak dibenarkan oleh negara khususnya negara
Indonesia. Negara Indonesia telah memberikan kebebasan beragama bagi siapapun
dan bebas melakukan kegiatan keagamaan. Hal tersebut telah dijamin dalam
Undang-Undang Dasar 1945.
3.
Dampak adanya pluralisme agama di
Indonesia
Dengan mencermati hal di atas, dapat dimengerti bahwa
apabila gagasan pluralisme adalah ide yang berhubungan untuk erat dengan
sekulerisme yang memandang agama harus dipisahkan dalam kehidupan publik.
Sekulerisme tidak mempersoalkan perbedaan keyakinan, namu dalam kehidupan
masyarakat agama harus dikesampingkan. Pluralisme dianggap sebagai gagasan yang
tepat untuk menghilangkan eksklusifitas agama dalam masyarakat. Dengan kata
lain dalam sebuah tatanan masyarakat dan negara tidak boleh ada suatu agama
yang mendominasi agama lain karena kebenaran semua agama bersifat relatif.
Tidak heran jika para tokoh pluralisme termasuk di
Indonesia paling menentang pemberlakuan syariat Islam. Pada saat yang sama
mereka mendukung eksistensi berbagai aliran-aliran sesat, misalnya Ahmadiyah
dan Jamaah Salamullah. Pluralisme yang menganggap semua agama adalah sama telah
memberikan ruang bagi siapapun untuk berpindah agama, tidak beragama atau bahkan
mendirikan agama baru. Ini dikarenakan orang yang menganut pluralisme
menganggap tidak ada perbedaan yang substansial agama yang satu dengan yang
lainnya. Oleh sebab itu aktivitas berpindah agama (riddah) dianggap sebagai hal
yang wajar dan bukan merupakan tindak kriminal(Faruqi, 2013).
Sejauh ini pluralisme agama bagi bangsa lebih banyak
dampak negatifnya dibanding dengan dampak positif. Ini terjadi karena
antarsesama merasa paling benar dan orang lain yang berbeda dengannya dianggap
salah. Berikut beberapa dampak negatif pluralisme yang terjadi di Indonesia:
*
Penghancuran tempat-tempat ibadah
Tindakan
ini dilakukan oleh oknum yang mengatas namakan agama dengan dalih bahwa agama
yang dianut orang lain adalah salah. Akhirnya, umat agama yang tempat ibadahnya
dihancurkan akan membalas dengan melakukan hal yang sama.
*
Rasisme
Biasanya
rasisme terjadi karena perbedaan ras. Seperti yang kita ketahui, di Indonesia
terdapat bermacam individu dengan ras yang berbeda. Inilah yang menyebabkan
ras-ras tertentu menjadi kaum minoritas. Kebanyakan kaum minoritas mendapatkan
diskriminasi dari kaum mayoritas.
*
Permasalahan politik
Pluralisme
tidak hanya meliputi permasalahan agama, ras dan suku, tetapi banyak
faham-faham politik yang bersatu dalam berbagai macam partai membuat perbedaan
semakin terasa. Misalnya, Partai A akan berusaha menjatuhkan Partai B dengan
berbagai cara. Begitu juga sebaliknya, persaingan yang tidak sehat ini dapat
mengakibatkan perpecahan dan yang paling parah adalah kerusuhan
antarmasyarakat(Anonim, 2014).
Sedangkan dampak positif dari pluralisme agama di
Indonesia, antara lain:
*
Bidang sosial, menumbuhkan rasa empati dan
toleransi serta sebagai kontrol sosial.
*
Bidang ekonomi, adanya kerjasama yang akan
saling menguatkan.
*
Bidang budaya, menambah khasanah budaya.
*
Bidang pendidikan, menumbuhkan sikap toleransi
dan kerjasama antarsiswa didik.
*
Bidang agama, tidak mengenal
pluralisme(Rachmawati, 2015).
IV.
KESIMPULAN
Pluralisme agama adalah kenyataan yang tidak dapat
dibantah. Pluralisme agama dapat menimbulkan konflik, kekerasan dan sikap
anarkis terhadap penganut agama lain. Hal ini disebabkan karena setiap ajaran
agama mempunyai aspek eksklusif berupa truth claim, yaitu pengakuan
bahwa agamanya yang paling benar.
Upaya untuk menumbuhkan pluralisme agama di
Indonesia, yaitu menerima orang lain atas dasar hidup berdampingan secara
damai, mengembangkan kerjasama sosial keagamaan melalui beberapa kegiatan yang
mendorong pengembangan kehidupan beragama yang rukun, mencari, mengambangkan
serta merumuskan titik temu agama-agama untuk menjawab problem dan tantangan
hidup manusia secara keseluruhan.
Dampak negatif pluralisme agama di Indonesia, antara
lain penghancuran tempat-tempat ibadah, rasisme dan permasalahan ekonomi.
Sedangkan dampak postif dari pluralisme agama di Indonesia adalah menumbuhkan
rasa empati dan toleransi serta sebagai kontrol sosial, adanya kerjasama yang
akan saling menguatkan, menambah khasanah budaya, menumbuhkan sikap toleransi
antarsiswa didik, dan agama tidak mengenal pluralisme.
V.
DAFTAR PUSTAKA
Abahzacky. 2010. Pluralisme Agama dalam Pandangan
Islam(online). http://muslimdaily.net/artikel/home/pluralisme-agama-dalam-pandangan-islam.html,
diakses tanggal 16 Juli 2016.
Sholihatun. 2014. Makalah tentang Pluralisme Agama(online).
http://solikhaton.blogspot.co.id/2014/01/makalaah-tentang-pluralisme-agama-di.html,
diakses tanggal 16 Juli 2016.
Zada, Hamami. 2006. Agama dan Etnis. Jakarta:
Nuansa-Fatayat NU-Ford Foundation.
Sumbulah. 2006. Islam Radikal dan Pluralisme
Agama: Studi Konstruksi Sosial Aktivis Hizb Al-Tahrir dan Majlis Mujahidin di
Malang tentang Agama Kristen dan Yahudi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.
Coward. 1989. Pluralisme dan Tantangan
Agama-Agama: Terjemahan. Yogyakarta: Kanisius.
Elbarulaki. 2015. Pluralisme Agama di Indonesia(online).
http://quran-hadis.com/pluralisme-agama-di-indonesia/,
diakses tanggal 16 Juli 2016.
Sumbulah, Umi. 2013. Pluralisme Agama, Makna dan
Lokalitas Pola Kerukunan Antarumat Beragama. Malang: UIN Maliki press.
Faruqi, Labib. 2013. Pluralisme dalam Pandangan
Islam(online). http://labibfaruqi.blogspot.co.id/2013/02/pluralisme-dalam-pandangan-islam.html,
diakses tanggal 15 Juli 2016.
Anonim, 2014. Dampak Negatif Pluralitas(online).
http://www.duniapelajar.com/2014/06/08/dampak-negatif-pluralitas/,
diakses tanggal 17 Juli 2016.
Rachmawati, Ananda Putri. 2015. Pluralisme Agama(online).
http://prezi.com/_p74zcy-qa1c/pluralisme-agama/,
diakses tanggal 17 Juli 2016.
Comments
Post a Comment