Strategi dan Perencanaan Pengembangan Keagamaan Pada Anak Usia Dini

  A.       Strategi Pengembangan Keagamaan Pada PAUD 1.        Menanamkan Rasa Cinta Kepada Allah SWT Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus diberikan sejak   ini. Pada saat tersebut, mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka.   Selain itu, juga perlu diupayakan adanya keterikatan antara mereka dengan yang   telah menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.   Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah (Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati. Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh men

Konsep Pendidikan Karakter

Pendidikan Karakter


A.    Latar Belakang

Pendidikan bagi kehidupana manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan bahagia menurut konsep pandangan hidupnya. Dalam pengertian sederhana dan umum makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan agama.

Penulis akan memberikan penjelasan dan pembahasan mengenai pendidikan dan pembentukan karakter, yang di dalamnya akan dibahas secara singkat tentang pendidikan dan pembentukan karakter dan hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter. Karena pendidikan karakter merupakan hal yang paling penting dan mendasar untuk membentuk suatu manusia yang ideal dan cerdas.

Urgensi Pendidikan Karakter memiliki fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

Dalam konteks keindonesiaan, penerapan pendidikan karakter  merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Karena melihat fakta dilapangan mengenai akhlak dan moral, banyaknya terjadi penyimpangan moral merupakan salah satu alasan mengantarkan pendidikan karakter dalam ranah pendidikan dengan mengacu pada cita-cita bangsa. Diharapkan melalui pendidikan karakter ini, akan tercapainya tujuan pendidikan bangsa yang cerdas dan berkahlak mulia serta menjadi manusia yang seutuhnya

B.     Konsep Dasar Karakter

Sebelum memahami lebih jauh mengenai konsep dasar karakter, berikut merupakan beberapa pengertian karakter :

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti “sifat-sifat kejiwaan atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya”. Karakter juga dapat berarti “huruf”. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, dan berwatak. Menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementrian Pendidikan Nasional, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,  bangsa  dan  negara.  Individu  yang  berkarakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu. Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau  dari titik  tolak etis  atau  moral,  misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap. Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak, mempunyai kepribadian. Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality(kepribadian) seseorang. Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu.

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling) dan perilaku moral (moral behavior).Karakter didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.

Karakter didapatkan dan dapat dilihat dari refleksi sikap seseorang dalam kehidupannya, jika ia banyak berbuat kebaikan maka ia dinilai berkarakter baik, dan sebaliknya orang yang berbuat jahat dinilai berkarakter buruk. Semua penilaian tersebut tak lepas dari cara pandang orang lain terhadap sikap-sikap yang ditunjukan oleh diri orang yang bersangkutan.

C.     Dimensi-dimensi Karakter yang Baik

1.      Karakter Mulia

Karakter mulia berari individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti : reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menempati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis, sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertidak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.Karakter adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya).

2.      Nilai Karakter

Berdasarkan nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta kebangsaan.

a.       Nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan, Yaitu religius : pikiran, perkataan dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.

b.      Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (personal)

1.      Jujur :Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan tindakan, dan perkerjaan, baik terhadap diri dan pihak lain.

2.      Bertanggung jawab :Sikap dan perilaku seseorang untu melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.

3.      Bergaya hidup sehat :Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

4.      DisiplinTindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5.      Kerja keras :Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.

6.      Percaya diri :Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhdapat pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapannya.

7.      Berjiwa wirausaha :Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadaan produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.

8.      Berpikir logis, kritis, dan inovatif :Berrpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa yang telah dimiliki.

9.      Mandiri : Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

10.  Ingin tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

11.  Cinta ilmu : Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.

c.       Nilai karakter dalam hubungannya dengan sesama

1.      adar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain

2.      Sikap tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang mengjadi miliki/hak diri sendiri dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.

3.      Patuh pada aturan-aturan social

4.      Sikap menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan kepertingan umum.

5.      Menghargai karya dan prestasi orang lain

6.      Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.

7.      Santun

8.      Sifat yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke semua orang.

9.      Demokratis, Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

d.      Nilai karakter dalam hubungannya dengna lingkungan

1.      Penduli sosial dan lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusahakan alam yang sudah terjadi dan selalau memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

2.      Nilai kebangsaan. Cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

3.      Nasionalis. Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.

4.      Menghargai keberagaman. Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku dan agama.

 

D.    Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Berikut Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli :

1.      Pendidikan Karakter Menurut Lickona. Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

2.      Pendidikan Karakter Menurut Suyanto. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.

3.      Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya. Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4.      Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi. Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Pendidikan karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli dianggap sebagai suatu hal yang niscaya. John Sewey, misalnya, pada tahun 1916 yang mengatakan bahwa sudah merupakan hal yang lumrah dalam teori pendidikan bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi pekerti di sekolah. Kemudian pada tahun 1918 di Amerika Serikat (AS), Komisi Pembaharuan Pendidikan Menengah yang ditunjuk oleh Perhimpunan Pendidikan Nasioanal melontarkan sebuah pernyataan bersejarah yaitu mengenai tujuan-tujuan pendidikan umum.Lontaran itu dalam sejarah kemudian dikenal sebagai “Tujuh Prinsip Utama Pendidikan”,  diantaranya sebagai berikut : Kesehatan, Penguasaan proses-proses fundamental, Menjadi anggota keluarga yang berguna, Pekerjaan, Kewarganegaraan, Penggunaan waktu luang secara bermanfaat, Watak susila.

Pendidikan ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh guru. Dengan demikian, kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PKN atau guru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa yang dominan untuk mengajarkan pendidikan karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan pendidikan karakter bangsa.Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya.

Sebagai upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan kedalam beberapa factor diantaranya : Olah Hati (Spiritual and emotional development); Olah Pikir (intellectual development); Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic development) dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).

Menurut Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 13 Ayat 1 menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Menurut Annas (2011) dalam penerapan pendidikan karakter, ada beberapa faktor penunjang sebagai berikut :

a.    Penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Situasi pembelajaran yang kondusif serta kerjasama yang baik antara guru dan siswa menjadikan materi-materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran di kelas dapat diterima dan diaplikasikan oleh siswa dengan baik termasuk materi pendidikan karakter.

b.   Komitmen Guru Guru mempunyai peran dan fungsi sangat penting dalam upaya penanaman pendidikan antikorupsi. Guru yang baik adalah guru yang selain bisa memberi teori atau materi pelajaran, juga bisa memberikan contoh yang baik bagi siswa.

c.    Komitmen Kepala Sekolah Kepala Sekolah merupakan orang yang mempunyai kewenangan paling tinggi dalam menentukan kebijakan sekolah. Berjalan tidaknya organisasi sekolah termasuk baik buruk kegiatan pembelajaran, prestasi, dan kegiatan-kegiatan lain di lingkungan sekolah salah satunya ditentukan oleh kebijakan kepala sekolah.

d.   Pengadaan Sarana dan Prasarana yang Memadai Sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang yang harus ada dalam penerapan pendidikan karakter di sekolah. Dengan adanya sarana dan prasarana yang memadai, diharapkan penerapannya dapat terlaksana dengan baik pula. Oleh sebab itu, jika sarana dan prasarana kurang memadai, juga akan menjadi kendala penerapan pendidikan karakter.

Faktor-Faktor yang Menjadi Kendala dalam Penerapan Pendidikan Karakter Menurut Hidayatullah (2010:26), nilai utama yang menjadi karakter guru adalah sebagai berikut.

a.       Amanah yaitu guru harus dapat dipercaya dan mampu menerapkan karakternya di manapun ia berada, terutama di lingkungan sekolah.

b.      Keteladanan yaitu guru harus mampu menerapkan setiap karakternya secara efektif dan efisien, selain itu guru harus mampu melayani siswa dalam hal pengembangan potensinya.

c.       Cerdas yaitu kemampuan mengerti dan memahami, serta tanggap dalam menganalisis dan memecahkan masalah dengan baik.

 

1.      Ciri Dasar Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.

Empat ciri dasar pendidikan karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang bernama FW Foerster:

a.       Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.

b.      Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.

c.        Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.

 

2.      Pentingnya Pendidikan Karakter

Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.

Pendidikan karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).

Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.

 

E.     Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri secara terus-menerus. Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang idea, melalui proses refleksi dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.

Pendidikan karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.

Pendidikan karakter, pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah masyarakat sekitar. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.

Tujuan mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak didik. Menurut Suyanto, ada beberapa penelitian yang menjelaskan dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intellegence and School Succes (Joseph Zink dkk., 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat. Menurutnya 80% keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia prasekolah, dan jika tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti tawuran, narkoba, miras, seks bebas, dan lain sebagainya.

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

1.      Visi dan Misi Pendidikan Karakter

Visi:

a.       Menanamkan pentingnya pendidikan berkarakter

Misi:

a.       Menerangkan pengertian pendidikan karakter

b.      Menjelaskan pentingnya pendidikan yang berkarakter

c.       Menjelaskan manfaat pendidikan berkarakter

2.      Pilar-Pilar Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat menyetujui nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias budaya. Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu sebagai berikut:

a.       Trustworthiness (Kepercayaan). Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik, patuh, berdiri dengan keluarga, teman dan negara.

b.      Respect (Respek). Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.

c.       Responsibility (Tanggungjawab). Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin, berpikirlah sebelum bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab atas pilihan anda.

d.      Fairness (Keadilan). Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran terbuka, mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain, jangan menyalahkan orang lain sembarangan.

e.       Caring (Peduli). Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.

f.       Citizenship (Kewarganegaraan). Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik, bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan hidup.

 

3.      Fungsi dan Media Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter berfungsi untuk:

a.       Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.

b.      Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.

c.       Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.

Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.

F.      Saluran-saluran Pendidikan karakter

Pendidikan karakter berpijak pada karakter dasar manusia dari nilai moral universal yang bersumber dari agama. Menurut ahli psikologi, karakter dasar tersebut adalah cinta kepada Allah dan ciptaanNya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, peduli, kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan lain-lain. Menurut Doni A. Koesoema, pendidikan karakter  terdiri dari beberapa unsur, diantaranya penanaman karakter dengan pemahaman pada peserta didik tentang struktur nilai dan keteladanan yang diberikan pengajar dan lingkungan.                       Selanjutnya kemendiknas menjelaskan bahwa nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam dunia pendidikan didasarkan pada 4 sumber, yaitu ; Agama, Pancasila, budaya bangsa dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri. Dari keempat sumber tersebut merumuskan 18 nilai-nilai karakter umum yaitu : Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.

Implementasi pendidikan karakter harus sejalan dengan orientasi pendidikan. Pola pembelajarannya dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai moral tertentu dalam diri anak yang bermanfaat bagi perkembangan pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sosial. Implementasi pendidikan karakter harus sesuai dengan saluran-saluran pendidikan karakter itu sendiri, maksudnya penerapan atau implikasinya harus mempunyai metodelogi-metodelogi yang tepat yang berbeda antara satu dan lainnya dissuaikan dimana tempat penerapan pendidikan karakter itu.Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di lingkungan Keluarga, di Sekolah, di Perguruan Tinggi, dan di lingkungan luar.Orientasi-orientasi pembelajaran ini lebih ditekankan pada keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di wilayah publik.

Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dikembangkan dalam penyalurannya terhadap saluran-saluran pendidikan karakter.Nilai ini berlaku universal, karena dapat digunakan oleh seluruh semua orang khususnya siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi terhadap pihak-pihak tertentu.Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :

1.      Agama. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama.Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

2.      Pancasila. Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila.Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara. Nilai-nilai pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya.Deskripsi beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah.adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter adalah sebagai berikut.

3.      Penyaluran Pendidikan Karakter

a.       Penyaluran Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah.

Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.Menurut Berman, iklim sekolah yang kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para guru adalah faktor penentu dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan saran dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri (melalui motivasi, kreatifitas dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya dengan baik. Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU. menjelaskan mendidikan karakter tidak hanya mengenalkan nilai-nilai secara kognitif tetapi juga melalui penghayatan secara afektif dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan siswa seperti pramuka, upacara bendera, palang merah remaja, teater, praktek kerja lapangan, menjadi relawan bencana alam, atau pertandingan olahraga dan seni adalah cara-cara efektif menanamkan nilai-nilai karakter yang baik pada siswa. Ia menekankan pendidikan berbasis karakter bukan merupakan mata pelajaran tersendiri melainkan dampak pengiring yang diharapkan tercapai. Sementara itu Kemendiknas menyebutkan beberapa prinsip pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah, yaitu:

1)      Keberlanjutan : yaitu bahwa  proses pengembangan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa dimualai dari awal peserta didik masuk hingga selesai dari satuan pendidikan.

2)      Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah.

3)      Nilai-nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan merupakan pokok bahasan yang harus diajarkan, sebaliknya mata pelajaran dijadikan sebagai bahan atau media mengembangkan nilai-nilai karakter.

4)      Proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan.

Dengan demikian  pengembangan  pendidikan karakter dapat melalui mata pelajaran (terintegrasi), kegiatan pengembangan diri dan budaya sekolah. Selain itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis, dan dinamis. Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut :                                                         

1)      Optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran.  Guru tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.

2)      Integrasi materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat diintergrasikan dalam proses pembelajaran.Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia.

3)      Para guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif dan psikomotorik.

4)      Penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.

5)      Menjalin kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah.

6)      Menjadi figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung kepada penerimaan pribadi peserta didik tersebut terhadap pribadi seorang guru. Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/figurnya tersebut.

Momen seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga padaprosesnya dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.

Dalam berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif, karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik. Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan semangat, etos kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik. Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan, kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.

b.      Penyaluran Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar

Pendidikan karakter di nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai, sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.

Nilai-nilai positif dan yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab, berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang, berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian, berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif, bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat, demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria,  komitmen, kooperatif, kosmopolitan (mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri, mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian, berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila, taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji, terbuka, ulet, dan sejenisnya.

Penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran), pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai berikut.

1)      Kegiatan pembelajaran.

Penerapan pendidikan karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan strategi yang tepat.Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan kontekstual.Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata.Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur, 2011 : 8). Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain:

a)      pembelajaran berbasis masalah,

b)      pembelajaran kooperatif,

c)      pembelajaran berbasis proyek,

d)     pembelajaran pelayanan, dan

e)      pembelajaran berbasis kerja.

Puskur (2011 : 9) menjelaskan bahwa kelima strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.

 

2)      Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan, pengkondisian.Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.

a)      Kegiatan rutin. kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara terus menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.

b)      Kegiatan spontan. Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental.Kegiatan ini dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu.Contoh kegiatan ini adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.

c)      Keteladanan. Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”.Sikap menjadi contoh merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8).Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.

d)     Pengkondisian. Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan karakter.Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur, 2011: 8).Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan konflik tersebut.

4.      Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan ekstrakurikuler

Kegiatan ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga mengintegrasikannya dalam pembelajaran.Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan karakter kepada siswa.

 

G.    Penyaluran Pendidikan Karakter di Pergruan Tinggi

Pendidikan karakter di lingkup satuan pendidikan perguruan tinggi dilaksanakan melalui tridharma perguruan tinggi, budaya organisasi, kegiatan kemahasiswaan, dan kegiatan keseharian (Tim Pendidikan Karakter Ditjen Dikti, 20110). Penjelasan dari setiap aspek pendidikan sebagai berikut:

1.      Tridharma Perguruan Tinggi:  Pengintegrasian nilai-nilai utama ke dalam kegiatan pendidikan, penelitian serta publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat;

2.      Budaya organisasi:  pembiasaan dalam kepemimpinan dan pengelolaan perguruan tinggi;

3.      Kegiatan kemahassiwaan:  pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam kegiatan kemahasiswaan, antara lain: Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, Seni;

4.      Kegiatan keseharian:  Penerapan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan kampus, asrama/pondokan/keluarga, dan masyarakat.

Langkah-langkah pengembangan budaya Perguruan Tinggi (Naskah Akademik Peraturan Universitas Negeri Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pengembangan Kultur Universitas) adalah sebagai berikut:

1.      Menganalisis budaya yang telah ada untuk menentukan kesenjangannya dengan budaya yang diinginkan;

2.      Merumuskan target mutu yang akan dicapai;

3.      Menganalisis kepemimpinanan di setiap unit kerja;

4.      Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat;

5.      Menerapkan strategi mewujudkan budaya, termasuk membangun kesinergisan internal dan kemitraan eksternal, pengembangan kapasistas, pemberdayaan system informasi, dsb.

6.      Melakukan evaluasi secara terus menerus dengan tolok ukur yang jelas dan memanfaatkannya untuk merancang tulang program pengembangan budaya Perguruan Tinggi.

Untuk mewujudkan budaya perguruan tinggi.  Diperlukan karakter individu, yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila.  Dalam mewujudkan karakter individu, diperlukan pengembangan diri secara holistic, yang bersumber pada olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah karsa.  Seperti yang telah dikemukakan dari konfigurasi nilai yang terdapat dalam ranah olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa/karsa masing-masing diambil satu nilai sebagai nilai-nilai utama karakter yang dikembangkan secara nasional, termasuk dilingkungan Dikti.  Karakter yang dimaksud adalah: Jujur, Cerdas, Tangguh, Peduli (Jurdastangli). Definisi Konseptual Jujur, Cerdas, Tangguh, dan Peduli

1.      Jujur:  Lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus, ikhlas

2.      Cerdas:  Sempurna perkembangan akal budinya untuk berpikir, tajam pikirannya.

3.      Tangguh:  Sukar dikalahkan, kuat, andal, kuat sekali pendiriannya, tabah dan tahan menderita

4.      Peduli: Mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan.

 

H.    Kesimpulan

Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Menurut Sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil.

Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam dunia pendidikan didasarkan pada 4 sumber, yaitu ; Agama, Pancasila, budaya bangsa dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri.

Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di lingkungan Keluarga, di Sekolah, di Perguruan Tinggi, dan di lingkungan luar. Orientasi-orientasi pembelajaran ini lebih ditekankan pada keteladanan dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di wilayah publik.

 

I.       Saran

Sebagai  pendidik maupun calon pendidik, pendidikan karakter menjadi suatu hal yang sudah sepatutnya terkuasai oleh pelaku pendidik dalam menciptakan peserta didik berkarakter yang tahu akan pembatasan nilai-nilai moral yang menunjang dalam pencapaian tatanan kehidupannya.

Credit By: Artikel Asli diambil dari http://rinitarosalinda.blogspot.com/2014/04/konsep-dasar-pendidikan-karakter.html

DAFTAR PUSTAKA

Haryanto. 2012. Pengertian Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com [ 11 Februari 2014 ]

Lovita, Nia. 2012. Pengertian Pendidikan Karakter. [ Online ]. Tersedia :http://nialovita.wordpress.com [ 11 Februari 2014 ]

Muspitasari, Yulita. 2012. Implementasi Pendidikan Karakter pada Sekolah. [Online]. Tersedia:http://edukasi.kompasiana.com. [10 Februari 2014].

Hamdan Husein, Batubara. 2013. Cara Jitu Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. [Online]. Tersedia:  http://media-nomor1.blogspot.com. [10 Februari 2014].

Wijayanto, Nur. 2011.  Upaya Mendisiplinkan Siswa Melalui Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://nurwijayantoz.wordpress.com[10 Februari 2014].

Antoro, Dwi. 2012. Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar.[Online]. Tersedia: http://atariuz.blogspot.com. [10 Februari 2014]

Zuchdi, Darmiyati.2012. Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi.[Online].Tersedia: http://phitry-kawaii.blogspot.com. [10 Februari 2014].

Husaini, Ahmad. 2012.  Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter. [ Online]

Tersedia :http://pndkarakter.wordpress.com. [10 Februari 2014 ]

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

ALIRAN NATIVISME, EMPIRISME DAN KONVERGENSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

ORGANISASI PENDIDIKAN : JENIS DAN STRATEGI PENGUATAN

IPTEK dan Seni Dalam Pandangan Islam