Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

PROSES KEJADIAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN

proses kejadian manusia

A.    Latar Belakang
                  Manusia adalah makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini. Kita mengetahui bersama bahwa manusia memiliki segala-galanya, panca indra yang baik, organ tubuh yang lengkap, terlebih lagi akal yang menjadi pembeda diantara makhluk yang lain, dengan catatan bila manusia tersebut dapat menggunakan akalnya dengn baik Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa manusia mempunyai potensi untuk berbuat hal-hal positif maupun negatif. Walaupun pada dasarnya oleh Allah SWT telah menjadikan manusia dalam fitrah ( bersih ) sejak lahir.
Jauh sebelum itu spekulasi tentang penciptaan manusia sudah mengalami masa puncaknya. Bila dilihat dari berbagai sudut pandang, baik itu dalam bidang sejarah terlebih lagi berbagai pendapat para sejarawan seperti halnya teori evolusi oleh Charles Darwin. Hal tersebut di atas tidak akan menemukan titik temu.
Akan tetapi kita sebagai umat muslim agar tetap berpegang teguh pada sumber-sumber dan ajaran-ajaran Islam yang mana telah termaktub pada al-Qur’an dan al-Hadits. Bahkan Allah telah berfirman dalam al-qur’an mengenai proses penciptaan manusia dengan sangat jelas. Walaupun masih membutuhkan interpretasi di sana-sini. Al-Qur’an tetap menjadi pedoman untuk menuju jalan yang terang bagi manusia dan masih tetap relevan hingga saat ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Proses penciptaan manusia perspektif al-Qur’an
2.      Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam proses penciptaan manusia



PEMBAHASAN

A.    Proses Penciptaan Manusia Perspektif Al-Qur’an
Bila kita tinjau dari ilmu sejarah. Kejadian manusia adalah tidak lain merupakan proses evolusi dari kera. Hal ini diutarakan oleh Charles Darwin yang memelopori teori evolusi mengenai keberadaan manusia. Oleh karena itu para pengikut Darwin mengklaim bahwa manusia modern sekarang ini berkembang dari beberapa macam makhluk seperti kera. Selama terjadinya proses evolusioner ini. yang diperkirakan telah dimulai sejak 4-5 juta tahun yang lalu[1]. Mereka beranggapan bahwa telah ada beberapa “Bentuk Transisi” antara manusia modern dan nenek moyangnya. Menurut skenario imajiner yang lengkap ini, empat kategori dasar disusun antara lain :
1.      Australopithecus
2.      Homo Habius
3.      Homo Erectus
4.      Homo Sapiens
Akan tetapi riwayat  evolusi manusia tersebut tidak menghasilkan apapun kecuali interpretasi-interpretasi yang didasar praduga tentang beberapa fosil yang digali oleh orang-orang tertentu, yang secara membabi buta mengikuti teori mereka. Bahka teori-teori diatas seakan-akan lekang oleh waktu dan tersisih karena beberapa bukti yang otentik, jelas dan lugas mengenai proses penciptaan manusia, yang telah disebutkan dalam al-Quran. Dapat dikatakan hal tersebut di atas kesalahan penafsiran terhadap al-Qur’an.
Diantara penyebab kesalahan tafsir mengenai Al-qur’an adalah
1.      Prasangka, maksud tersembunyi dan kurang jujur.
2.      Kebingungan antara ayat-ayat mutasyabihat dan muhkamat.
3.      Kurang teknik penguasaan dalam menafsirkan Al-qur’an.
4.      Kurang  dalam pengetahuan dan penguasaan bahasa Arab.
5.      Tidak adanya hikmah dan pemahaman.[2]
Hal tersebut di atas menunjukkan betapa komprehensifnya Al-qur’an dalam membahas berbagai persoalan, sehingga dibutuhkan beberapa cara dan metode khusus untuk memahami Al-qur’an.
Pada awal bab tadi telah dibahas proses penciptaan manusia melaui pendekatan histroris. Sekarang kita beralih pada pendekatan agama melalui wahyu yaitu Al-qur’an yang tak lain adalah merupakan pedoman bagi umat muslim  (di samping Al-hadits ). Menurut agama ( Islam ) manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Ia tidak muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi : 
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia ( berasal ) dari saripati    tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu nutfah yang tersimpan di dalam tempat yang kokoh ( rahim ). Setelah itu nutfah tersebut Kami jadikan segumpal darah. Selanjutnya darah itu Kami jadikan segumpal daging. Terus dari segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang. Kemudian tulang-belulang itu Kami bungkus dengan otot-otot. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang ( berbeda dari makhluk-makhluk ) lain ( karena diberi ruh, akal dan sebagainya ). Maha suci Allah selaku pencipta yang paling baik ( QS. Al-Mukminun: 12-14 )[3].
Dalam ayat di atas  jelas terlihat bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT, tidak sekaligus melainkan secara berevolusi dari saripati tanah, lalu nutfah, darah, daging dan akhirnya menjadi manusia yang utuh setelah itu baru ditiupkan roh. Jadi dapat dikatakan bahwa teknologi yang seperti sekarang ini sejalan dengan apa yang digariskan dalam Al-qur’an.
Akan tetapi, sepintas timbul kesan bahwa ayat-ayat tersebut tidak menyangkut penciptaan Adam selaku manusia pertama seperti yang telah kita ketahui, melainkan membicarakan perkembangan penciptaan manusia selanjutnya setelah Nabi Adam AS tercipta, kesan serupa itu memang sulit menghindarkannya karena ayat-ayat tersebut tidak menyebut secara eksplisit ( qathi’i ) namun persoalan diatas dijawab melalui QS. Ali Imran : 59[4], yang menyebutkan bahwa penciptaan Adam AS juga melalui proses evolusi, tidak langsung dari tanah lalu muncul sebagai manusia.
Selain dari pada QS. Al-Mukminun, masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan tentang proses penciptaan manusia diantaranya QS. At-Thariq : 5, QS. Al-Rahman : 3, QS. AT-Thin dan lain sebagainya. Yang pada intinya sama yaitu manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT melalui beberapa proses evolusi.
Pengetahuan kita tentang asal kejadian manusia ini amat penting artinya dalam merumuskan tujuan pendidikan bagi manusia. Asal kejadian ini justru harus dijadikan pangkal tolak dalam menetapkan pandangan hidup bagi orang Islam pandangan tentang “kemakhlukan” manusia cukup menggambarkan hakikat manusia. Hakikat wujudnya yang lain ialah bahwa manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan. Selain dari pada itu manusia juga mempunyai banyak kecenderungan, ini disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya[5]. Dalam garis besarnya kecenderungan itu dapat dibagi dua, yaitu kecenderunganu untuk berbuat baik dan kecenderungan untuk menjadi orang burukSemuanya itu didasarkan pada kesadaran dan kemampuan dari masing-masing individu. Apakah ia nantinya mampu menggunakan kelebihanya yang sedemikian rupa yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi.

B.     Nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam proses penciptaan manusia.
Prosese kejadian manusia yang telah diutarakan panjang lebar di dalam Al-quran telah terbukti sejalan dengan apa yang dijelaskan berdasarkan analisis ilmu pengetahuan. Namun yang terpenting dari itu bukanlah terletak pada ditemukanya kesesuaian antara ajaran-ajaran Al-qur’an dan ilmu pengetahuan. Namun yang terpenting dari itu bukanlah terletak pada kesesuaian antara ajaran Al-qur’an dan ilmu pengetahuan. Tetapi  yang penting lebih dari itu adalah agar timbul kesadaran pada manusia. Bahwa dirinya adalah makhluk yang hanya diciptakan oleh Allah SWT  melalui perantara ayah dan ibu.[6]
Selain dari pada itu manusia tersebut harus  mempertanggungjawabkan perbuatanya di akhirat kelak. Kesadaran ini selanjutnya diharapkan dapat menimbulkan sikap merasa sama dengan manusia lainnya ( egaliter ), rendah hati, bertangung jawab, beribadah dan beramal shalih. Pemahaman yang komprehensif tentang manusia ini disepakati oleh para ahli didik sebagai hal yang amat penting dalam rangka merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan rumusan tujuan pendidikan dengan ungkapan bahwa pendidikan adalah upaya membina jasmani dan rohani manusia dengan segenap potensi yang ada pada keduanya secara seimbang sehingga dapat dilahirkan manusia seutuhnya. Dan dengan demikian pula kita dapat merumuskan materi pendidikan dengan ungkapan bahwa materi pendidikan harus berisi bahan-bahan pelajaran yang dapat menumbuhkan, menggairahkan, membina dan mengembangkan potensi-potensi jasmaniah  dan rohaniah tersebut secara seimbang. Dengan pemahaman terhadap manusia  itu pula kita dapat merumuskan metode pendidikan dengan ungkapan bahwa metode pendidikan harus bertolak dari kecenderungan manusia seperti kita ketahui bersama bahwa manusia memiliki kecenderungan senang meniru, mendengarkan cerita, disanjung dan sebagainya[7].
Disamping itu, mengenai proses penciptaan manusia itu sendiri terdapat beberapa nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil diantaranya yaitu :
1.      Manusia diciptakan dari sesuatu yang bernilai rendah ( air mani ) ini tidak lain agar manusia berfikir untuk selalu rendah hati pada sesama manusia dan di hadapan Allah SWT.
2.      Merujuk pada QS. Al-alaq yang mengisahkan tentang penciptaan manusia serta tuntutan terhadap dunia pendidikan yang tergambar pada penggunaan kaligrafi yaitu lafadz Al-qur’an pertama kali yang diturunkan pada nabi Muhammad SAW. Ketika itu Nabi Muhammad disuruh mengulang lafadz tersebut sebanyak tiga kali, menurut Al-Maraghi bahwa pengulangan lafadz tersebut didasarkan pada alasan bahwa membaca itu tidak membekas dalam jiwa kecuali diulang-diulang dan membiasakannya sebagaimana berlaku dalam tradisi[8]. Perlu diketahui bahwa kata iqra’ itu sendiri mempunyai beberapa arti diantaranya mengenali, mengidentifikasi, mengklasifikasi, membandingkan, menganalisa, menyimpulkan dan membuktikan. Semua pengertian tersebut di atas selalu berhubungan dengan proses transfer ilmu pengetahuan.
Selain dari pada itu, bila kita berfikir lebih mendalam mengenai esensi dari penciptaan manusia oleh Allah SWT tidak lain adalah
1.      Sebagai hamba Allah
Ini tersirat dalam firman Allah yang berbunyi :
وَمَاخَلَقْتُالْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَ لِيَعْبُدُوْنَ
Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kapada-Ku ( QS. Adz-Dzariyat : 56 )
2.      Sebagai khalifah di bumi (خليفة فى الأرض)
Allah menjadikan manusia sebagai kahlifah. Ada  yang menafsiri bahwa kata khalifah di sini berarti menjaga dan merawat serta menggunakan bumi seisinya sebagai bagian  dari nikmat yang telah dberikan Allah SWT dan agar mereka bersyukur. Dalam kaitan Tuhan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dinyatakan di dalam surat Al-Baqorah ayat: 30 yang berbunyi:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى الأَرْضِ خَليِْفَة ًِ 
Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman : “Sesungguhnya Aku menjadikan seorang khlifah di muka bumi”.



PENUTUP

A.     Kesimpulan
  1. Melalui perspektif  al –qur’an , manusia tidak lain adalah makluk ciptaan Allah yang berasal dari sari pati tanah dan seterusnya sebagaimana yang telah di sebutkan dalam al-qur’an.
  2. Dari pengetahuan kita melalui proses penciptaan, maka dapat diketahui tujuan pendidikan bagi manusia yaitu menjadikan manusia seutuhnya.
  3. Tujuan pendidikan yang terkanduang dalam proses penciptaan manusia adalah kesadaran diri manusia di samping itu juga merupakan upaya membina jasmani dan rohani manusia denga seganap potensi yang ada pada keduanya secara seimbang.
  4. Tujuan dari penciptaan manusia oleh Allah tidak lain adalah:
-    Hamba Allah
-    Khalifah di muka bumi    

B.     Saran
Sebagai calon pendidik hendaknya kita bisa mengambil nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam al-qur’an dan al-hadits dengan harapan hal tersebut dapat bermanfaat bagi diri sendiri khususnya dan orang lain pada umumnya.
Dan kepada para senior dan penbaca diharapakan masukannya untuk penyempurnaan makalah ini. Akhir kata kepada Ilahi kita mengabdi kepada Gusti kita  berbakti, kepada Robbi kita berserah diri dan kepada hati nurani kita berkaca diri.

Oleh: ASFAHANI, S.Pd.I

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Asli diperoleh dari : http://asfahani0.blogspot.com
Baidan, Nasrudin.  Tafsir Maudlu’i: Solusi Qur’ani atas masalah kontemporer.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001.
Maraghi, Ahmad Musthofa.  Tafsir Al-MaraghiI.  Beirut: Dar al-fikr, tt.
Nata, Abuddin.  Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Rahman, Fazlur. Tema Pokok Al-Qur’an. Bandung: Pustaka, 1996.
Tafsir, Ahmad.  Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam.  Bandung: Rosdakarya, 2001.
Yahya, Harun. Misinterpretasi terhadap Al-Qur’an.   Jakarta: Robbani Press.


[1] Harun Yahya,  Misinterpretasi terhadap Al-qur’an  ( Jakarta: Robbani Press, 2003), 153.
[2] Ibid., 9-15.
[3] Nasrudin Baidan, Tafsir Maudlu’i  ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2001), 3.
[4] Ibid., 5.
[5] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam  (Bandung: Rosdakarya, 2001 ), 35.
[6] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002 ), 46.
[7] Ibid., 47-48.
           [8] Ahmad Musthofa Maraghi, Tafsir Al-Maraghi ( Beirut: Dar al-fikr, tt ), 199.

Comments

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam