Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan denga...

Demokrasi Indonesia

PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Dalam konteks sistem ketatanegaraan masing – masing negara menganut sistemnya sendiri. Seperti pada hal nya Indonesia yang memilih untuk menjadi negara yang berdemokrasi dan berdaulat berdasarkan atas hukum (rechsstaat) dengan sistem pemerintahannya yang berdasarkan atas sistem konstitusi hukum. Dalam mengartikan demokrasi, tidak hanya memberikan dengan satu konsep saja, melainkan banyak konsep dari berbagai kalangan untuk memberikan arti demokrasi itu sendiri.
Secara sederhana, demokrasi sendiri mempunya hakikat yang di dalamnya terdapat suatu kebebasan, kesetaraan, keterbukaan, etika, dan norma kehidupan yang harus dijunjung tinggi oleh warga negara nya. Untuk arti demokrasi dalam pandangan yang sangat sederhana dan umum bagi khayalak sekitar yaitu berarti demokrasi merupakan bentuk opini publik yang dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat (government of the people, by the people, and for the people)[1].
Negara Kesatuan Repubilk Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung tinggi akan demokrasi tehadap seluruh rakyatnya. Berdasarkan hukum dan sistem pemerintahan Indonesia yang tidak bersifat absolut dan tetap atas dasar konstitusi, Indonesia menjadi negara yang berdemokrasi. Indonesia menjadikan UUD 1945 sebagai dasar demokrasi, dengan kata lain adalah demokrasi konstitusional.  Oleh karena itu, sistem demokrasi merupakan sistem yang dianggap unggul dalam membentuk suatu negara. Adnya demokrasi merupakan suatu tindakan yang menghargai perbedaan serta kebegragaman nilai suatu masyarakat di dalam suatu negara. Dengan demokrasi, sebagai warga negara dapat mengemukakan pendapat nya dengan bebas  yang tentunya diikuti oleh batasan norma tertentu.
Jika melihat perspektif pendidikan dengan demokrasi merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu organisasi masyarakat. Pendidikan yang mampu mengembangkan pemikiran kritis, kreatif, dan cermat yang dapat memberikan ilmu dalam praktik berdemokrasi di dalam kalangan masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan demokrasi dalam pendidikan dalam rangka mewujudkan kecerdasan sosial yang demokratis merupakan elemen penting dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan di Indonesia.
 
1.2         Rumusan Masalah
1.2.1   Bagaimana konsep demokrasi di Indonesia ?
1.2.2   Apa prinsip demokrasi di Indonesia ?
1.2.3   Apa indikator demokrasi di Indonesia ?
1.2.4   Bagaimana perjalanan demokrasi di Indonesia ?
1.2.5   Bagaimana pendidikan demokrasi di Indonesia ?

1.3         Tujuan Penulisan
1.3.1   Untuk mengetahui konsep demokrasi di Indonesia
1.3.2   Untuk mengetahui prinsip demokrasi di Indonesia
1.3.3   Untuk mengetahui indikator demokrasi di Indonesia
1.3.4   Untuk mengetahui perjalanan demokrasi di Indonesia
1.3.5   Untuk mengetahui pendidikan demokrasi di Indonesia


PEMBAHASAN

2.1         Konsep Demokrasi di Indonesia
Kata “demokrasi” selalu menjadi perbincangan hangat di kalangan  masyarakat sipil apalagi di kalangan politisis serta menjadi konsumsi publik sehari-hari di negri kita ini. Di samping itu, demokrasi seolah-olah tidak lagi menjadi hal yang ambigu, apalagi kran demokrasi melalui reformasi 1998 dibuka seluas-luasnya, dan siapapun bisa mengakses untuk mengamati dan terjun langsung didalamnya.
Dalam perjalanan sejarah bangsa, demokrasi sebenarnya sudah lama di anut oleh  nenek moyang kita dari dahulu. Akan tatapi, dalam parjalananya kemudian demokrasi tidak jarang menuai beragam hambatan atau bahkan ancaman salah satu ancaman terbesar yang sedang  di hadapi oleh demokrasi Indonesia adalah keputusan terhadap demokrasi itu sendiri yang belum berbanding lurus dengan tujuannya, serta melemahnya kekuatan gerakan demokrasi dalam berhadapan dengan kekuatan gerakan demokrasi dalam berhadapan dengan kekuatan-kekuatan yang anti demokrasi.
Indonesia mengalami kehidupan politik yang demokratis tidak terlalu lama. Kehidupan politik demokrasi itu hanya berlangsung antara tahun 1950-1959.[2] Lemahnya pra-syarat sosial-ekonomi dan infrastruktur ikut mempengaruhi pendeknya usia  demokrasi. Demikian pula, tipologi elit politik nasional yang ada  belum tertranformasikan dari disunified elite ke consensually unified elite-suatu kondisi yang menyulitkan tercapainya kesepakatan-kesepakatan yang dinegosiasikan di antara mereka.[3] Perjalanan demokrasi di Indonesia mengalami pasang–surut sejak lahirnya Republik ini hingga sekarang. Secara singkat, pasang-surut demokrasi di Indonesia berkaitan erat dengan tingkah laku para elitnya. Apakah mereka berhati lapang, atau malah berhati sempit dan tidak bertanggungjawab. Sikap miopik dan parokial ini terutama bersumber pada kondisi lemahnya kultur ke-negarawaan-an yang diendap sebagian besar politisi di Indonesia.[4]
Indonesia termasuk sebagai bangsa yang beruntung karena sejak awal mayoritas rakyatnya telah memiliki sistem demokrasi untuk mengatur negara yang baru lahir. Penduduknya yang mayoritas muslim hampir tidak ada yang alergi terhadap demokrasi, berkat didikan yang di berikan oleh para pemimpinnya (founding fathers). Kenyataan ini merupakan modal penting untuk dikembangkan lebih secara bertanggung jawab. Adapun buahnya masih belum seperti yang diharapkan karena kesalahan dan kelemahan dalam memimpinnnya.[5]
1.             Pengertian Demokrasi
Demokrasi (pemerintahan oleh rakyat) semula dalampemikiran Yunani berarti bentuk politik dimana rakyat sendiri memiliki dan menjalankan seluruh politik.[6] Secara garis besar demokrasi adalah sebuah sistem sosial politik modern yang paling baik dari sekian banyak sistemmaupun ideologi yang ada dewasa ini.
Menurut para pakar hukum tata negara M.Mahfud MD, ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama hampir negara yang ada di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamentalis; kedua ,demokrasi sebagai asa kewarganegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.[7]   
Wacana demokrasi yang berkembang saat ini ada yang telah dijadikan sebagai sistem negara di Indonesia,merupakan hasil dari reduksi dari pemikira atau pendapat para filsuf dari Plato hingga pasca Renaissance. Pandangan beberapa filsuf tentang demokrasi, adalah sebagai berikut:
a.    Plato memandang demokrasi dekat tirani, dan cenderung menuju tirani. Ia juga berpendapat bahwa demokrasi merupakan yang terbentuk dari semua pemerintah yang tidak mengenal hukum.
b.        Aristoteles melihat demokrasi sebagai bentuk kemunduran politeia, dan yang paling dapat ditolerir dari ketiga bentuk pemerintahan yang merosot, dua yang lain adalah tirani dan oligarki.
c.          Sesudah Renaissance berkembanglah ide kedaulatan, teori kontrak sosial dan doktrin hak-hak alamiah. Perkembangan ini mendukung berkembangnya demokrasi. Namun demikian, banyak pendukung, termasuk Locke sendiri tetap menganut monarki terbatas.
d.     Montesquieu, perintis ajaran tentang pemisahan, lebih suka monarki konstitusional. Sebenarnya ia berkeyakinan bahwa bentuk pemerintahan ideal adalah demokrasi klasik yang dibangun atas kebajikan kewarganegaraan. Ia berkeyakinan pula bahwayang ideal itu tidak akan tercapai.
e.   Rousseau mendukung kebebasan dan kedaulatan manusia. Menurutnya, bentuk  pemerintahan mesti di dasarkan pada aneka macam pengkajian historis. Bersamaan dengan itu,analisis dan penegasannya pada kebebasan menunjang pemikiran demokratis.
f.      Amerika Serikat mencoba mengambil ide-ide dari sebagian besar pandangan yang terurai di atas, sambil membangun sebuah “demokrasi perwakilan” yang kekuasaanya berasal dari rakyat. Pemerintahan secara perwakilan tidak sengaja sesuai dengan ukuran negara. Itu juga menyediakan obat pemberantas penindasaan oleh mayoritas.[8]

Secara etimologi “demokrasi” terdiri dari dua kata Yunani yaitu “demos” yang artinyarakyat atau penduduk suatu tempat dan”cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan dan kedaulatan. Gabungan dua kata demos cratein atau demos-cratos (demokrasi) memiliki arti suatu keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahanya kedaulatannya berada di tangan rakyat , kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa , pemerintahan rakyat, dan kekuasaan oleh rakyat.[9]
Sedangkan pengertian demokrasi menurut istilah atau terminologi adalah seperti yang dinyatakan oleh para ahli sebagai berikut:
a.      Joseph  A. Schemer mengatakan demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat;
b.         Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintahan yang penting secara langsung atau tidak langsung di dasarkan pada kesepakatan mayoritas yang di berikan secara bebas oleh rakyat biasa.
c.     Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka yang telah terpilih.[10]
Dari beberapa pandangan dan pengertian di atas, maka demokrasi bisa diartikan dengan suatu keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[11]
2.2        Prinsip Demokrasi di Indonesia         
Prinsip-prinsip demokrasi telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Jika kita mengungkap kembali prinsip demokrasi sebagaimana dinyatakan Sukarna (1981) di atas, menunjuk pada prinsip demokrasi sebagai suatu sistem politik. Contoh lain, misalnya Robert Dahl (Zamroni, 2011: 15) yang menyatakan terdapat dua dimensi utama demokrasi, yakni: kompetisi yang bebas diantara para kandidat, dan partisipasi bagi mereka yang telah dewasa memiliki hak politik. Berkaitan dengan dua prinsip demokrasi tersebut, secara umum dapat dikatakan bahwa demokrasi memiliki dua ciri utama yakni keadilan (equality) dan kebebasan (freedom).
 Franz Magnis Suseno (1997: 58), menyatakan bahwa dari berbagai ciri dan prinsip demokrasi yang dikemukakan oleh para pakar, ada 5 (lima) ciri atau gugus hakiki negara demokrasi, yakni: negara hukum, pemerintah berada dibawah kontrol nyata masyarakat, pemilihan umum yang bebas, prinsip mayoritas dan adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis.
Hendra Nurtjahyo (2006: 74-75) merangkum sejumlah prinsip demokrasi yang dikemukakan para ahli dengan menyatakan adanya nilainilai yang substansial dan nilai-nilai yang bersifat prosedural dari demokrasi. Kedua ketegori nilai tersebut baik subtansial dan prosedural sama pentingnya dalam demokrasi. Tanpa adanya nilai tersebut, demokrasi tidak akan eksis, yang selanjutnya dikatakan sebagai prinsip eksistensial dari demokrasi. Prinsip eksistensial demokrasi tersebut, yakni:  kebebasan, kesamaan, dan kedaulatan suara mayoritas (rakyat).
Pendapat yang sejenis dikemukakan oleh Maswadi Rauf (1997: 14) bahwa demokrasi itu memiliki dua prinsip utama demokrasi yakni kebebasan/persamaan (freedom/equality) dan kedaulatan rakyat (people’s sovereignty).
a.              Kebebasan/persamaan (freedom/equality)
Kebebasan dan persamaan adalah fondasi demokrasi. Kebebasan dianggap sebagai sarana mencapai kemajuan dengan memberikan hasil maksimal dari usaha orang tanpa adanya pembatasan dari penguasa. Jadi bagian tak terpisahkan dari ide kebebasan adalah pembatasan kekuasaan kekuasaan penguasa politik.
Demokrasi adalah sistem politik yang melindungi kebebasan warganya sekaligus memberi tugas pemerintah untuk menjamin kebebasan tersebut. Demokrasi pada dasarnya merupakan pelembagaan dari kebebasan.
Persamaan merupakan sarana penting untuk kemajuan setiap orang. Dengan prinsip persamaan, setiap orang dianggap sama, tanpa dibeda-bedakan dan memperoleh akses dan kesempatan sama untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensinya. Demokrasi berasumsi bahwa semua orang sama derajat dan hak-haknya sehingga harus diperlakukan sama pula dalam pemerintahan.
b.            Kedaulatan rakyat (people’s sovereignty)
Konsep kedaulatan rakyat pada hakekatnya kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Mekanisme semacam ini akan mencapai dua hal. Pertama, kecil kemungkinan terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan kedua, terjaminnya kepentingan rakyat dalam tugas tugas pemerintahan. Perwujudan lain konsep kedaulatan adalah pengawasan oleh rakyat. Pengawasan dilakukan karena demokrasi tidak mempercayai kebaikan hati penguasa. Betapapun niat baik penguasa, jika mereka menafikan kontrol/kendali rakyat maka ada dua kemungkinan buruk pertama, kebijakan mereka tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat dan, kedua, yang lebih buruk kebijakan itu korup dan hanya melayani kepentingan penguasa.
Sementara itu, APA (ASEAN People’s Assembly) mendaftar sejumlah prinsip dasar demokrasi yangditerima sebagai seperangkat aturan main bersama dalam upaya melakukan penilaian proses demokratisasi di kawasan Asia Tenggara, terlepas dari banyak perdebatan reotik antara demokrasi universal dan particular, antara konsep “Barat” dan “Timur” atau “Cara Asia/ASEAN” dan berbagai macam kata sifat yang tercantum di depan definisi demokrasi saat digunakan untuk menggambarkan karakteristik demokratis sebuah negara, seperti: semi-demokrasi, demokrasi liberal, demokrasi elektoral, dan lain-lain.
Demokrasi pada esensinya melibatkan aspirasi masyarakat dalam menjalankan perannya secara aktif dan menentukan dalam  proses politik. Partisipasi adalah elemen penting dalam pemberdayaan. Partisipasi tidak hanya berupa ‘mencoblos’ dalam pemilihan umum/pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara rutin. Partisipasi menjamin keterlibatan dalam proses Kebijakan, baik dengan melibatkan LSM, partai politik, maupun jalur-jalur lain.Tetapi, semua ini harus didasarkan pada asumsi bahwa hak-hak untuk berpartisipasi itu memang sudah eksis dan masyarakat/ warganegara memiliki kapasitas dan sumber-sumber daya yang layak utk berpartisipasi, dan pemerintah telah menyediakan jalur-jalur dan institusi-institusi politk (di mana melalui semua itu masyarakat bisa berpartisipasi).
1.            Inklusivitas/ Pelibatan
Setiap individu dipandang setara secara politik. Dengan kata lain setiap individu diperlakukan sebagai warganegara (inclusion) terlepas dari perbedaan latar belakang ras, etnis, kelas, gender, agama, bahasa, maupun identitas lain. Demokrasi mendorong pluralitas dan keberagaman, juga mengelola keberagaman tersebut tanpa kekerasan. Demokrasi tidak bisa eksis jika perolehan hak-hak dasar dibatasi secara diskriminatif. Demokrasi juga harus mengawal sektor-sektor masyarakat yang termarjinalisasi melalui pelaksanaan kebijakan afirmatif utk bisa mencapai kesamaan status dan pemberdayaan.
Kebijakan afirmatif ini haruslah bebas dari prasangka/stereotip. Perwakilan/Representasi (Representation) Dengan mempertimbangkan bahwa partisipasi langsung dalam setiap proses pemerintahan tidak bisa dilakukan secara absolut mengingat keterbatasan waktu dan ruang, jalur yang paling rasional adalah dengan menyediakan perangkat untuk representasi/perwakilan.
Mereka yang telah mendapatkan mandat untuk menjalankan aspirasi populer harus mampu mewakili konstituensi mereka. Institusi-institusi harus pula mencerminkan komposisi sosial dari para pemilih, baik kelompok mayoritas maupun minoritas. Terlebih lagi, mereka harus mewakili arus utama dari opini publik. 
2.            Transparansi (Transparency)
Karena demokrasi berarti bahwa institusi-institusi publik mendapatkan otoritas mereka dari masyarakat, maka harus ada perangkat yang memungkinkan masyarakat utk mengawasi dan mengawal institusi-institusi publik tersebut. Masyarakat atau kelompok yang ditunjuk oleh masyarakat harus diberikan kesempatan utk mempertanyakan kinerja dan kerja institusi-institusi publik tersebut. Terlebih lagi, segala informasi mengenai proses kerja dan kinerja mereka harus bisa dijangkau oleh publik dan media massa.
2.3        Indikator Demokrasi di Indonesia
Kerangka kerja penilaian demokratisasi diantaranya dirumuskan APA yang diinspirasi konsep yang dikembangkan oleh David Beetham dalam membuat indikator demokrasi. Beetham menerjemahkan “kedaulatan rakyat” (rule of the people) secara lebih spesifik menjadi faktor kontrol popular (popular control) dan faktor kesetaraan politik (political equality).
Kontrol populer memanifestasikan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengontrol dan mempengaruhi kebijakan publik dan para pembuat kebijakan. Perlakuan terhadap masyarakat harus didasari pada keyakinan bahwa setiap orang harus diperlakukan dengan rasa hormat yang setara. Setiap orang memiliki kapasitas yang setara dalam menentukan pilihan. Pilihan tersebut dapat mempengaruhi keputusan kolektif dan semua kepentingan yang mendasari pilihan tersebut harus diperhatikan (Christine Sussana Tjhin, 2005: 11-13, 19-21). Kerangka kerja utama dibagi menjadi 3 komponen utama. Pertama, kerangka kerja hak-hak Warga Negara yang Kesetaraannya Terjamin (Guaranteed Framework of Equal Citizen Rights). Termasuk didalamnya adalah akses pada keadilan dan supremasi hukum, juga kebebasan berekspresi, berserikat dan berkumpul, dan hak-hak dasar yang memungkinkan masyarakat untuk memperoleh/menjalankan hak-haknya secara efektif. Komponen pertama ini terdiri dari 2 tema, yaitu: Kewarganegaraan yang Setara (Common Citizenship), dan hak-hak Sipil dan Politik (Civil and Political Rights). Komponen kedua, Institusi-institusi Pemerintah yang Representatif dan Akuntabel (Institutions of Representative and Accountable Government).Tercakup di dalamnya adalah pemilu yang bebas dan adil yang menyediakan perangkat agar pilihan dan control populer atas pemerintah dapat dilaksanakan. Termasuk juga di dalamnya adalah prosedur-prosedur yang menjamin akuntabilitas pejabat publik (yang dipilih maupun tidak dipilih melalui pemilu). Komponen kedua terdiri dari 6 tema, yaitu: Pemilu yang Bebas dan Adil (Free and Fair Elections), partai Politik yang Demokratis (Democratic Political Parties), hubungan Sipil-Militer (Civil-Military Relations), Transparansi dan Akuntabiltas Pemerintahan (Governmental Transparency and Accountability, supremasi Hukum (Rule of Law), dan desentralisasi (Decentralization).
Komponen ketiga adalah Masyarakat yang Demokratis atau Sipil (Civil or Democratic Society). Cakupan komponen ini meliputi media komunikasi, asosiasi-asosiasi sipil, proses-proses konsultatif dan forum-forum lainnya yang bebas dan pluralistik. Kebebasan dan pluralisme tersebut harus menjamin partisipasi popular dalam setiap proses politik dalam rangka mendorong sikap responsif pemerintah terhadap opini publik dan terselenggaranya pelayanan public yang lebih efektif. Komponen ketiga mencakup 2 tema, yaitu: media yang Independen dan Bebas (Independent and Free Media), dan partisipasi Populer (Popular Participation). Setiap 10 tema tersebut berisikan seperangkat indicator penilaian yang dikategorikan berdasarkan 3 dimensi, yaitu: dimensi legal, institusional dan kinerja (performance). Dimensi legal untuk mengindentifikasi kahadiran payung hukum yang memberikan kepastian hukum untuk tema terkait. Dimensi institusional menggali ada atau tidaknya perangkat institusi dan mekanisme yang mampu memberikan jaminan implementasi perangkat hukum. Dimensi kinerja mengelaborasi sejauh mana kinerja elemen-elemen dalam dua dimensi sebelumnya telah berhasil membawa pengaruh aktual terhadap kemajuan proses demokratisasi berdasarkan konteks tema terkait. Indikator-indikator dalam setiap dimensi tersebut dihrapkan dapat menjadi semacam petunjuk-petunjuk praktis dalam proses penilaian demokratisasi

2.4        Perjalanan Demokrasi di Indonesia
Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, perkembangan demokrasi  telah mengalami pasang surut. Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa  Indonesia adalah bagaimana meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial dan politik yang demokratis dalam masyarakat.Masalah ini berkisar pada penyusunan suatu sistem politik dengan kepemimpinan cukup kuat untuk melaksanakan pembangunan ekonomi serta character and nation building dengan partisipasi rakyat sekaligus menghindarkan timbulnya diktator perorangan, partai atau militer.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi dalam 4 periode:  pertama, periode 1945 - 1959; kedua, periode 1959 - 1965; ketiga, periode 1965 - 1998; keempat, periode 1998 - sekarang.
a.             Periode 1945-1959 (Masa Demokrasi Parlementer)
Demokrasi parlementer menonjolkan peranan parlementer serta partai-partai. Akibatnya, persatuan yang digalang selama perjuangan melawan musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan. Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer member peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer di mana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala Negara konstitusional beserta mentri-mentrinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik usia kabinet pada pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi politik nasional.
Faktor-faktor semacam ini, ditambah dengan tidak mampunya anggota-anggota partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar Negara untuk undang-undang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden mengeluarkan Dekrit Presiden5 juli yang menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian dasar demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir. [12]
b.            Periode 1959-1965 (Masa Demokrasi Terpimpinn)
Demokrasi terpimpin ini telah menyimpang dari demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat. Masa ini ditandai dengan dominasi presiden, terbatasnya peran partai politik, perkembangan pengaruh komunis dan peran ABRI sebagai unsure sosial-politik semakin meluas.
Undang-Undang dasar 1945 membuka kesempatan bagi seorang presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir.Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun ini yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar. Selain itu banyak sekali tindakan yang menyimpang atau menyeleweng terhadap ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar. Misalnya dalam tahun 1960 Ir.Soekarno sebagai presiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum, padahal dalam penjelasan Undang-Undang dasar 1945 secara eksplisit ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenang untuk berbuat demikian.
Selain perundang-undangan dimana berbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui penetapan presiden (penpres) yang memakai dekrit presiden sebagai sumber hukum. Partai politik dan pers yang sedikit menyimpang dari “rel revolusi” tidak dibenarkan, sedangkan politik mercusuar dibidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah mnyebabkan keasaan ekonomi menjadi tambah seram. G 30 S/PKI telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk dimulainya masa demokrasi Pancasila.
c.             Periode 1966-1998 (Masa Demokrasi Pancasila Era Orde Baru)
Demokrasi pancasila merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. Landasan formal periode ini adalah pancasila, UUD 1945 dan Tap MPRS/MPR dalam rangka untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap UUD 1945 yang terjadi di masa Demokrasi Terpimpin, dalam perkembangannya, peran presiden semakin dominant terhadap lembaga-lembaga Negara yang lain. Melihat praktek demokrasi pada masa ini, nama pancasila hanya digunakan sebagai legitimasi politik penguasa saat itu sebab kenyataannya yang dilaksanakan tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
Pada tahun 1966 pemerintahan Soeharto yang lebih dikenal dengan pemerintahan Orde Baru bangkit sebagai reaksi atas pemerintahan Soekarno. Pada awal pemerintahan orde hampir seluruh kekuatan demokrasi mendukungnya karena Orde Baru diharapkan melenyapkan rezim lama. Soeharto kemudian melakukan eksperimen dengan menerapkan demokrasi Pancasila. Inti demokrasi pancasila adalah menegakkan kembali azas Negara hukum dirasakan oleh segenap warga Negara, hak azasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun aspek perseorangan dijamin dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara institusional.
Sekitar 3 sampai 4 tahun setelah berdirinya Orde Baru menunjukkan gejala-gejala yang menyimpang dari cita-citanya semula. Kekuatan – kekuatan sosial-politik yang bebas dan benar- benar memperjuangkan demokrasi disingkirkan. Kekuatan politik dijinakkan sehingga menjadi kekuatan yang tidak lagi mempunyai komitmen sebagai kontrol sosial. Pada masa orde baru budaya feodalistik dan paternalistik tumbuh sangat subur. Kedua sikap ini menganggap pemimpin paling tahu dan paling benar sedangkan rakyat hanya patuh dengan sang pemimpin. Sikap mental seperti ini telah melahirkan stratifikasi sosial, pelapisan sosial dan pelapisan budaya yang pada akhirnya memberikan berbagai fasilitas khusus, sedangkan rakyat lapisan bawah tidak mempunyai peranan sama sekali. Berbagai tekanan yang diterima rakyat dan cita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang tidak pernah tercapai, mengakibatkan pemerintahan Orde Baru mengalami krisis kepercayaan dan kahirnya mengalami keruntuhan.
Menurut M Rusli Karim rezim Orde Baru ditandai oleh :
·         Dominannya peran ABRI.
·         Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik.
·         Pengembirian peran dan fungsi partai politik.
·         Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik.
·         Masa mengambang.
·         Monolitisasi ideologi Negara.
·         Inkorporasi lembaga non pemerintah.
Tujuh ciri tersebut menjadikan hubungan Negara dengan masyarakat secara berhadapan-hadapan, dimana Negara atau pemerintah sangat mendominasi.Dengan demikian nilai-nilai demokrasi juga belum ditegakkan dalam demokrasi Pancasila Soeharto.[13] 
d.            Periode 1999- sekarang (Masa Demokrasi Pancasila Era Reformasi)
Pada masa ini, peran partai politik kembali menonjol sehingga demokrasi dapat berkembang. Pelaksanaan demokrasi setelah Pemilu banyak kebijakan yang tidak mendasarkan pada kepentingan rakyat, melainkan lebih ke arah pembagian kekuasaan antara presiden dan partai politik dalam DPR. Dengan kata lain, model demokrasi era reformasi dewasa ini kurang mendasarkan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melalui gerakan reformasi, mahasiswa dan rakyat indonesia berjuang menumbangkan rezim Soeharto. Pemerintahan soeharto digantikan pemerintahan transisi presiden Habibie yang didukung sepenuhnya oleh TNI. Orde Baru juga meninggalkan warisan berupa krisis nasional yang meliputi krisis ekonomi, sosial dan politik. Agaknya pemerintahan “Orde Reformasi” Habibie mecoba mengoreksi pelaksanaan demokrasi yang selama ini dikebiri oleh pemerintahan Orde baru. Pemerintahan habibie menyuburkan kembali alam demokrasi di indonesia dengan jalan kebebasan pers (freedom of press) dan kebebasan berbicara (freedom of speech). Keduanya dapat berfungsi sebagai check and balances serta memberikan kritik supaya kekuasaan yang dijalankan tidak menyeleweng terlalu jauh. Dalam perkembanganya Demokrasi di Indonesia setelah rezim Habibie diteruskan oleh Presiden Abdurahman wahid sampai dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat signifikan sekali dampaknya, dimana aspirasi-aspirasi rakyat dapat bebas diutarakan dan dihsampaikan ke pemerintahan pusat. Ada satu hal yang membuat indonesiadianggap Negara demokrasi oleh dunia Internasional walaupun negara ini masih jauh dikatakan lebih baik dari Negara maju lainnya adalah Pemilihan Langsung Presiden maupun Kepala Daerah yang dilakukan secara langsung. Mungkin rakyat indonesia masih menunggu hasil dari demokrasi yang yang membawa masyarakat adil dan makmur secara keseluruhan.
Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan ditentukan kemana arah demokrasi yang akan dibangun. Selain itu dalam fase ini pula bias saja pembalikan arah perjalanan bangsa dan Negara yang akan menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada periode orde lama dan orde baru.
Sukses atau gagalnya suatu transisi demokrasi sangat bergantung pada empat faktor kunci yakni : (a) komposisi elit politik, (b) desain institusi politik, (c) kultur politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite, dan (d) peran civil society (masyarakat madani). Keempat faktor tersebut harus berjalan sinergis sebagai modal untuk mengonsolidasikan demokrasi. Karena itu seperti yang dikemukakan oleh Azyumardi Azra langkah yang harus dilakukan adalah dalam transisi Indonesia menuju demokrasi sekurang-kurangnya mencakup reformasi dalam tiga bidang besar.Pertama, reformasi sistem (constitutional reform) yang menyangkut perumusan kembali falsafah, kerangka dasar, dan perangkat legal sistem politik.Kedua, reformasi kelembagaan (constitutional reform empowerment) yang menyangkut pengembangan dan pemberdayaan lembaga-lembaga politik.Ketiga,pengembangan kultur atau budaya politik (political culture) yang lebih demokratis[14]Demokratisasi di Indonesia agaknya tidak dapat dimundurkan lagi. Proses suksesi kepresidenan dengan jelas menandai berlangsungnya proses transisi ke arah demokrasi, setelah demokrasi terpenjarakan sekitar 32 tahun pada rezim Soeharto engan “demokrasi Pancasilanya” dan 10 tahun pada masa rezim Soekarno dengan “demokrasi terpimpinnya”. Dengan demikian secara jelas demokrasi yang sesungguhnya di Indonesia belum dapatterwujud.Karena itu membangun demokrasi merupakan pekerjaan rumah (PR) dan agenda yang sangat berat bagi pemerintah.
Dalam kerangka itu upaya membangun demokrasi (Indonesia) dapat terwujud dalam tatanan Negara pemerintahan Indonesia bila tersedia delapan faktor pendukung yakni : (1) Keterbukaan sistem politik, (2) Budaya politik yang jujur dan baik, (3) Kepemimpinan politik yang berorientasi kerakyatan, (4) Rakyat yang terdidik, cerdas dan berkepedulian, (5) Partai politik yang tumbuh dari bawah, (6) Penghargaan terhadap hukum, (7) Masyarakat sipil (masyarakat madani) yang tanggap dan bertanggung jawab, dan (8) Dukungan dari pihak asing dan pemihakan pada golongan mayoritas.[15]
2.5        Pendidikan Demokrasi di Indonesia
Sebagai negara yang berdemokrasi, yaitu negara Indonesia harus melakukan pendidikan demokrasi untuk warga negaranya. Warga Negara Indonesia dapat memiliki sikap yang demokratis dan tidak apatis terhadap negaranya jika kita belajar untuk berdemokrasi dalam negara. Pendidikan demokrasi sangat diperlukan negara maupun warga negaranya. Karena, pendidikan demokrasi akan memberikan wawasan luas mengenai dunia demokrasi seperti pada hal nya kebebasan berpendapat di depan umum yang mengutamakan hak dan kewajiban seseorang serta mengetahui bahwa adanya persamaan kedudukan di depan hukum. Selain memberikan pengenalan yang umum terhadap berdemokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pendidikan juga menjadi suatu hal yang wajib untuk setiap warga negara yang sesuai dengan kemampuannya.
1.            Hakikat Pendidikan Demokrasi
Pendidikan demokrasi adalah upaya sistematis yang dilakukan negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negara agar memahami, menghayati, mengamalkan, dan mengembangkan konsep, prinsip, dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan perannya dalam masyarakat.[16] Pendidikan demokrasi dapat memberikan bekal bagi setiap warga negara dalam menghadapi dunia demokrasi yang sesuai dengan perannya di elemen masyarakat.
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya merupakan bentuk sosialisasi nilai – nilai demokrasi kepada warga negara agar dapat dipelajari dan diterapkan dengan baik. Pendidikan demokrasi secara umum bertujuan untuk mempersiapkan warga negara berperilaku demokratis terhadap negaranya yang berpengatahuan dan memiliki kesadaran akan adanya nilai – nilai demokrasi terhadap berbangsa dan bernegara.
Pendidikan demokrasi dapat diterapkan ketika pendidikan formal berlangsung yaitu melalui sarana pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam berdemokrasi prosesnya tidak dapat berjalan sesuai dengan keinginan kita, namun harus ditunjangi dengan pembelajaran yang berpotensi untuk membangun pengetahuan dan kesadaran demokrasi di Indonesia. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat memiliki potensi yang strategis untuk dikembangkan sebagai pendidikan demokrasi, karena secara etimologis antara lain mengembangkan nilai kesadaran untuk menegakkan negara hukum.[17]
Pendidikan kewarganegaraan demokrasi juga dilaksanakan bukan hanya negara yang maju saja di negara yang sedang berkembang juga diterapkan. Namun, sebagian negara menganggap bahwa pendidikan demokrasi sangat penting tetapi dalam kenyataannya sering dianggap enteng atau diabaikan. Demokrasi tidak sepenuhnya dapat dipelajari sendiri. Jika kekuatan, kemanfaatan, dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warga negara, sulit diharapkan mereka mau berjuang untuk mempertahankannya.[18] Oleh karena itu, kita sebagai warga negara Indonesia yang baik, harus mengerti akan pentingnya belajar mengenai demokrasi yang manfaatnya juga dirasakan oleh negara maupun diri kita sendiri.
Pada akhirnya, dari pandangan tersebut dapat diperlukan pendidikan yang baik dan memungkinkan warga negara mengerti, menghargai kesempatan dan tanggung jawabnya sebagai warga negara yang demokratis.

PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang telah disusun dapat disimpulkan, bahwa: Demokrasi ialah keadaan dimana dalam sistem pemerintahan kedaulatan berada di tangan rakyat. Prinsip-prinsip demokrasi terbagi atas kebebasan/persamaan (freedom/equality) dan kedaulatan rakyat (people’s sovereignty). Kebebasan/persamaan yaitu fondasi demokrasi. Sedangkan konsep kedaulatan rakyat pada hakekatnya kebijakan yang dibuat adalah kehendak rakyat dan untuk kepentingan rakyat. Indikator pembangun demokrasi ialah akuntabilitas, rotasi kekuasaan secara teratur dan damai, rekruitmen politik yang terbuka, pemilihan umum berlandaskan LUBER JURDIL, dan pemenuhan hak-hak dasar. Perjalan demokrasi di Indonesia terbagi pada 4 masa, yaitu: masa demokrasi parlementer (1945-1959), masa demokrasi terpimpin (1959-1965), masa demokrasi pancasila orde lama (1966-1998), dan masa demokrasi era reformasi (1999-sekarang. Pendidikan demokrasi di Indonesia diterapkan ketika pendidikan formal berlangsung yaitu melalui sarana pembelajaran pendidikan kewarganegaraan yang berpotensi membangun pengetahuan dan kesadaran demokrasi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2000. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani. log.cit.
Bagus, Lorens. 2002 . Kampus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gandal, M. And Finn, Jr.C.E. 1992. Teaching Democracy. USA : Freedom Paper.
Kubba,Laith. 1996. “Recognizing Pluralism”. Dalam Journal of democracy.
Kari, M. Rusli. 1998. Peluang dan Hambatan Demokrasi. Jakarta: Jurnal CSIS.
Maarif, A.Syafii, Kurniawan Zein dan Saripudin HA (ed.). 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi  Tentang Percaturan Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES.
Maarif, A .Syafii. 2009. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan  Kemanusiaan. Bandung: Mizan.
Muchtar, S.A. 2001. Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung : Gelar Pustaka Mandiri.
Rozak, A. Ubaedillah dan Abdul. 2006. pendidikan kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Wianataputra, U.S. dan Budimansyah, D. 2007. Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan  Ajar dan Kultur. Bandung: Prodi PKn SPS UPI.


[1]Santoso, Slamet, dkk. 2017. Pendidikan Kewarganegaraan. Purwokerto : Universitas Jenderal
Soedirman. (Hal. 16 – 17)
[2]Ahmad Syafii Maarif, Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan Dalam Konstituante(Jakarta:LP3ES.1985)hlm.144..
[3] Laith Kubba,”Recognizing Pluralism”. Dalam Journal of democracy, vol,7 no. 2(1996): hlm 86-89.
[4] Ahmad Syafii Maarif, Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan  Kemanusiaan,(Bandung: Mizan,2009), hlm.161.
[5] Ibid, hlm 162
[6] Lorens Bagus, Kampus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2002),cct.III,HLM.154.
[7] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, pendidikan kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani(Jakarta:ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2006)
[8] Ibid, lihat juga dalam Lorens Bagus, Kamus Filsafat,hlm.155-156
[9] Ibid. Lihat juga dalam: A. Ubaedillah dan Rozak,. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi. Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, hlm.131
[10] Ibid,hlm.132
[11] Ibid.hlm 131
[12]Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani,log.cit.,130-131.
[13]M. Rusli Karim. 1998. Peluang dan Hambatan Demokrasi. dalam Jurnal CSIS, (Jakarta), 25.
[14] Azyumardi, Azra. 2000. Hak Asasi Manusia, Masyarakat Madani. Logcit hal. 135.
[15] Ibid, hal. 139
[16] Wianataputra, U.S. dan Budimansyah, D. 2007. Civic Education: Konteks, Landasan, Bahan
Ajar dan Kultur Kelas. Bandung : Prodi PKn SPS UPI. (Hal. 210)
[17] Muchtar, S.A. 2001. Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung : Gelar Pustaka Mandiri.
(Hal. 9)
[18] Gandal, M. And Finn, Jr.C.E. 1992. Teaching Democracy. USA : Freedom Paper. (Page. 2)

Comments

Popular posts from this blog

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam

PANCASILA MENJADI DASAR PENGEMBANGAN ILMU

POLA ORIENTASI DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN MORAL