Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

Konsep Agama

Konsep Agama

BAB I
 PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

          Agama yang pada hakikatnya adalah keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia, maka sangat perlu di pahami secara seksama.
Pada dasarnya agama merupakan kebutuhan atau fitrah manusia. Dalam kehidupan manusia, agama merupakan hal yang memiliki pengaruh sangat penting. Karena dalam konsepnya manusia juga bergantung pada agama. Manusia mempercayai adanya kekuatan yang mampu memberikan suatu perlindungan terhadap dirinya. Kekuatan itu yang akan menyelamatkan kehidupan manusia. Manusia juga telah mempercayai kehidupan setelah kematian, dengan demikian manusia menciptakan suatu hubungan dengan sang Khalik dan menjadikannya pedoman dan pegangan hidup.
Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau tidaknya manusia tetap sangat membutuhkan agama, tidak saja di masa primitif  dulu sewaktu ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi sampai sekarang sewaktu ilmu dan teknologi telah berkembang.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian
Pada hakikatnya dalam beragama pasti ada kepercayaan dan keyakinan kepada Tuhan. Sudah kita ketahui bahwa kepercayaan di Indonesia dari zaman pra-sejarah berkembang dua kepercayaan yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Animisme sendiri berarti mempercayai bahwa setiap benda di bumi memiliki jiwa yang harus di hormati karena pada saat itu , masyarakat beranggapan bahwa mempercayai animisme membantu mereka dari semangat, roh jahat dan juga dalam kehidupan keseharian mereka. Dan dinamisme adalah kepercayaan yang meyakini semua benda benda di dunia baik yang hidup maupun yang mati mempunyai daya dan kekuatan gaib.
Jadi, arti dari kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis sesorang yang menganggap suatu itu benar. Menurut James W. Fowler Profesor Teologi dan Perkembangan Manusia di Emory University di Atlanta (Georgia) bahwa “kepercayaan eksistensial” merupakan suatu kegiatan universal manusia. Maka, bisa dipastikan bahwa agama itu saling berkaitan erat dengan kepercayaan.
Secara etimologi, agama berasal dari bahasa Sanskerta. Yang disusun dari kata a dan gama yang berarti a itu tidak  dan  gama itu berubah. Jadi jika digabungkan, agama tidak berubah. Dan secara terminologi, pengertian agama ialah suatu keyakinan atau kepercayaan manusia yang menghubungkan manusia itu dengan tatanan kehidupan.
Agama merupakan bagian dari fitrah manusia. Manusia di ciptakan oleh Tuhan dalam bentuk cenderung beragama. Dalam artian manusia mencintai kesempurnaan yang mutlak dan hakiki serta ingin menyembah Tuhan. Dalam kitab Ma’arif Al-Qur”an juz 1 hal. 37, menyebutkan bahwa adanya ciri fitrah yang petama adalah fitrah tersebut di peroleh tanpa usaha atau ada dengan sendirinya dan yang kedua fitrah tersebut ada pada manusia walaupun keberadaannya berbeda-beda. Dengan demikian dapat di katakan bahwa manusia tidak harus di paksa dalam beragama namun vukup kembali pada dirinya dan alam sekitarnya. Allah berfirman, “ maka hadapkanlah wajahmu kepada din dengan lurus, sebagai fitrah Allah  yang atasnya manusia di ciptakan.” (QS. Rum 30).
Sekilas teori-teori kemunculan agama
Kaum materialis memiliki sejumlah teori tentang kemuculan agama, antara lain :
·       Agama muncul karena kebodohan manusia.
Sebagian mereka berpendapat, bahwa agama muncul karena kebodohan manusia. Pada awal periode primtif karena manusia tidak mengetahui rahasia alam , amak mereka menyandarkan segala fenomena alam kepada Dzat yang gaib.
          Tetapi dengan adanya perkembangan sains sampai pada batas segala sesuatu terkuak dengan ilmu yang empiris, maka keyakinan terhadap yang ghaib tidak lagi mempunyai tempat di tengah-tengah mereka.
Jadi dapat di katakan bahwa semakin pandai seseorang akan  semakin jauh ia dari agama bahkan akhirnya tidak beragama, dan semakin bodoh seseorang maka  semakin kuat agamanya. Artinya jika sesorang yang memiliki kepandaian ia akan berfikiran terhadap materil sedangkan rohaninya kosong, dan begitu juga sebaliknya.
·     Agama muncul karena kelemahan jiwa ( takut )
menurut teori ini agama muncul karena merasa lemah atau takut, hal ini dapat di gambarkan seperti sesorang yang memiliki ketakutan dalam beragama.
·       Agama adalah produk penguasa
Menurut teori ini  bahwa agama merupakan produk para penguasa yang diberlakukan atas rakyat yang terrindas, sebagai upaya agar mereka tidak berontak dan menerima keberadaan sosial ekonomi. Dalam hal ini di maksudkan bahwa mereka di doktrin dengan agama seperti mereka arus sabar, menerima takdir, jangan marah dan lainnya.
·       Agama adalah produk orang- orang yang lemah
Dalam teori ini bersebrangan dengan teori-teori sebelumnya,  teori ini memuat bahwa agama hanyalah sebagai perisai yang di ciptakan oleh orang-orang yang kuat. Beberapa norma-norma seperti, norma kemanusiaan, kedermawanan, belas kasih, keseatriaan keadilan sengaja di aplikasikan dan di sebarluaskan kepada orang yang kuat, yang mengakibatkan adanya  keterpaksaan untuk mengurangi pengaruh kekuatan dan kekuasaanya.
B.   Hubungan Agama dan Manusia
Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur makna dan hubungannya dari keberadaannya sendiri maupun yang lainnya.  Agama menimbulkan khayalan yang sangat luas dan sangat mendasar. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang  sangat sempurna juga perasaan takut akan kehidupan tidak terlihat (akhirat).
Sehingga orang yang beragama pasti akan mendisiplinkan dirinya terhadap agama itu sendiri, entah larangan maupun perintahnya. Secara otomatis agama akan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan.
Fenomena agama selalu hadir dalam kehidupan manusia karena manusia tidak lepas dari Tuhannya, yang senantiasa mengatur kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dalam praktiknya agama memiliki banyak fungsi dari berbagai aspek yang didasari oleh alasan berikut :
1.    Karena agama merupakan sumber moral.
2.    Karena agama merupakan petunjuk kebenaran yang hakiki yang berasal dari Tuhannya.
3.    Karena agama mendasari perkembangan ilmu.
4.    Karena agama mentrentramkan jiwa bagi manusia.
Manusia sejak dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya. Dan belum mengetahui apa-apa sesuai firman Allah dalam Q.S. An-Nahl (16) : 78
Allah mengelarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit diantara mereka yang mensyukurinya.”
Dengan adanya interaksi-interaksi antara sesamanya maka akan terbentuklah tipe-tipe masyarakat dan agama antaranya :
Tipe pertama : Masyarakat-masyarakat yang terlatar belakang dan nilai-nilai sakral. Masyarakat yang mewakili tipe ini adalah masyarakat gyang kecil, terisolasi dan terbelakang. Setiap anggot tipe masyarakat ini bersama-sama menganut agama yang sama, oleh karena itu keanggotaan dan mereka dalam masyarakat dan dalam kelompok keagamaan afdalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang lain, baik yang bersifat ekonomis, poltik, kekeluargaan maupun rekreatif. Tipe masyarakat ini cukup kecil anggotanya karenanya sebagian besar adat istidatanya di kenal, paling tidak melalui pembicaraan dari mulut ke mulut oleh semua anggotanya. Masyarakat ini berpendapat bahwa pertama, agama memasukan pengurah yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat secara mutlak. Kedua, dalam keadaan lembaga lain selain keluarga, relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dam persatuan dari masyrakat secara keseluruhan. Nilai nila keagamaan, sebagaimana kita ketahui sering menghalang-halangi perubahan. Inilah sebab yang sangat penting mengapa kekuasaan tradisi sangat kuat dalam masyarakat – masyarakat semacam itu. Lagi pula karena tidak adanya kepentingan kepentingan yang bertentangan dan tidak adanya peleburan agama di dalam aspek kehidupan sosial, agama memberi pengaruh yang sangat mengikat dan menstabilkan.
Bagi individu, agama memberi bentuk pada keseluruhan proses sosialisasi. Sosialisasi di tandai oleh upacara keagamaan pada peristiwa kelahiran, masa remaja, perkawinan, dan pada saat-saat penting lainnya dalam kehidupan. Pengeturan pribadi erat dengan nilai-nilai keagamaan, yang di wariskan secara langsung kepada generasi-generasi selanjutnya.
Sikap individu ini, yang kami sebut tipe pertama, mencerminkan jenis masyrakat yang selama bertahun-tahun di pelajari oleh para sarjana antropologi. Para sarjana antropologi juga telah membawa perhatian kita terhadap aspek yang telah tetap ada dalam fungsi0funsi keagamaan dalam masyrakat.
Tipe Kedua : masyarakat-masyrakat pra-industri  yang sedang berkembang. Masyarakat- masyarakat tipe ini tidak begitu terisolasi, Berubah lebih cepat, lebih luas dareahnya, dan lebih besar jumlah penduduknya, serta di tandai dengan tingkat perkembangan teknologi yang lebih tinggi kepada masyarakat-masyrakat tipe pertama. Ciri umumnya yaitu pembagian kerja yang luas, kelas-kelas sosial yang beraneka ragam, serta adanya kemampuan tulis baca, sampai tingkat tertentu.
Suatu organisasi keagamaan yang biasanya menghimpun semua anggota memberi ciri khas kepada tipe masyarakat ini, walaupun ia merupakan organisasi formal yang terpisah dan berbeda, serta mempunyai tenaga profesional sendiri. Agama tentu saja memberikan arti dan ikatan kepad sistem nilai dalam tipe masyarakat ini, akan tetapi pada saat yang sama lingkungan yangn skaral dan yang sekurel itu sedikit banyaknya masih dapat di bedakan.
Tipe ketiga : masyarakat-masyarakat industry sekuler. Terdapat sejumlah sub-sub tipe didalam kelompok masyarakat tipe ketiga yang dapat diutarakan secara memadai menurut tipologi kami deskripsi dibawah ini jelas agak condong kepada masyarakat perkotaan modern di Amerika Serikat. Akan tetapi yang disebut terakhir ini, karena tingginya tingkat sekulerismenya, bisa dianggap sebagai salah satu contoh yang paling mirip dengan masyarakat tipe ketiga ini.
Masyarakat-masyarakat ini sangat dinamik. Teknologi semakin  berpengaruh  terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian-penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian-penyesuaian dalam hubungan-hubungan kemanusiaan mereka sendiri. Pengaruh ilmu pengetahuan dan teknologi terhadap masyarakat juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi agama. Pengaruh inilah yang merupakan salah satu sebab mengapa anggota-anggota masyarakat tersebut semakin lama semakin terbiasa menggunakan metode-metode empirik berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi berbagai masalah kemanusiaan. Oleh karena itu lingkungan yang bersifat sekuler meluas terus menerus seringkali dengan mengorbankan lingkungan yang sakral. Pada umumnya kecenderungan sekulerisasi ini mempersempit ruang gerak kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan terbatas pada aspek-aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan bermasyarakat dan anggota-anggotanya sendiri.
a.     Tujuan agama
Adapun tujuan dari agama itu sendiri adalah sebagai aturan Tuhan yang dapat membimbing manusia yang berakal untuk mendapatkan kebahagian didunia dan di akhirat. Selain itu agama juga mengajarkan kebaikan makhluknya untuk dirinya maupun masyarakat sekitarnya. Ajaran agama yang umum megandung kebenaran yang tidak dapat diubah meskipun masyarakat telah menerima itu berubah dalam struktur dan cara berfikirnya. Beberapa tujuan agama yaitu :
1. Menegakkan kepercayaan manusia hanya kepadaTuhan Yang Maha Esa.
2. Mengatur kehidupan manusia di dunia, agar kehidupan teratur dengar baik, sehingga dapat mencapai kesejahteraan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
3. Menyempurnakan akhlak manusia.
b.    Fungsi agama, Fungsi pertama agama ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubungan dengan tuhan itu. Bagi muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minallah dan ia merupakan skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaanya dalam menguraikan persoalan diri dan tuhan yang disebutkan tadi. Cara menanamkan konsep atau pentingnya agama Pada hakikatnya bahwa agama merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Ada beberapa metode menanamkan suatu konsep pentingnya agama terhadap manusia. Penanaman nilai-nilai agama yang dimaksud disini adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlakyang berlandaskan pada wahyu Allah SWT dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar dengn kesadaran tanpa paksaan.
Disini penulis lebih menekankan penanaman agama pada anak diusia dini. Nilai agama merupakan nilai dasar yang semestinya sudah dikenalkan pada anak mulai dari rumah, sehingga pengetahuan disekolah hanya akan menambah wawasan saja, sebaliknya, orang tua harus menularkan kepada anak nilai-nilai agama agar anak mudah mengerti, mempercayai, menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari sang pencipta. Contoh lain adalah kebiasaan menyumbang atau membantu tetangga yang kesusahan, akan tertanam dipikiran anak ketika orangtua mengatakan alasannya melakukan itu. Jadi bukan dengan pemaksaan, tapi dari contoh nyata orangtua, sampai akhirnya anak terdorong untuk melakukan hal yang sama di lain hari. Orangtua yang menjalankan nilai-nilai keagamaan pada kehidupan dirumah akan mudah membentuk perilaku anak. Nilai agama bagi anak adalah landasan dasar untuk anak dalam beraktivitas dikeseharianya sehingga bisa menjadi filter atau penyaring alami terhadap sikap dan perilaku yang cenderung negatif.
Anak jadi tahu dan mengertti mana yang baik dan boleh dilakukan dan mana yang tidak. Orangtua pun tidak menjadi was was ketika anak beraktivitas diluar rumah. Berikut adalah langkah menanamkan nilai religius kepada anak :
1.    Perkenalkan anak dengan sang pencipta dan ciptaanya
2.    Ketika usia anak cukup, ajak dan tanamkan betapa menyenangkannya menjalankan ibadah.
3.    Berilah pemahaman yang sederhana terhadap sesuatu yang boleh dan tidak dilakuan.
4.    Ceritakan kisah-kisah keagamaan, baik berupa cerita sejaah atau kisah inspiratif dari tokoh agama.
5. Ajarkan anak untuk bersikap toleransi kepada pemeluk agama lain sesuai dengan ajaran agama.
6. Dengan menanamkan nilai agama sejak dini anak akan mudah menyerap dan mereflesikannya pada saat berbicara dan bertingkah laku disegala aktivitas bersama teman-temannya.

By: Ayu Khamelia Sari, dkk
DAFTAR PUSTAKA
Agus Cremers , 1995, Teori Perkembangan Kepercayaan, Yogyakarta, kamsius.
Sidi Gazalba, 1975, Asas Agama Islam , Jakarta, Butan Bintang.
Elizabeth K Nottinghom, 1985 Agama dan Masyarakat, Jakarta. Rajawali pers.
Endang caifuddin Ashari, 1979 , Agama dan Kebudayaan. Bandung, Bina Ilmu Surabaya.
Taufik Abdullah, ed, 1983. Agama dan Perubahan Sosial.Jakarta. Rajawali.
Web :
Http://www.aqead.com/mostabser/guestbook/662/
http://id.m.wikipedia.org/wiki/animismehttps://pellmati.blogspot.co.id/2011/12/konsep-agama.html?m=1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/agama

Comments

  1. terimakasih infonya gan
    kunjungi website kita www.uma.ac.id , www.ekonomi.uma.ac.id

    ReplyDelete
  2. Sangat menunjang
    Dan bermotivasi
    Bsa di download?

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam