Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan denga...

Negara dan Konstitusi


PENDAHULUAN
Negara ialah suatu organisasi atau badan tertinggi yang mempunyai kewenangan untuk mengatur perihal yang berhubungan dengan sebuah kepentingan masyarakat luas serta mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan suatu kehidupan bangsa. Pada kesempatan kali ini akan membahas tentang pengertian negara, unsur negara, fungsi negara, dan tujuan negara.

Definisi konstitusi adalah aturan dasar mengenai ketatanegaraan suatu negara. Kedudukannya merupakan hukum dasar dan hukum tertinggi. Konstitusi memiliki dua sifat yaitu kaku dan luwes. Adapun fungsi konstitusi adalah membatasi kekuasaan dan menjamin HAM. Isinya berupa pernyataan luhur, struktur dan organisasi negara, jaminan HAM, prosedur perubahan, dan larangan perubahan tertentu. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia terdiri dari 1. UUD 1945 (Konstitusi I), 2. Konstitusi RIS 1949, 3. UUDS 1950, 4. UUD 1945 Amandemen. Amandemen konstitusi terdiri dari pengertian, hasil-hasil dan sikap yang seharusnya positif-kritis dan mendukung terhadap proses Amandemen UUD 1945.

1.      Negara
Negara adalah organisasi tertinggi diantara sekelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintah yang berdaulat. Negara adalah suatu perseriktan yang melaksanakan suatu pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk memaksa dalam suatu wilayah masyarakat tertentu yang membedakan dengan kondisi masyarakat dunia luar untuk ketertiban sosial.
1.1.   Teori Terbentuknya Negara
Yang dimaksud dengan teori terbentuknya negara adalah bagaimana perpindahan dari keadaaan manusia yang semula hidup bebas, belum teratur ke keadaan bernegara dengan kehidupan manusia yang serba teratur atau adanya hukum. Terbentuknya negara dapat dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan faktual dan teoritis. Pendekatan faktual didasarkan padakenyataan yang sungguh-sungguh terjadi dan dapat diungkapkan dari pengalaman atau sejarah. Menurut sejarah, negara dapat terbentuk karena:
a.    Suatu daerah belum ada yang menguasai, diduduki oleh suatu bangsa
b.    Beberapa negara mengadakan peleburan dan menjadi satu negara baru
c.    Suatu negara pecah dan lenyap, kemudian di atas bekas wilayang negara itu timbul negara baru.
Melalui pendekatan teoritis, terbentuknya negara ditentukan melalui pendugaan-pendugaan berdasarkan kerangka pemikiran yang logis atau bersifat hipotetik. Ada beberapa teori terbentuknya negara, yaitu:
a.          Teori Hukum Alam (Plato dan Aristoteles)
Menurut Plato, negara itu timbul karena adanya kebutuhan dam keinginan manusia yang beraneka macam yang mengharuskan mereka bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan. Kesatuan mereka inilah yang kemudian disebut masyarakat atau negara.
Menurut Aristoteles, negara terjadi karena penggabungan keluarga-keluarga menjadi satu kelompok yang lenih besar, kelompok itu bergabung hingga menjadi desa, dan desa bergabung lagi menjadi kota atau negara.

b.         Teori Ketuhanan
Segala sesuatu di dunia ini adanya atas kehendak Tuhan, juga negara pada hakikatnya ada atas kehendak Tuhan. Penganut teori ini adalah Friedrich Julius Stahl yang menyatakan bahwa negara tumbuh secara berangsur-angsur  melalui proses bertahap mulai dari keluarga menjadi bangsa dan negara. Sisa-sia teori ketuhanan yang masih dapat dilihat dalam UUD berbagai negara adalah:’berkat rahmat Tuhan’ atau ‘by the grace of God’.
c.          Teori Perjanjian Masyarakat
Teori perjanjian masyarakat menganggap bahwa negara diciptakan atas kemauan rakyat melalui perjanjian masyarakat. Pertama, perjanjian antar kelompok manusia menyebabkan terjadinya negara, disebut pactum unionis. Kedua, perjanjan antarkelompok manusia dengan penguasa yang diangkat dalam rangkaian pactum unionis dinamakan pactum subjectionis, yaitu pernyataan manusia untuk menyerahkan hak-haknya kepada penguasa dan berjanji akan taat kepadanya. 
1.2.   Unsur Negara
Unsur-unsur negara ada yang bersifat konstitusi dan ada yang bersifat delaratif. Unsur negara yang bersifat konstitusi adalah:
a.  Wilayah
b.  Rakyat
c.  Pemerintahan
Sedangkan unsur negara yang bersifat deklaratif adalah sebagai berikut:
a.    Adanya tujuan negara
b.    Undang-undang dasar
c.    Pengakuan negara lain
d.   Menjadi anggota perhimpunan bangsa-bangsa

1.3.   Bentuk Negara
 Ditinjau dari susunanya, ada dua bentuk negara yaitu sebagai berikut:
a.    Negara kesatuan adalah negara yang tidk tersusun dari beberapa negara, sifatnya tunggal, hanya ada satu negara, tidak aada negara dalam negara, hanya satu pemerintahan yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Negara kesatuan yang menyelenggarakan pembagian daerah disebut negara kesatuan desentralisasi, sebaliknya negara kesatuan yang tidak menyelenggarakan pembagian daerah disebut negara kesatuan sentralisasi,
b.    Negara federasi adalah negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri, kemudian negara-negara itu mengadakan ikatan-ikatan kerjasama, tetapi masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus sendiri.jadi, tidak semua urusan diserahkan kepada pemerintah federal. Ikatan kerjasama tersebut dapat bersifat erat dan bersifat renggang. Berdasarkan sifaft hubungan antara pemerintah negara federal dengan negara-negara bagian, negara federasi dapat dibedakan menjadi negara serikat dan perserikatan negara. Apabila kedaulatan ada pada negara federasi, yang memegang kedaulatan adalah pemerintah federal sehingga negara federasi itu disebut negara serikat. Apabila kedaulatan itu masih ada pada negara-negara bagian, negara federasi tersebut disebut perserikatan negara.[1]

1.4.   Bentuk Negara Indonesia
Indonesia sebagai suatu negara telah menegaskan dirinya dalam konstitusi negara sebagai sebuah Negara kesatuan yang berbentuk republik, konsekwensi dari diambilnya konsepsi tersebut adalah pengakuan sekaligus penataan dirinya sebagai sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) sekaligus juga sebagai sebuah negara hukum (rechtsstaat). Negara Kesatuan mengacu pada konsep negara yang tata pemerintahannya dikelola satu sistem pemerintahan secara hierarkhis tanpa mengenal adanya negara dalam negara. Adapun konsep negara hukum merujuk pada satu bentuk penyelenggaraan kekuasaan negara yang didasarkan pada dasar konstitusional dan tertib hukum dengan menempatkan hukum sebagai satu-satunya koridor penyelenggaraan kekuasaan dan kepentingan dalam kehidupan bernegara.
Pemahaman bahwa Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik itulah yang mendasari penataan dan pelaksanaan sistem desentralisasi atau yang lebih dikenal dengan konsep otonomi daerah selama ini. Adanya konsep otonomi daerah sebagai sebuah proses pemencaran kekuasaan dari pemerintah pusat kepada wilayah dan/atau daerah-daerah yang lebih kecil adalah konsekwensi logis dari pelaksanaan konsep negara hukum yang demokratis dalam sebuah negara yang tidak mengenal adanya negara bagian. Pemencaran kekuasaan tersebut pada prinsipnya adalah cara bagi sebuah negara untuk meminimalisir penggunaan kekuasaan yang berlebihan oleh pusat, yang dapat berujung pada munculnya kekuasaan negara absolut.
Pengkajian terhadap sistem otonomi daerah di suatu negara hanya dapat dilaksanakan dengan benar dan komprehensif jika dilandasi oleh pemahaman yang benar dan lurus terhadap pilihan konsep negara yang dianut oleh negara tersebut. Untuk itu kajian atas bentuk negara kesatuan dan konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia berikut kiranya bermanfaat sebagai pintu untuk memahami dasar pilihan diterapkannya desentralisasi (otonomi daerah) di Indonesia.
1. Negara Kesatuan Indonesia.
Konsep negara kesatuan adalah konsep bentuk negara paling tua dalam sejarah kenegaraan, karena sampai dengan abad pertengahan hanya dikenal bentuk negara kesatuan sebagai satu-satunya bentuk negara, adapun federasi sebagai padanan bentuk negara baru ada dan baru dikenal sejak lahirnya Amerika serikat sebagai satu negara merdeka.[2]
Konsep negara kesatuan merujuk pada bentuk negara yang hanya mengenal satu kedaulatan, berasal dari rakyat dan berada di tangan negara (kedaulatan berada pada tangan pusat), dengan tidak mengenal adanya negara-negara bagian yang berdaulat. Penajaman makna dapat dilakukan dengan pembandingan dengan konsep negara federal dengan menggunakan rumus negatif, yakni apa yang menjadi ciri negara federal adalah negasi dari bentuk negara kesatuan.
Konsep negara kesatuan yang pada pada awalnya memberi andil atas lahirnya pemerintahan negara yang totaliter dan otoritarian, dalam perkembangannya seiring dengan tuntutan demokratisasi yang mengharuskan adanya pembagian kekuasaan negara, maka lahirlah ide unitarisme yang terdesentralisasikan, sebagaimana kita kenal sekarang dengan istilah otonomi daerah.
Konteks ke-Indonesiaan, Pilihan bentuk negara kesatuan sebagaimana terdapat dalam Bab I UUD 1945, merupakan hasil permufakatan para pendiri bangsa ini pada saat awal perumusan negara dan juga konstitusi negara. Ada beberapa alasan yang disampaikan terkait dipakainya konsep negara kesatuan, sebagaimana apa yang disampaikan oleh M. Yamin dimuka sidang BPUPKI berikut ;
“Negara serikat tidaklah kuat, tidak berwarna dan djuga tidak dapat didjamin kekuatan atau keteguhannja didalam kegontjangan zaman sekarang dan untuk zaman damai … apabila negara hendak dibentuk diseluruh tanah Indonesia setjara negara serikat, maka dengan sendirinja federalisme jang boleh timbul oleh karena pembentukan negara serikat itu … pulau-pulau lain akan kekurangan kaum terpeladjar, dan negara federalistis tidaklah dapat dibentuk, karena tenaga untuk itu tidak ada….”3
Dari nukilan pidato tersebut, dapat difahami bahwa berdasar pertimbangan historis, filosofis dan faktual negara Indonesia tidak memungkinkan untuk dibentuk dengan berdasar pada faham federalistik. Disamping juga besarnya desakan dari angkatan muda saat itu untuk mengesampingkan federalisme dan membentuk satu eenheidsstaat.
Konsep Negara kesatuan Indonesia sendiri dapat digali dari UUD 1945 yang kendati telah diamandemen [3]beberapa kali tetapi tetap teguh, dan bahkan semakin memperteguh konsepsi Indonesia sebagai satu eenheidsstaat, sebagaimana ketentuan dalam Bab XVI tentang Perubahan Undang-undang Dasar, Pasal 37 ayat (5) bahwa “Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia Tidak Dapat Dilakukan Perubahan”.
Merujuk pada sejarah perumusan UUD 1945, maka konsep negara kesatuan Indonesia sejatinya lahir sejak sumpah pemuda 28 Oktober 1928 yang juga merupakan hari lahirnya Bangsa Indonesia, sehingga unitarisme itu merupakan falsafah hidup bangsa.
Muhammad Yamin memaknai konsepsi negara kesatuan secara lebih luas dan mendalam sebagai kesatuan bangsa, kesatuan tanah air dan kesatuan negara, yang berarti penolakan terhadap faham federalisme yang bernegara bagian, dengan mengingati pula bahwa dalam unitarisme itu dijalankan sebuah bentuk pemerintahan demokratis dan berkeadilan, yang dijelmakan dengan adanya pembagian kekuasaan baik yang bersifat vertikal (otonomi daerah) maupun horisontal.[4]
Pandangan M Yamin tersebut secara konstitusional selaras dengan ide dasar pembagian kekuasaan secara vertikal yang termuat dalam ketentuan dalam Bab VI, Pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) tentang Pemerintahan Daerah, yang menegaskan bahwa:
“ Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.
Pernyataan “…dalam sistem pemerintahan negara”, menunjukkan bahwa di Indonesia hanya dikenal satu sistem pemerintahan negara yang berlaku untuk seluruh wilayah negara, dan itu artinya tidak ada istilah negara lain selain Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pemahaman tersebut sejalan dengan Penjelasan Pasal 18 tersebut, bahwa “Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga”.
2. Negara Hukum Indonesia.
Sebelum membahas bagaimana konsep negara hukum Indonesia, baiknya kita lihat dahulu konsepsi negara hukum itu sendiri. Konsep Negara hukum secara historis beranjak dari pemikiran Plato pada masa Yunani kuno, yakni dalam karyanya yang berjudul Nomoi. Plato berpandangan bahwa penyelenggaraan negara yang baik adalah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik. Gagasan Plato tersebut dikuatkan oleh Aristoteles dalam karyanya berjudul Politica, bahwa suatu negara yang baik adalah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi, yakni :
“…pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua, pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-tekanan yang dilaksanakan pemerintahan despotik.”[5]
Substansi utama dari konsep negara hukum adalah bahwa sebuah negara dan sistem pemerintahan negara haruslah dijalankan dengan berlandaskan pada hukum yang berkedaulatan rakyat, dan oleh karenanya maka penggunaan kekuasaan oleh pemerintah tidak boleh melampaui, menyalahi dan bertentangan dengan hukum yang berlaku.
3. Konsep Negara Hukum Pancasila.
Istilah Negara Hukum Pancasila lahir dan digunakan untuk memberi penegasan bahwa landasan ideologis dan falsafati dibentuknya NHI (Negara Hukum Indonesia) adalah nilai luhur pancasila yang telah ditempatkan sebagai satu dasar negara (PhilosophischeGrondslag), sebagaimana tersebut dalam alinea ke empat Pembukaan UUD 1945. Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan pokok kaidah negara yang fundamental, kuat dan tetap serta tidak dapat diubah dengan cara apapun, berkedudukan sebagai landasan bagi menetapkan tata hukum dan pemerintahan di indonesia.[6]
Kendatipun bekas jajahan Belanda dan pernah menjalankan hukum kolonial, namun tidak serta merta dapat dikatakan bahwa konsep negara hukumnya identik Belanda, karena secara historis dan filosofis kelahiran Indonesia berbeda dengan Belanda. Karena Indonesia sebagai sebuah negara sejak lahir sudah anti penindasan dan kesewenangan.[7]
Dengan mengkaji konteks historical-philosophic yang meliputi keberadaan Indonesia merdeka, Negara Hukum Pancasila sebagai konsep yang khas Indonesia dan berbeda dari konsepsi lain baik itu rechtsstaat maupun the rule of law, menurut Philipus M. Hadjon[8] memiliki beberapa perbedaan yang cukup mendasar, yakni diantaranya :
1. Jika dalam konsep rule of law dan rechtsstaat menempatkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia sebagai titik sentralnya, maka bagi bangsa Indonesia yang tidak menghendaki faham liberal-individualistic, titik sentral dari Negara Hukum Pancasila adalah keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan (kekeluargaan/gotong royong).
2. Jika dalam rangka perlindungan HAM konsep rule of law mengedepankan prinsip “equality before the law”, dan prinsip “rechtmatigheid” untuk rechtsstaat, maka konsep pancasila mengedepankan “asas kerukunan” untuk menjaga keserasian serta keselarasan hubungan antara penguasa dengan rakyatnya, dimana dari asas tersebut diharapkan nantinya terjalin hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara.
3. Konsep Pancasila lebih mengedepankan musyawarah untuk mufakat dalam tiap penyelesaian sengketa, dengan meletakkan penyelesaian melalui jalur peradilan sebagai langkah terakhir.
Negara hukum pancasila dalam pandangan Soepomo merupakan aktualisasi dari cita negara Integralistik, yang terdiri unsur-unsur sebagai karakteristik dari konsep bernegara pancasila, yakni; pertama, kesatu paduan antar elemen kenegaraan untuk mencapai (keseimbangan hidup) lahir dan batin (asas kerukunan); kedua, tidak diterimanya faham pemisahan antara negara (pemerintah) dan individu (rakyat), dan antar kekuasaan pemerintahan; ketiga, pemerintahan tidak dijalankan secara sentralistik dan otoriter; keempat, kedaulatan adalah ditangan rakyat, dalam artian sistem hukum dan konstitusi haruslah timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya; kelima, negara berkewajiban mengurus dan mengusahakan terwujudnya apa yang menjadi cita-cita luhur rakyat; keenam, pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman suku bangsa, ras dan bahasa, dimana tata pemerintahan dibangun diatas integrasi (harmoni) keberagaman dan atas dasar kekhasan dan keaslian indonesia sebagai sebuah bangsa.[9]
Moh. Hatta dalam pidatonya secara tersirat menggambarkan cita negara hukum Indonesia sebagai sebuah konsep negara pengurus, yakni:
“memang kita harus menentang individualisme. Kita mendirikan negara baru di atas dasar gotong royong dan hasil usaha bersama … Akan tetapi kita mendirikan negara yang baru. hendaknya kita memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita buat jangan menjadi negara kekuasaan. Kita menghendaki negara pengurus, kita membangun masyarakat baru yang berdasarkan kepada gotong royong, usaha bersama, tujuan kita adalah membarui masyarakat. Tetapi di sebelah itu janganlah kita memberikan kekuasaan yang tidak terbatas kepada negara untuk menjadikan diatas negara baru suatu negara kekuasaan….kedaulatan rakyat yang kita temui di dalam majelis permusyawaratan rakyat dan penyerahan kekuasaan kepada presiden, ialah presiden jangan sanggup menimbulkan suatu negara kekuasaan…ada baiknya jaminan diberikan kepada rakyat hak merdeka berpikir.”[10]
Pandangan Moh. Hatta tersebut menitik beratkan pada perlunya jaminan terhadap penegakan dan penghormatan Hak-hak dasar warga negara, yang harus dengan jelas dicantumkan secara tertulis dan pada ruang tersendiri dalam Konstitusi negara, dimana pencantuman Hak-hak dasar tersebut nantinya diharapkan akan menjadi landasan bagi perlindungan hukum bagi rakyat terhadap tindak kesewenang-wenangan penguasa yang dimungkinkan hadir.
Philipus M. Hadjon dalam desertasinya menjelaskan bahwa Negara Hukum Pancasila secara elementer berpegang pada beberapa prinsip dasar sebagai berikut :
1. Hubungan antara rakyat dengan pemerintah berdasarkan asas kerukunan. Asas kerukunan adalah perwujudan dari jiwa dan spirit kebangsaan Indonesia yang dibangun diatas kebersamaan (komunalisme) bukan individualisme, yang menonjolkan budaya gotong royong dan kekeluargaan diantara elemen kebangsaan, sehingga yang hendak dicapai dari adanya demokrasi dan negara berdasar hukum adalah keserasian/ keseimbangan hubungan antara pemerintah dan rakyat.
2. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara. Jalannya kekuasaan negara tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan yang bersifat rigid dan tegas, namun lebih sebagai bentuk pembagian kekuasaan, sehingga antara kekuasaanyang satu dengan kekuasaan lain dalam praktek pemerintahan terjalin suatu hubungan fungsional yang proporsional dan selaras. Prinsip ini secara mendasar tidak memerlukan sistem check and balances, karena dengan pola hubungan yang fungsional proporsional tersebut, setiap proses berpemerintahan dan berkebijakan akan senantiasa melalui mekanisme permusyawaratan sebagai mekanisme asli bangsa Indonesia.
3.  Penyelesaian sengketa melalui musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir. Pemahaman ini beranjak pada asas kerukunan yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan dan kegotong-royongan, dimana permusyawaratan adalah cara bangsa Indonesia untuk menyelesaikan masalahnya.
4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Pola pandang bangsa yang komunalistik menjadikan bangsa Indonesia lebih mendahulukan untuk terlaksananya kewajiban dari pada hak.[11]
4. Demokrasi dan Good Governance.
Menyimak bahasan diatas, dapat dilihat bahwa antara demokrasi dan negara hukum memiliki keterkaitan yang erat, karena disatu sisi konsep negara hukum diadakan dan dijalankan dalam rangka menjamin adanya tata pemerintahan demokratis di suatu negara, disisi lain sebuah negara hukum mendasarkan dirinya dan tata sistemiknya pada asas-asas dan prinsi-prinsip demokrasi guna menjamin legitimasinya.
Demokrasi yang didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat sesungguhnya bermuara pada usaha untuk menciptakan tata pemerintahan negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, dengan mengedepankan perlunya partisipasi sebesar mungkin warga dalam proses kepemerintahan negara sebagai bentuk dari kedaulatan rakyat,[12] adalah sebuah konsep yang dinamis dan adaptif terhadap perkembangan zaman dan letak dimana demokrasi itu hendak dipraktekkan.
J.B.J.M Ten berge secara umum mengemukakan prinsip-prinsip dasar demokrasi sebagai berikut :
1.    Perwakilan politik. Keputusan politik tertinggi diputuskan oleh badan perwakilan yang dipilih melalui pemilihan umum.
2.    Pertanggungjawaban politik. Organ pemerintahan dalam menjalankan fungsinya bertanggungjawab kepada lembaga perwakilan.
3.    Pemencaran kewenangan guna mengantisipasi agar tidak adanya diktatorial.
4.    Pengawasan dan kontrol. Prinsip bahwa pelaksanaan pemerintahan harus dapat dikontrol.
5.    Kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum.s
6.    Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan.[13]
2.      Konstitusi
2.1.   Pengertian
Konstitusi berasal dari kata constitution, constitutie, constituer, yang berarti membentuk, menyusun, menyatakan. Dalam bahasa indonesi akonstitusi diterjemahkan atau disamakan dengan UUD. Konstitusi menurut makna katanya berarti dasar suatu susunan suatu badan politik yang disebut negara. Konstitusi menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, yaitu berupa kumpulan peraturan untuk membentuk, mengatur, atau memerintah negara. Peraturan – peraturan ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang, dan ada yang tidak tertulis berupa konvensi.[14] 

Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa ada dua pengertian konstitusi, yaitu;
a.          Dalam arti luas
Merupakan suatu keseluruhan atura atau ketentuan dasar (hukum dasar yang mengikuti hukum dasar tertulis dan hukum dasar tidak tertulis yang mengatur mengenai suatu pemerintahan yang diselenggarakan dalam suatu negara).
b.         Dalam arti sempit
Merupakan undang –undang dasar yang berisi aturan- aturan dan ketentuan – ketentuan yang bersifat pokok dari ketatanegaraan suatu negara.
        Sedangkan  konstitualisme menurut soetandio wingjosoebroto adalah pembetasan kewenangan yang dimiliki oleh suatu lembaga negara, tidak hanya terdapat sesamanya namun juga yerhadap hak kebebasan warga negara pada asasnya terbatas, sedangkan hak warga negara pada asasnya tidak terbatas pembatasnya, apabila diperukan hanay bisa dilakukan berdasakan kesepakatan para warga negara sendiri, lewat suatu proses yang dilaksanaka dalam suasana yang bebas. Jadi antara konstituasi dengan konstitualisme sangat erat hubungannya , jika knstitusi merupakan dasar atau landasan yang digunakan oleh suatu negara, maka konstitualisme merupakan sebuah paham atau ajaran tentang tata cara atau proses dalam pembahasan hak- hak kodrati warga negara yang ada didala konstituasi iru sendiri.[15]
2.2.   Tujuan Konstitusi
Menurut CF. Strong , tujuan konstitusi adalah membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Dengan konstitusi tindakan pemerintah yang sewenang-wenang dapat dicegah karena kekuasaan yang dimiliki oleh pemerintah telah ditentukan dalam konstitusi dan pemerintah tidak dapat melakukan tindakan semaunya di luar apa yang telah ditentukan dalam konstitusi tersebut. Di pihak lain, hak-hak rakyat yang diperintah mendapatkan perlindungan dengan dituangkannya jaminan hak asasi dalam pasal-pasal konstitusi.
Tujuan- tujuan adanya  konstitusi secara ringkas dapat diklarifikasikan menjadi tiga. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a.    Konstitusi bertujuan untuk memberikan pembatasan sekaligus pengawasanm terhadap kekuasaan politik.
b.     Konstitusi bertujuan untuk melepaskan control kekuasaan dari penguasaan sendiri.
c.    Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya.
2.3.   Fungsi Konstitusi
Konstitusi memiliki fungsi yang berperan dalam suatu negara. Fungsi Konstitusi adalah sebagai berikut: 
a. Konstitusi berfungsi membatasi kekuasaan pemerintah agar tidak terjadinya kewenang-wenangan yang dilakukan oleh pemerintahan agar hak-hak bagi warga negara perlindungan dan tersalurkan (konstitusionalsme) .
b. Konstitusi berfungsi sebagai piagam kelahiran suatu negara.
c. Konstitusi berfungsi sebagai hukum  tertinggi.
d. Konstitusi berfungsi sebagai alaat yang  membatasi  kekuasaan.
e. Konstitusi berfungsi sebagai  identitas nasional dan lambing.
f.  Konstitusi berfungsi senbagai perlindungan hak asasi  manusia dan kebebasaan warga negara[16].

2.4.     Lahirnya Konstitusi di Indonesia
Sebagai negara yang berdasarkan hukum, tentu saja Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan undang-undang dasar 1945 sebagai konstitusi di Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang hingga akhirnya diterima sebagai landasan hukum baagi pelaksanaan ketatanegaraan di Indonesia.
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dikemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi “sejak dari dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha membalsakan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Tentara Dai Nippon serentak menggerakkan angkatan  perangnya, baik di darat, laut, maupun udara, untuk  mengakhiri  kekuasaan  penjajahan Belanda.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagai saudara muda serta memimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas disemua bidaang, sehingga diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur raya. Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu lebih lam menindas dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih bebas dan luas untuk berbulat dan tidak bergantung pada jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
Setelah kemerdekaan diraih, Kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tdak bisa ditawar-tawarkan lagi, dan segera harus dirumuska. Sehingga lengkaplah Indonesia menjadi sebuah negara yang derdaulat. Pada tanggal 18 agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan siding yang pertama kali dan menghasilkan beberapa keputusan sebagaai berikut:
1.  Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 yang bahannya diambil dari rancangan undang – undang yang dirumuskan oleh panitia perumusan pada tanggal 22 Juni 1945.
2.  Menetapkan dan mengesahkan UUD1945 yang bahanya hampir seluruh diambil dari RUU yang disusun oleh paanitia perancang UUd tanggal 16 juni 1945.
3. Memiliki ketua persiapan kemerdekaan indoneia Ir, soekarno sebagai presiden dan wakil ketua Drs. Muhammad Hatta sebgai wakil presiden.
4.  Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia yang kemudian menjadi komitmen Nasional.
Dengan terpilihnya Presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu, maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah negara, sebab syarat yang lazim diperlukan oleh setiap negra telah ada yaitu adanya :
a.    Rakyat yaitu Indonesia.
b.  Wilayah yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang hingga merauke yang terdiri dari 13:500 buah pulau besar dan kecil.
c.    Kedaulatan yaitu sejak mengucap proklamasi kemerdekaan Indonesia.
d. Pemerintahan yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakil sebagai pucuk pimpinan pemerintahan negara.
e.    Tujuan negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila.
f.     Bentuk negara yaitu negara kesatuan.[17]

2.5.   Bentuk Konstitusi Negara Indonesia

Dalam buku “ K.C Wheare modern constitution ( 1975)” menyatakan bentuk konstitusi adalah sebagai berikut:
1.  Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis ( written constitution and unwritten constitution).
Ø  Konstitusi tertulis adalah konstitusi yang diletakkan dalam suatu naskah tertentu. Ada beberapa keuntungan konstitusi, yaitu :
a.   Organisasi Negara itu dapat terjamin, dalam arti tidak berubah sewaktu-waktu jadi tidak tunduk kepada kehendak orang tertentu.
b.  Adanya pedoman tertentu untuk perkembangan lebih lanjud. Misalnya pada suautu pasal atau bab, sehingga prkambangan biasa dikembalikan pada norma tertentu.
Ø  Konstitusi  tidak  Tertulis adalah konstitusi yang tidak diletakkan dalam suatu  naskah tertentu. Namun ada pula beberapa kelemahan tidak adanya naskah (konstitusi tidak tertulis). Misalnya dalam menentukan siapa yang berwenang menentukan bahwa  kebiasaan yang baru dalam masyarakat yang merupakan hukum yang baru. Karena tidak adanya naskah tertentu, bagaimana kita dapat mengetahui adanya keadaan yang baru yang bertentangan dengan naskah itu. Di inggris hal ini dipecahkan dalam memberi wewenang pada parlemen yang disebut omnipotence, yaitu wewenang tertinggi disegala hal pada parlemen.
2.      Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid ( flexible and rigid constitution).
Ø  Konstitusi fleksibel yaitu konstitusi yang mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain :
a.       Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah,
b.    Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti mengubah undang-undang.
Ø  Konstitusi rigid mempunyai ciri-ciri pokok, antara lain :
a.       Memiliki tingkat dan derajat yang lebih tinggi dari undang-undang,
b.      Hanya dapat diubah dengan tata cara khusus/istimewa.
3.   Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak tinggi. Konstitusi derajat tinggi, konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara (tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi tidak derajat tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang pertama.
4.  Konstitusi negara serikat dan negara kesatuan. Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
5. Konstitusi pemerintahan presidensial dan pemerintahan parlementer. Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri antara lain :
ØPresiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan,
Ø  Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih,
Ø Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan pemilihan umum
Konstitusi dalam sistem pemerintahan parlementer memiliki ciri-ciri (Sri Soemantri) :
Ø  Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang dibentuk berdasarkan kekuatan yang menguasai parlemen,
Ø  Anggota kabinet sebagian atau seluruhnya dari anggota parlemen,
Ø  Presiden dengan saran atau nasihat Perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakan pemilihan umum.
Konstitusi dengan ciri-ciri seperti itu oleh Wheare disebut “Konstitusi sistem pemerintahan parlementer”. Menurut Sri Soemantri, UUD 1945 tidak termasuk ke dalam kedua konstitusi di atas. Hal ini karena di dalam UUD 1945 terdapat ciri konstitusi pemerintahan presidensial, juga terdapat ciri konstitusi pemerintahan parlementer. Pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran. [18]

2.6.   Peranan Konstitusi dalam Kehidupan Bernegara
Sejauh  mana konstitusi – yang diterjemahkan dalam UUD – berperan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara? Terhadap pertanyaan itu pada umum nya ada 3 sudut pandang berserta argumentasinya masing- masing
Pandangan yang pertama beranggapan bahwa setiap negara memiliki konstitusi, namun konstitusi tidak boleh dipandang sebagai segalanya.

Konstitusi memang memuat ketentuan atau aturan dasar, ditulis dan disusun secara runtut (UUD Tertulis) ataupun hanya didasarkan pada catatan berdasarkan adat atau kebiasaan (konvensi) namun toh ia memerlukan penterjemahan dalam bentuk aturan yang lebih jelas yang bernama Undang Undang (UU) Berjalannya kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam negara demokrasi , lebih ditentukan oleh kadar kesadaran masyarakat akan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. masyarakat, pada umumnya kurang peduli terhadap pemerintahan macam apa, yang akan dihasilkan pemilu. Tidak sedikit diantaranya bahkan alergi atau sinis terhadap dunia politik. Hal yang bisa ditenggarai dari rendahnya partisipasi politik dalam pemilu yang umumnya hanya diikuti sekitar enam puluh persen dari rakyat pemilih. Masyarakat lebih memilih tetap menekuni bidang kerja masing-masing ketimbang ikut dalam kegiatan politik. Banyak negara demokrasi yang tanpa harus mengutak atik konstitusinya dapat menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara secara normal dan tertib.
Pandangan kedua menganggap, konstitusi tidak lebih dari aturan dasar negara dalam penyelenggaraan negara, dan yang terpenting bagi negara adalah penyelenggaraan negara yang jujur, berwibawa dan taat hukum. Penyelenggaraan negara hanya akan baik apabila pimpinan di strata manapun memberikan contoh melalui perbuatan dan tindakan nyata. Yang diperlukan negara adalah figur pemimpin yang kuat dan memiliki integritas. Tujuan negara adalah mencapai masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Penganut pandangan ini lebih melihat tegaknya hukum sebagai prasyarat berjalan nya kehidupan berbangsa dan bernegara. Demokrasi dianggap hanyalah alat mencapai tujuan negara artinya demokrasi bukan tujuan. Namun pandangan  kedua  ini  harus  menghadapi kenyataan bahwa negara yang lebih menggantungkan pemerintahan pada figur kuat pemimpin umumnya menghadapi kendala saat tiba pada pelaksanaan suksesi kepemimpinan.
Pandangan yang ketiga, konstitusi tidak terlalu berperan dalam kehidupan bernegara. Apabila negara memiliki konstitusi yang normal kehidupan berbangsa dan bernegarapun dapat berlangsung. Mungkin saja masyarakat dalam suatu negara demokrasi tidak lagi mempersoalkan konstitusi harus dilihat dari sudut pandang bahwa konstitusi negara tersebut memang memenuhi syarat sebagai konstitusi yang baik yang oleh karenanya diterima dengan baik pula oleh warganya. Konstitusi yang demokratik biasanya memuat tiga hal yakni tercantumnya prinsip2 dasar HAM, adanya lembaga-lembaga tinggi negara dan kejelasan batasan fungsi dan kewenangan dan hubungan antar lembaga.[19]
Di samping itu, yang tentu tidak kalah pentingnya ialah peranan Pemerintah, lembaga-lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga penyiaran. Pemerintah lah yang menguasai lebih banyak informasi, sumber-sumber dana, sarana, dan prasarana, tenaga, keahlian, dan jaringan yang dapat diharapkan mendukung upaya pemasyarakatan dan pendidikan konstitusi. Karena itu, tanggungjawab utama dan pertama untuk pemasyarakatan dan pendidikan konstitusi itu ada di tangan Pemerintah. Setelah Pemerintah sungguh-sungguh menjalankan perannya baru lah kita dapat berharap bahwa lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga-lembaga penyiaran dapat digerakkan untuk berperan aktif dalam upaya pendidikan dan pemasyarakatan mengenai pentingnya kehidupan bernegara yang berdasarkan konstitusi. 
Demikian pula masyarakat sendiri, tokoh-tokoh politik, tokoh-tokoh agama, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi kemasyarakatan, dan semua institusi yang berperan dalam lingkungan masyarakat madani (civil society), dalam lingkungan dunia usaha atau business (market), dan dalam lingkungan organ-organ negara, organ-organ daerah secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama sudah seharusnya secara sinergi mendukung, membantu, dan memprakarsai berbagai upaya untuk menyukseskan kegiatan pemasyarakatan dan pendidikan kesadaran berkonstitusi. Dengan begitu, kita dapat berharap bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan benar-benar menjadi “living consttution”, sehingga tugas konstitusional Mahkamah Konstitusi sendiri sebagai “the guardian and the sole interpreter of the constitution” menjadi lebih mudah diwujudkan.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi merupakan acuan tertulis yang digunakan untuk menjalankan negara dalam hal ini bisa perundang-undangan. Dan mahkamah konstitusi lah yang bertanggungjawab untuk mengatur jalannya konstitusi tersebut sesuai dengan apa yang sudah ditentukan. Sebagaimana kita ketahui, kenyataannya justru pemerintah dan masyarakat itu sendiri lah yang kerap melanggar konstitusi. Oleh karena itu, sangat diharapkan kita sebagai warga negara yang baik dapat sungguh-sungguh menyadari dan sekaligus mengerti arti pentingnya Mahkamah Konstitusi dalam rangka mewujudkan jaminan-jaminan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban konstitusional mereka sendiri dalam kehidupan bernegara berdasarkan UUD 1945.[20]

Kesimpulan :
            Negara adalah organisasi tertinggi diantara sekelompok atau beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintah yang berdaulat. Bentuk negara ada dua menurut susunannya yaitu, Negara kesatuan dan Negara federasi. Untuk Indonesia sendiri telah menegaskan dirinya dalam konstitusi negara sebagai sebuah Negara kesatuan yang berbentuk republik.
Konstitusi merupakan acuan tertulis yang digunakan untuk menjalankan negara dalam hal ini bisa perundang-undangan. Indonesia memiliki konstitusi yang dikenal dengan undang-undang dasar 1945. Dan mahkamah konstitusi lah yang bertanggungjawab untuk mengatur jalannya konstitusi tersebut sesuai dengan apa yang sudah ditentukan. Sebagaimana kita ketahui, kenyataannya justru pemerintah dan masyarakat itu sendiri lah yang kerap melanggar konstitusi.


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairul. 1999.  konstitussi dan kelembagaan negara. Jakarta.
Effendy, HAM. 1993. Falsafah Negara Pancasila (sejarah, fungsi, pengamalan dan pelestariannya) Cet. Ketiga. Semarang : Duta Grafika.
H.R., Ridwan. 2007. HUKUM ADMINISTRASI NEGARA. Jakarta : Raja Grafindo Press.
Hardani, Muhammad. 2003. Konstitusi-konstitusi Modern. Surabaya : Pustaka Eureka.
Jakni. 2014. pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi. Bandung : Fondation & PERDANA MEDIA,.
Jennings, Sir Ivor. 1979. The Law and The Constitution. Fifth edition.London : Holderand Stoughton.
Ranadireksa, Hendarmin. 2007. Visi Bernegara: Arsitektur Konstitusi Demokratik, Mengapa ada negara yang gagal melaksanakan demokras. Bandung : Fokusmedia.
Rozak, Abdul. 2004. Buku Suplemen Pendidikan Kewarganegaraan (civic education), Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan The Asia Foundation.
Santoso, Slamet dkk. 2017. Pendidikan Kewarganegaraan. Purwokerto : Penerbit UNSOED.
Sorensen, Georg. 2003. Demokrasi dan Demokratisasi (proses dan prospek dalam sebuah dunia yang sedang berubah), Alih bahasa: I Made Krisna. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Thaib , Dahlan , dkk. 2005. Teori konstitusi dan hukum konstitusi  cet kelima. jakarta.
Yamin, Muhammad. 1959. Naskah Persiapan UUD 1945, jilid I. Jakarta : Yayasan Prapanca.
Yamin, Muh. 1945. Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta.                                                      
Yamin, Muh.1960. Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia. Tjipanas.



[1]Slamet Santoso dkk, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit UNSOED, 2017
[2]Hendarmin Ranadireksa, Visi Bernegara: Arsitektur Konstitusi Demokratik, Mengapa ada negara yang gagal melaksanakan demokrasi, Fokusmedia, Bandung, 2007, hal. 58-59
[3]Muh. Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, 1945, hal. 236-238                                                          
[4]H. Muhammad Yamin, Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Tjipanas, 1960, hal. 286-288.
[5]Ridwan H.R., HUKUM ADMINISTRASI NEGARA, Raja Grafindo Press, Jakarta, 2007, hal. 2.
[6]HAM Effendy, Falsafah Negara Pancasila (sejarah, fungsi, pengamalan dan pelestariannya), Cet. ketiga, Duta Grafika, Semarang, 1993, hal. 37.
[7]Philipus M. Hadjon, 1987, Op.Cit, hal. 84.
[8]Ibid, hal. 84-85.
[9]Muhammad Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945, jilid I, Yayasan Prapanca, Jakarta, 1959. hal.110-115.
[10]Ibid, hal. 299-300.
[11]Philipus M. Hadjon, Op.cit, hal. 85-90.
[12]Georg Sorensen, Demokrasi dan Demokratisasi (proses dan prospek dalam sebuah dunia yang sedang berubah), Alih bahasa: I Made Krisna, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003, hal. 15.
[13]Ridwan H.R., 2007, Op. Cit, hal. 10.
[14] Chairul Anwar, konstitussi dan kelembagaan negara.jakarta.1999. Hal, 10-11
[15] Jennings, Sir Ivor. The Law and The Constitution. Fifth edition.London : Holderand Stoughton,1979. Hal 34-35
[16] Fondation & PERDANA MEDIA, jakni , pendidikan kewarganegaraan di perguruan tinggi, Bandung, 2014. Hal 23
[17] C.F STRONG 2008. Hal 10
[18] Hardani, Muhammad. Konstitusi-konstitusi Modern, Surabaya : Pustaka Eureka,2003. Hal 35
[19] Thaib , Dahlan , dkk. Teori konstitusi dan hukum konstitusi . cet kelima jakarta, 2005. Hal 89
[20] Rozak, Abdul, 2004, Buku Suplemen Pendidikan Kewarganegaraan (civic education), Jakarta : ICCE UIN S yarif Hidayatullah Jakarta dan The Asia F oundation. Hal 57


Comments

Popular posts from this blog

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam

PANCASILA MENJADI DASAR PENGEMBANGAN ILMU

POLA ORIENTASI DAN TAHAPAN PERKEMBANGAN MORAL