“Berdirinya
Dinasti Fatimiyyah merupakan keniscyaan sejarah dalam rangka menutupi kejumudan
gerak laju paradaban kaum Muslimin. Khalifah-khalifah Dinasti Abbasiyah sudah
sangat lama melupakan urusan kaum Muslimin, dan lebih fokus pada politik.
Sehingga perhatian mereka terhadap ilmu pengetahuan yang sudah dirintis
sebelumnya, menurun. Peran inilah yang kemudian diambil alih oleh Dinasti Fatimiyyah.”
Dinasti Fatimiyah merupakan satu-satunya kekhalifahan Islam dengan mahzab Syiah
yang pernah berdiri dengan jangkauan pengaruh demikian luas, hingga berhasil
menandingi kedigjayaan imperium Abbasiyah. Dinasti ini juga merupakan satu-satunya
kekhalifahan Islam yang berasal dari Afrika Utara, lalu berhasil merebut Mesir
dan terus menyebar ke timur hingga ke jantung daratan Arabia.
Bila Dinasti
Abbasiyah menyandarkan klaimnya atas hak Bani Hasyim, maka Dinasti Fatimiyyah
mengklaim sebagai ahli waris sah dari Sayidah Fatimah Az-Zahra binti Rasulullah
Saw. Klaim ini ternyata sangat efektif dijadikan sebagai sadaran legitimasi
kekuasaan mereka. Dengan legitimasi ini mereka berhasil meraup dukungan, dan
menguasai wilayah yang sangat luas di kawasan barat. Di puncak kejayaannya,
imperium Fatimiyah mencakup seluruh Afrika Utara, Sicilia, Mediterania, dan
kedua sisi wilayah tepian Laut Merah. Dengan pusat pemerintahannya di Kairo,
Mesir.
Eamonn Gaeron
menyebut Dinasti Fatimiyah sebagai shadow caliphate (“kekhalifahan bayangan”)
dalam dunia Islam. Hal ini mengingat, sejak awal berdirinya pemerintahan Islam,
dunia hanya mengenal satu otoritas yang legitimate dan menguasai seluruh hajat
hidup kaum Muslimin di dunia. Tapi sejak berdirinya Dinasti Fatimiyah, semua
tradisi ini berubah total. Kaum Muslimin memiliki dua acuan otoritas yang sama
kuat; dengan dua tradisi fiqih, keilmuan dan kekuasaan yang berbeda: Dinasti
Abbasiyah di Irak, dan satu lagi Dinasti Fatimiyyah di Kairo, Mesir. Sejak
Dinasti Fatimiyah berdiri, format satu kepemimpinan dalam dunia Islam runtuh.
Sejak itu satu persatu kelompok bermunculan, mengklaim dirinya sebagai yang
paling berhak mendirikan kekhalifahan.
Dilihat dari sisi politik, memang demikianlah adanya. Berdirinya Dinasti
Fatimiyyah telah meruntuhkan marwah Dinasti Abbasiyah sedemikian rupa, hingga
wilayah-wilayah lain yang sebelumnya berada di bahwa pengaruh Abbasiyah,
bergejolak dan menuntut hak yang sama. Tapi bila dinilai dari perspektif yang
berbeda, berdirinya Dinasti Fatimiyyah merupakan keniscayaan sejarah dalam
rangka menutupi kejumudan gerak laju paradaban kaum Muslimin. Khalifah-khalifah
Dinasti Abbasiyah sudah sangat lama melupakan urusan kaum Muslimin, dan lebih
fokus pada politik. Sehingga perhatian mereka terhadap ilmu pengetahuan yang
sudah dirintis sebelumnya, menurun. Peran inilah yang kemudian diambil alih
oleh Dinasti Fatimiyyah. Maka tak pelak, semua ilmuwan berbondong-bondong
berdatangan ke Kairo untuk menuntut ilmu dan mengembangkannya. Dalam waktu singkat,
Kairo berubah menjadi pusat peradaban Islam, menggantikan pamor kota Baghdad.
Sebenarnya
berdirinya Dinasti Fatimiyah tidak lain merupakan efek samping dari kebijakan
Dinasti Abbasiyah yang sangat represif, khususnya kepada para keturunan
Rasulullah Saw. Meski awalnya Abbasiyah mendapatkan legitimasi atas hak
keturunan Rasulullah Saw dan Bani Hasyim, namun ketika berkuasa mereka justru
memburu dan membunuh anak keturunan Nabi, khususnya yang berasal dari Ali bin
Abi Thalib dan Fatimah Az Zahra. Pada titik ini, mereka telah membelokkan visi
perjuangan kelompok mereka, dan tanpa mereka sadari, inilah awal mula
terjadinya perpecahan dalam tubuh Dinasti Abbasiyah. Karena bagaimanapun, Ali
bin Abi Thalib dan anak keturunannya memiliki tempat tersendiri di hati
masyarakat.
Terlebih di kawasan Persia,
yang merupakan basis utama pendukung Ali bin Abi Thalib. Para pendiri Dinasti
Fatimiyah adalah penganut Syiah Ismailiyah. Nama yang diambil dari Ismail,
putra pertama Imam Ja’faq As Shaddiq, imam ke 6 umat Syiah.
Oleh sebagian umat Syiah, Ismail dianggap sebagai Imam penerus Ja’far As
Shaddiq. Mereka inilah yang kemudian menamakan dirinya sebagai Syiah
Ismailiyah. Namun Ismail wafat sebelum Imam Ja’far.
Sebagian besar
umat Syiah meyakini pengganti Imam Ja’far adalah Imam Musa Kazhim. Namun
kelompok Syiah Ismailiyah berpendapat, dengan wafatnya Imam Ja’far, maka
penggantinya adalah putra Ismail, yaitu Muhammad bin Ismail yang bergelar
Muhammad Al Maktum (yang tersembunyi). Syed Ameer Ali mengutip Makrizi,
mengatakan bahwa julukan ini dikarenakan para pengikutnya menyembunyikan beliau
dari upaya persekusi yang dilakukan oleh aparat Dinasti Abbasiyah. Setelah Al
Maktum, kaum Ismailiyah percaya bahwa pengganti beliau adalah Ja’far al
Musaddak, dan putranya Muhammad Al Habib, yang mereka anggap sebagai imam
terakhir.
Muhammad Al
Habib memiliki putra bernama Abu Muhammad ‘Abdullah. Dialah yang kemudian
dikenal sebagai pendiri Dinasti Fatimiyah. Ia pernah merasakan dinginnya hotel
prodeo di masa pemerintahan Mu’tazid Billah, salah satu khalifah Abbasiyah.
Namun ia akhirnya berhasil melarikan diri ke Afrika Utara. Ketika itu, bangsa
Arab merupakan minoritas di wilayah Afrika Utara. Masyarakat di wilayah
tersebut masih mengidentifikasi diri mereka sebagai suku Berber. Ego kesukuan
ini muncul pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Namun di bawah pemerintahan
Abbasiyah, rasa kesukuan itu makin menguat, seiring dengan semakin represifnya
kebijakan gubernur Abbasiyah di wilayah tersebut. Abu Muhammad ‘Abdullah
berhasil mengumpulkan kekuatan dan memimpin masyarakat untuk melancarkan
pemberontakan terhadap gubernur Abbasiyah di Afrika Utara. Gubernur Abbasiyah
pun berhasil ditaklukkan. Abu Muhammad ‘Abdullah lalu menggunakan gelar
Ubaidullah dan Al Mahdi atau pemimpin yang dijanjikan. Kebangkitan yang
dilakukannya menarik minat banyak pendukung dari berbagai penjuru. Berkat
dukungan tersebut, kekuatannya makin tak terbedung di kawasan Afrika Utara.
Pada tahun 909 M, Abu Muhammad ‘Abdullah telah berhasil mendirikan sebuah
imperium yang membentang dari Mauritania hingga ke perbatasan Mesir. Pusat
pemerintahannya kala itu terletak di Tunisia.
Sumber : https://ganaislamika.com
Comments
Post a Comment