KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan tema “MASYARAKAT MADANI” dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki
bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena
pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Banyaknya
fenomena penindasan rakyat yang dilakukan oleh pemerintah yang sedang berkuasa
merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam setiap
pemberitaan pers, baik melalui media elektronik maupun media cetak. Sebut saja
kasus penindasan yang terjadi di Indonesia yang ketika Orba masih berkuasa,
yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil penguasa
dengan alas an pembangunan. Atau jagu realitas pengekangan dan pembungkaman
kebebasan pers dengan adanya pemberedalan beberapa media masssa oleh penguasa,
serta pembantaian para ulama (kiayi) dengan dalil dukun santet sekitar tahun
1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini
merupakan bagian kecil dari fenomena kehidupan yang sangat tidak menghargai
terhadap posisi rakyat di hadapan penguasa dan bagian dari fenomena kehidupan
yang tidak menghargai kebebasan berserikat dan berpendapat.
Melihat
bagian kecil dari realitas tersebut, apa yang saudara pikirkan ketika saudara
mendengar atu melihat fenomena pembantaian massal? Apa yang saudara pikirkan
ketika mendengar dan mengetahui penculikan para aktivis demokrasi diberbagai
Negara , termasuk Indonesia? Apa yang saudara lakuan ketika menyaksikan
pembatasan ruang public untuk mengemukakan pendapat di muka umum?.
Pertanyaan-pertantaan
tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya dikaji kembali kekuatan
rakyat / masyarakat dalam konteks interaksi-relationship, baik antara rakyat
dengan Negara, maupun antara rakyat dengan rakyat. Kedua pola hubungan
interaksi tersebut akan memposisikan rakyat sebagai bagian integral dalam
komunitas Negara yang memiliki kekuatan bargaining dan menjadi komunitas
masyarakat sipil yang memiliki kecerdasan, analisi kritis yang tajam serta
mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis dan berkeadaban.
Kemungkinan
akan adanya kekuatan masyarakat sebagai dari komunitas bangsa ini akan
menghantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang berkembangan, yakni
Masyarakat madani. Masyarakat madani muncul bersamaan dengan proses
modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feudal
menuju masyarakat barat modern, yang saat itu lebih dikenal dengan istilah
civil society.
Dalam
makalah yang berjudul Masyarakat Madani, akan dibahas lebih rinci tentang apa
itu Masyarakat Madani.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MASYARAKAT MADANI
Di
Indonesia, istilah civil society oleh Nurcholis Madjid dipadankan dengan
istilah masyarakat Madani. Meskipun mirip, namun keduanya secara prinsipil
memiliki perbedaan. Civil society berakar dari Barat, sedangkan masyarakat
Madani adalah hasil pemikiran yang mengacu pada piagam Madinah, yang dibangun
di atas prinsip-prinsip Islam. Civil society dibentuk dengan ideologi
demokratis. Meski menggunakan istilah masyarakat madani, rupanya secara
konsepsi meniru civil society yang lahir di Barat. Sehingga masyarakat Madani
yang dimaksud Nurcholis sebenarnya adalah civil society itu sendiri.
Menurut
Nurcholis Madjid, masyarakat madani sebagai masyarakat yang berkeadaban
memiliki ciri-ciri, antara lain egalitarianisme, menghargai prestasi,
keterbukaan, penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme, serta
musyawarah. Nilai-niali pluralisme ditegakkan dalam konsep masyarakat sipil,
dan tentunya truth claim agama mesti dienyahkan karena dianggap akan
menghalangi tegaknya demokratisasi dan toleransi beragama. Dengan demikian Cak
Nur merekonstruksi konsep masyarakat Madani, yang bersenyawa konsep civil
society.
Untuk
membangun masyarakat sipil, Syamsul Arifin dalam buku Merambah Jalan Baru dalam
Beragama menukil pendapat Chandoke bahwa ada empat kriteria yang harus
dipenuhi; pertama, nilai-nilai masyarakat Madani, kedua, institusi masyarakat
Madani, ketiga, perlindungan terhadap masyarakat, keempat, warga masyarakat
Madani. Akan tetapi, Syamsul menaruh perhatian yang lebih pada poin pertama
sebagai faktor terpenting untuk membangun civil society.
Civil
society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari
gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga
civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan
Tuhan. Masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan dan
sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan
nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii
Maarif, 2004: 84).
Banyak
orang memadankan istilah ini dengan istilah civil society, societas civilis
(Romawi) atau koinonia politike (Yunani). Padahal istilah “masyarakat madani “
dan civil society berasal dari dua sistem budaya yang berbeda. Masyarakat
madani merujuk pada tradisi Arab-Islam sedang civil society tradisi Barat
non-Islam. Perbedaan ini bisa memberikan makna yang berbeda apabila dikaitkan
dengan konteks istilah itu muncul.
Dalam
bahasa Arab, kata “madani” tentu saja berkaitan dengan kata “madinah” atau
‘kota”, sehingga masyarakat madani biasa berarti masyarakat kota atau perkotaan
. Meskipun begitu, istilah kota disini, tidak merujuk semata-mata kepada letak
geografis, tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok
untuk penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak
asal masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah
memiliki sifat-sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban.
Dalam kamus bahasa Inggris diartikan sebagai kata “civilized”, yang artinya
memiliki peradaban (civilization), dan dalam kamus bahasa Arab dengan kata
“tamaddun” yang juga berarti peradaban atau kebudayaan tinggi.
Penggunaan
istilah masyarakat madani dan civil society di Indonesia sering disamakan atau
digunakan secara bergantian. Hal ini dirasakan karena makna diantara keduanya
banyak mempunyai persamaan prinsip pokoknya, meskipun berasal dari latar
belakang system budaya negara yang berbeda. Masyarakat Madani merujuk kepada
sebuah masyarakat dan negara yang diatur oleh hukum agama, sedangkan masyarakat
sipil merujuk kepada komponen di luar negara. Syed Farid Allatas seorang
sosiolog sepakat dengan Syed M. Al Naquib Al Attas (berbeda dengan para
sosiolog umumnya), menyatakan bahwa faham masyarakat Madani tidak sama dengan
faham masyarakat Sipil. Istilah Madani, Madinah (kota) dan ad-Din
(diterjemahkan sebagai agama) semuanya didasarkan dari akar kata d-y-n.
Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah menjadi Madinah bermakna di sanalah
ad-Din (Syari’ah Islam) berlaku dan ditegakkan untuk semua kelompok (kaum) di
Madinah.
Menilik
pengalaman sosio-historis Islam, masyarakat madani merupakan refresentasi dari
masyarakat Madinah yang diwariskan Nabi Muhammad SAW, yang oleh Robert N.
Bellah, sosiolog agama terkemuka, disebut sebagai ”masyarakat yang untuk zaman
dan tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern, sehingga sewafatnya Nabi,
Timur tengah dan umat manusia saat itu belum siap dengan prasarana sosial yang
diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial yang modern seperti yang pernah
dirintis Nabi SAW”.
Dalam
Islam negaralah yang bertanggungjawab terhadap urusan masyarakat. Negara dalam
perspektif Islam bukanlah sekedar alat untuk menjamin dan menjaga kemaslahatan
individu saja sebagaimana halnya liberalisme-kapitalisme akan tetapi merupakan
suatu institusi yang mengurusi kebutuhan individu, organisasi (jamaah), dan
masyarakat sebagai satu kesatuan, baik urusan dalam maupun luar negerinya,
sesuai dengan peraturan tertentu yang membatasi hak dan kewajiban
masing-masing. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Bernard Lewis, “bahwa sejak
zaman Nabi Muhammad, umat Islam merupakan entitas politik dan agama sekaligus,
dengan Muhammad sebagai kepala Negara”.
Jadi,
secara historis pun antara konsep civil society dengan masyarakat madani tidak
memiliki hubungan sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi
Muhammad SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah.
Beliau (sang Nabi) memperjuangkan kedaulatan, agar seluruh kelompok di kota
Madinah terbebaskan (terjamin hak-haknya) serta ummatnya (Muslim) leluasa
menjalankan syari’at agama di bawah suatu perlindungan hukum yang disepakati
bersama.
Menurut para ahli, pengertian
Masyarakat Madani :
a. Zbigniew Rew, masyarakat madani
merupakan suatu yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana
individu dan perkumpulan tempat mereka bergabung bersaing satu sama lain guna mencapai
nilai-nilai yang mereka yakini.
b. Han-Sung, masyarakat madani merupakan
sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak dasar individu.
c. Kim Sun Hyuk, masyarakat madani adalah
suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun
dirinya dan gerakan-gerakan dalam msyarakat yang secara relative.
d. Thomas Paine, masyrakat madani adalah
ruang dimana warga dapat mengembangkan kepribadian dan memberi peluang bagi
pemuasan kepentingannya secara bebas dan tanpa paksaan.
e. Hegel, masyarakat madani merupakan
kelompok subordinatif dari Negara,
Jadi, secara global bahwa dapat
disimpulkan yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau
tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan Negara,
yang memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga
yang mandiri yang dapat mengeluarkan aspirasi dan kepentingan publik.
B.
KARAKTERISTIK MASYARAKAT MADANI
Penyebutan
karakteristik masyarakat madani dimaksudkan utuk menjelaskan bahwa dalam
merealisasikan wacana masyarakat madani diperlukan prasyarat-prasyarat yang
menjadi nilai universal dalam penegakan masyarakat madani. Prasyarat ini
merupakan satu kesatuan yang intergral menjadi dasar dan nilai bagi ekstensi
masyarakat madani.
a. Free Public Sphere, Yang dimaksud dengan
Free public sphere adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai sarana dalam
mengemukakan pendapat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya
yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik
tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Prasyarat ini dikemukakan oleh
Arendt dan Habermas. Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang publik secara teoritis
bisa diartikan sebagai warga negara memiliki akses penuh terhadap setiap
kegiatan publik. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan
masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free public sphere
menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Karena dengan madani, maka
akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan warga negara dalam
menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum oleh penguasa
yang tiranik dan otoriter.
b. Demokratis, Demokratis merupakan satu
entitas yang menjadi penegak wacana masyarakat madani, dimana dalam menjalani
kehidupan, warga Negara memiliki kehidupan penuh untuk menjalankan aktivitas
kesehariannya, termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Demokrasi
berati masyarakat dapat berlaku santun dalam pola hubungan interaksi dengan
masyarakat sekitarnya dengan tidak mempertimbangkan suku,ras,dan agama. Prasyarat
demokratis ini banyak dikemukakan oleh banyak pakar yang mengkaji fenomena
masyarakat madani. Bahkan demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi
penegakan masyarakat madani. Penekanan
demokrasi (demokratis) disini dapat mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan
seperti politik, sosial, budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
c. Toleran, Toleran merupakan sikap yang
dikembangkan dalam masyarakat madani untuk menunjukan sikap saling menghargai
dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Toleransi ini
memungkinkan adanya kesadaran masing-masing individu untuk menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh kelompok masyarakat
lain yang berbeda. Toleransi menurut Nurcholish Madjid yaitu merupakan
persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi
menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang “enak” antara berbagai kelompok
yang berbeda-beda, maka hasil itu harus dipahami sebagai “hikmah” atau
“manfaat” dari pelaksanaan ajaran yang benar. Azyumardi Arza pun meyebutkan
bahwa masyarakat madani (civil society) lebih dari sekedar gerakan-gerakan pro
demokrasi. Masyarakat madani juga mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan
tamaddun (civility). Civilitas meniscayakan toleransi, yakni kesediaan
individu-individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial
yang berbeda.
d. Pluralisme, Sebagai sebuah prasyarat
penegakan masyarakat madani, maka pluralisme harus dipahami secara mengakar
dengan menciptakan sebuah tatanan kehidupan yang menghargai dan menerima
kemajemukan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Pluralisme tidak bisa dipahami
hanya dengan sikap mengakui dan menerima kenyataan masyarakat yang majemuk,
tetapi harus disertai dengan sikap yang tulus untuk menerima kenyataan
pluralisme itu dengan bernilai positif, merupakan rahmat tuhan. Menurut
Nurcholis Madjid, konsep pluralisme ini merupakan prasyarat bagi tegaknya
masyarakat madani. Pluralisme menurutya adalah pertalian sejati kebhinekaan
dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities within the
bonds of civility).Bahkan Pluralisme adalah
juga suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia antara lain melalui
mekanisme pengawasan dan pengimbangan (check and balance). Lebih lanjut
Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian kepada orang lain itu
diperlukan dalam masyarakat yang majemuk, yakni masyarakat yang tidak
monolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan masyarakat itu sudah merupakan
dekrit Allah dan desigh-Nya untuk ummat manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang
tunggal, monolitik, sama dengan sebangun dalam segala segi.
e. Keadilan Sosial (Sosial Justice), Keadilan
yang dimaksud untuk menyebutkan keseimbangan dan pembagian yang proporsional
terhadap hak dan kewajiban setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek
kehidupan. Hal ini memungkinkan tidak adanya monopoli dan pemusatan salah satu
aspek kehidupan padasatu kelompok masyarakat. Seara esensial, masyarakat
memiliki hak yang sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah (penguasa).
f. Pilar Penegak Masyarakat Madani, Pilar
penegak masyarakat madani adalah institusi-institusi yang menjadi bagian dari
social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang
diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Dalam penegakan masyarakat madani, pilar-pilar tersebut menjadi prasyarat
mutlak bagi terwujudnya kekuatan masyarakat madani. Pilar-pilar tersebut yaitu
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pers, Supremasi Hukum, Perguruan Tinggi dan
Partai Politik.
1.
Lembaga swadaya masyarakat , adalah
institusi social yang dibentuk oleh swadaya masyarakat yang tugas esensinya
adalah membantu memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat yang
tertindas. Selain itu, LSM dalam konteks masyarakat madani juga bertugas
mengadakan empowering (pemberdayaan) kepada masyarakat mengenai hal-hal yang
signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti advokasi, pelatihan dan
sosialisasi program-program pembangunan masyarakat.
2. Pers, Merupakan institusi yang penting
dalam penegakan masyarakat madani, karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan
menjadi bagian dari social control yang dapat menganalisa serta mempublikasikan
berbagai kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan warganegaranya. Hal
tersebut pada akhirnya mengarah pada adanya independensi pers serta mampu
menyajikan berita secara objektif dan transparan.
3. Supremasi Hukum, Setiap warga Negara
baik yang duduk di formasi kepemerintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk
kepada (aturan) hukum. Hal tersebut berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan
hak dan kebebasan antar warga Negara dan antara warga Negara dengan pemerintah
haruslah dilakukan dengan cara-cara yang damai dan sesuai dengan hokum yang
berlaku. Selain itu, supremasi hokum juga memberikan jaminan dan perlindungan
terhadap segala bentuk penindasan individu dan kelompok yang melanggar hak
asasi manusia, sehingga terpola bentuk kehidupan yang civilzed.
4. Perguruan Tinggi, Yakni dimana tempat
aktivitas akademiknya (dosen dan mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan
social dan masyarakat madani yang bergerak pada bidang jalur modal force untuk
menyalirkan aspirasi masyarakat dan mengkritisi berbagai kebijakan-kebijakan
pemerintah, dengan catatan gerakan yang dilancarkan oleh mahasiswa tersebyt
masih pada jalur yang benar dan memposisikan diri pada rel dan realitas yang
betul-betul objektif, menyeurakan kepentingan masyarakat (publik). Menurut
Riswanda Immawan, Perguruan Tinggi memiliki tiga peran yang stategis dalam
mewujudkan masyarakat madani, yakni : pertama, pemihakan yang tegas pada
prinsip egalitarianisme yang menjadi kehidupan dasar politik yang demokratis.
Kedua,membangun political safety net, yakni dengan mengembangkan dan
mempublikasikan informasi secara objektif dan tidak manipulatif. Political net
ini setidaknya dapat mencerahkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka
terhadap informasi. Ketiga, melakukan tekanan terhadap ketidakadilan dengan
cara yang santun, saling menghormati. Demokrasi serta meninggalkan cara-cara
yang agitatif dan anarkis.
5.
Partai Politik, Merupakan wahana bagi
masyarakat untuk dapat menyalurkan aspirasi politiknya. Sekalipun memiliki
tendensi politis dan rawan akan hemegomi, tetapi bagaimanapun sebagai sebuah
tempat ekspresi warga Negara, maka partai politik ini menjadi prasyarat bagi
tegaknya masyarakat madani.
C.
MASYARAKAT MADANI INDONESIA
Berbicara
mengenai kemungkinan berkembangnya masyarakat madani di Indonesia diawali
dengan kasusu-kasus pelangaran HAM dan pengekangan kebebasan berpendapat,
bersikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat dimuka umum kemudian dilanjutkan dengan
munculnya berbagai lembaga-lembaga non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan
bagian dari social control.
Secara
esensial Indonesia membutuhkan peberdayaan dan penguatan masyarakat secara
komprehensif agar memiliki wawasan dan kesadaran demokrasi yang baik serta
mampu menjunjung tinggi nilai hak-hak asasi manusia. Untuk itu maka diperlukan
pengembangan masyarakat madani dengan menerapkan strategi pemberdayaan
sekaligus agar proses pembinaan dan pemberdayaan itu mencapai hasilnya secara
optimal.
KESIMPULAN
Dari kesekian banyak definisi
tentang masyarakat madani namun dari garis besar dapat ditarik benang emas,
bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau
tatanan masyarakat yang terdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan negara,
memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat, adanya lembaga-lembaga yang
mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Tujuan dari masyarakat madani
adalah untuk memelihara tanggung jawab kita dengan yang lain, berdasarkan rasa
solidaritas sosial. Adapun Ciri-ciri masyarakat madani adalah : Menghargai
waktu, Sumber daya manusia (SDM) yang handal dan Kebebasan dan kemandirian
Comments
Post a Comment