Konsep Pendidikan Karakter
- Get link
- Other Apps
A.
Latar Belakang
Pendidikan
bagi kehidupana manusia merupakan kebutuhan primer atau mutlak yang harus
dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok
manusia dapat hidup berkembang dengan cita-cita untuk maju, sejahtera, dan
bahagia menurut konsep pandangan hidupnya. Dalam pengertian sederhana dan umum
makna pendidikan adalah usaha sadar manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan
potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai
yang ada di dalam masyarakat dan agama.
Penulis
akan memberikan penjelasan dan pembahasan mengenai pendidikan dan pembentukan
karakter, yang di dalamnya akan dibahas secara singkat tentang pendidikan dan
pembentukan karakter dan hubungan antara pendidikan dan pembentukan karakter.
Karena pendidikan karakter merupakan hal yang paling penting dan mendasar untuk
membentuk suatu manusia yang ideal dan cerdas.
Urgensi
Pendidikan Karakter memiliki fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai
tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta
didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan
berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam
konteks keindonesiaan, penerapan pendidikan karakter merupakan kebutuhan yang tidak dapat
ditawar-tawar lagi. Karena melihat fakta dilapangan mengenai akhlak dan moral,
banyaknya terjadi penyimpangan moral merupakan salah satu alasan mengantarkan
pendidikan karakter dalam ranah pendidikan dengan mengacu pada cita-cita bangsa.
Diharapkan melalui pendidikan karakter ini, akan tercapainya tujuan pendidikan
bangsa yang cerdas dan berkahlak mulia serta menjadi manusia yang seutuhnya
B.
Konsep Dasar Karakter
Sebelum
memahami lebih jauh mengenai konsep dasar karakter, berikut merupakan beberapa
pengertian karakter :
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter memiliki arti “sifat-sifat kejiwaan atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lainnya”. Karakter juga dapat
berarti “huruf”. Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Dekdiknas adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen, watak”. Adapun berkarakter, adalah berkepribadian,
berperilaku, bersifat, dan berwatak. Menurut Ditjen Mandikdasmen-Kementrian
Pendidikan Nasional, karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi
ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara. Individu yang
berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan
dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. W.B.
Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat nyata dan berbeda
yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut yang dapat diamati pada individu.
Gulo W, (1982: 29) menjabarkan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik
tolak etis atau moral,
misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan
sifat-sifat yang relatif tetap. Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa
karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak,
mempunyai kepribadian. Wyne mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari
bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir,
yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan
atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam
atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang
berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia.
Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality(kepribadian) seseorang.
Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran tingkah laku
dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun
implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian kerena pengertian kepribadian
dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun
karakter berwujud tingkah laku yang ditujukan kelingkungan sosial, keduanya
relatif permanen serta menuntun, mengerahkan dan mengorganisasikan aktifitas
individu.
Karakter
berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan
bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah
laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. Menurut Lickona, karakter
berkaitan dengan konsep moral (moral knowing), sikap moral (moral feeling) dan
perilaku moral (moral behavior).Karakter didukung oleh pengetahuan tentang
kebaikan, keinginan untuk berbuat baik dan melakukan perbuatan kebaikan.
Karakter
didapatkan dan dapat dilihat dari refleksi sikap seseorang dalam kehidupannya,
jika ia banyak berbuat kebaikan maka ia dinilai berkarakter baik, dan
sebaliknya orang yang berbuat jahat dinilai berkarakter buruk. Semua penilaian
tersebut tak lepas dari cara pandang orang lain terhadap sikap-sikap yang
ditunjukan oleh diri orang yang bersangkutan.
C.
Dimensi-dimensi Karakter yang Baik
1. Karakter
Mulia
Karakter
mulia berari individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang
ditandai dengan nilai-nilai seperti : reflektif, percaya diri, rasional, logis,
kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung
jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat
dipercaya, jujur, menempati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah,
pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti,
berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner,
bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu,
pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis, sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran
untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertidak sesuai
potensi dan kesadarannya tersebut.Karakter adalah realisasi perkembangan
positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).
Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan,
bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan
potensi (Pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan
motivasinya (perasaannya).
2. Nilai
Karakter
Berdasarkan
nilai-nilai agama, norma-norma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan
menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, dan lingkungan serta
kebangsaan.
a. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan Tuhan, Yaitu religius : pikiran, perkataan
dan tindakan seseorang yang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai
ketuhanan dan/atau ajaran agamanya.
b. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan diri sendiri (personal)
1. Jujur
:Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan tindakan, dan perkerjaan, baik terhadap
diri dan pihak lain.
2. Bertanggung
jawab :Sikap dan perilaku seseorang untu melaksanakan tugas dan kewajibannya
sebagaimana yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
3. Bergaya
hidup sehat :Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam
menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat
mengganggu kesehatan.
4. DisiplinTindakan
yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan
peraturan.
5. Kerja
keras :Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai
hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik-baiknya.
6. Percaya
diri :Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhdapat pemenuhan tercapainya
setiap keinginan dan harapannya.
7. Berjiwa
wirausaha :Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali
produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk mengadaan
produk baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
8. Berpikir
logis, kritis, dan inovatif :Berrpikir dan melakukan sesuatu secara kenyataan
atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan termutakhir dari apa
yang telah dimiliki.
9. Mandiri
: Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
10. Ingin
tahu : Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
11. Cinta
ilmu : Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
c. Nilai
karakter dalam hubungannya dengan sesama
1. adar
akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
2. Sikap
tahu dan mengerti serta melaksanakan apa yang mengjadi miliki/hak diri sendiri
dan orang lain serta tugas/kewajiban diri sendiri serta orang lain.
3. Patuh
pada aturan-aturan social
4. Sikap
menurut dan taat terhadap aturan-aturan berkenaan dengan masyarakat dan
kepertingan umum.
5. Menghargai
karya dan prestasi orang lain
6. Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
7. Santun
8. Sifat
yang halus dan baik dari sudut pandang tata bahasa maupun tata perilakunya ke
semua orang.
9. Demokratis,
Cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
d. Nilai
karakter dalam hubungannya dengna lingkungan
1. Penduli
sosial dan lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusahakan alam yang sudah terjadi dan selalau memberi
bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
2. Nilai
kebangsaan. Cara berfikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
3. Nasionalis.
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsanya.
4. Menghargai
keberagaman. Sikap memberikan respek/hormat terhadap berbagai macam hal baik
yang berbentuk fisik, sifat, adat, budaya, suku dan agama.
D.
Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut
Sudrajat (2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah,
semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas
hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana
prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. Berikut
Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli :
1. Pendidikan
Karakter Menurut Lickona. Secara sederhana, pendidikan karakter dapat
didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi
karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat
dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas
Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu
usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami,
memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.
2. Pendidikan
Karakter Menurut Suyanto. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara.
3. Pendidikan
Karakter Menurut Kertajaya. Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu
benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada
kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang
mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu
(Kertajaya, 2010).
4. Pendidikan
Karakter Menurut Kamus Psikologi. Menurut
kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak
etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan
sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).
Pendidikan
karakter atau pendidikan watak sejak awal munculnya pendidikan oleh para ahli
dianggap sebagai suatu hal yang niscaya. John Sewey, misalnya, pada tahun 1916
yang mengatakan bahwa sudah merupakan hal yang lumrah dalam teori pendidikan
bahwa pembentukan watak merupakan tujuan umum pengajaran dan pendidikan budi
pekerti di sekolah. Kemudian pada tahun 1918 di Amerika Serikat (AS), Komisi
Pembaharuan Pendidikan Menengah yang ditunjuk oleh Perhimpunan Pendidikan Nasioanal
melontarkan sebuah pernyataan bersejarah yaitu mengenai tujuan-tujuan
pendidikan umum.Lontaran itu dalam sejarah kemudian dikenal sebagai “Tujuh
Prinsip Utama Pendidikan”, diantaranya
sebagai berikut : Kesehatan, Penguasaan proses-proses fundamental, Menjadi
anggota keluarga yang berguna, Pekerjaan, Kewarganegaraan, Penggunaan waktu
luang secara bermanfaat, Watak susila.
Pendidikan
ke arah terbentuknya karakter bangsa para siswa merupakan tanggungjawab semua
guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh guru. Dengan demikian,
kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki karakter
bangsa hanya ditimpahkan pada guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PKN atau
guru pendidikan agama. Walaupun dapat dipahami bahwa yang dominan untuk
mengajarkan pendidikan karakter bangsa adalah para guru yang relevan dengan
pendidikan karakter bangsa.Tanpa terkecuali, semua guru harus menjadikan
dirinya sebagai sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya.
Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan Nasional mengembangkan grand design pendidikan karakter untuk setiap
jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design menjadi rujukan
konseptual dan operasional pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada setiap
jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas
proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan kedalam beberapa
factor diantaranya : Olah Hati (Spiritual and emotional development); Olah Pikir
(intellectual development); Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic
development) dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).
Menurut
Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal
13 Ayat 1 menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,
nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal
sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan
pendidikan. Menurut Annas (2011) dalam penerapan pendidikan karakter, ada beberapa
faktor penunjang sebagai berikut :
a. Penerapan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP merupakan upaya untuk menyempurnakan
kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak dilibatkan
diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. Situasi pembelajaran yang
kondusif serta kerjasama yang baik antara guru dan siswa menjadikan
materi-materi yang diajarkan dalam proses pembelajaran di kelas dapat diterima
dan diaplikasikan oleh siswa dengan baik termasuk materi pendidikan karakter.
b. Komitmen
Guru Guru mempunyai peran dan fungsi sangat penting dalam upaya penanaman
pendidikan antikorupsi. Guru yang baik adalah guru yang selain bisa memberi
teori atau materi pelajaran, juga bisa memberikan contoh yang baik bagi siswa.
c. Komitmen
Kepala Sekolah Kepala Sekolah merupakan orang yang mempunyai kewenangan paling
tinggi dalam menentukan kebijakan sekolah. Berjalan tidaknya organisasi sekolah
termasuk baik buruk kegiatan pembelajaran, prestasi, dan kegiatan-kegiatan lain
di lingkungan sekolah salah satunya ditentukan oleh kebijakan kepala sekolah.
d. Pengadaan
Sarana dan Prasarana yang Memadai Sarana dan prasarana merupakan faktor
penunjang yang harus ada dalam penerapan pendidikan karakter di sekolah. Dengan
adanya sarana dan prasarana yang memadai, diharapkan penerapannya dapat
terlaksana dengan baik pula. Oleh sebab itu, jika sarana dan prasarana kurang
memadai, juga akan menjadi kendala penerapan pendidikan karakter.
Faktor-Faktor
yang Menjadi Kendala dalam Penerapan Pendidikan Karakter Menurut Hidayatullah
(2010:26), nilai utama yang menjadi karakter guru adalah sebagai berikut.
a. Amanah
yaitu guru harus dapat dipercaya dan mampu menerapkan karakternya di manapun ia
berada, terutama di lingkungan sekolah.
b. Keteladanan
yaitu guru harus mampu menerapkan setiap karakternya secara efektif dan
efisien, selain itu guru harus mampu melayani siswa dalam hal pengembangan
potensinya.
c. Cerdas
yaitu kemampuan mengerti dan memahami, serta tanggap dalam menganalisis dan
memecahkan masalah dengan baik.
1. Ciri
Dasar Pendidikan Karakter. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan
berpedoman terhadap nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada
dan berpedoman pada norma tersebut.
Empat ciri dasar pendidikan karakter
yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman yang
bernama FW Foerster:
a. Adanya
koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan begitu anak
didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
b. Adanya
otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar sampai
menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu mengambil
keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
c. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya
tahan anak didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan
marupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
2. Pentingnya
Pendidikan Karakter
Pendidikan yang
diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk memaksimalkan kecakapan dan
kemampuan kognitif. Dengan pemahaman seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari
anak yang tak kalah penting yang tanpa kita sadari telah terabaikan.Yaitu
memberikan pendidikan karakter pada anak didik. Pendidikan karakter penting
artinya sebagai penyeimbang kecakapan kognitif. Ada sebuah kata bijak
mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh”. Sama
juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan karakter adalah buta. Hasilnya,
karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan asal nabrak. Kalaupun
berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan dengan lambat.
Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka akan lumpuh
sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain. Untuk itu,
penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.
Pendidikan karakter
akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa,
yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan,
kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan
kognitif saja namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan.
Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata
kesuksesan seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Penelitian ini
mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard skill dan
sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk
melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat
ciri dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam
polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman
sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan dan
peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta memberikan
apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan mensupport
anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada anakdidik akan
arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas pilihannya. Kalau
menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya, namun kemampuan
memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita tersebut, yakni
dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.
E.
Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan
pendidikan karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata
kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka
panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual
individu atas impuls natural sosial yang diterimanya, yang pada gilirannya
semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri
secara terus-menerus. Tujuan jangka panjang ini merupakan pendekatan dialektis
yang semakin mendekatkan dengan kenyataan yang idea, melalui proses refleksi
dan interaksi secara terus menerus antara idealisme, pilihan sarana, dan hasil
langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.
Pendidikan
karakter juga bertujuan meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan
di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia
peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar
kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik
mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia
sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
Pendidikan
karakter, pada tingkatan institusi, mengarah pada pembentukan budaya sekolah,
yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan
simbol-simbol yang dipraktikan oleh semua warga sekolah masyarakat sekitar.
Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah
tersebut di mata masyarakat luas.
Tujuan
mulia pendidikan karakter ini akan berdampak langsung pada prestasi anak didik.
Menurut Suyanto, ada beberapa penelitian yang menjelaskan dampak pendidikan
karakter terhadap keberhasilan akademik.
Sebuah
buku yang berjudul Emotional Intellegence and School Succes (Joseph Zink dkk.,
2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif
kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada
sederet faktor-faktor penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko
yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada
karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul,
kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.
Hal
itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di
masyarakat. Menurutnya 80% keberhasilan seseorang di masyarakat dipengaruhi
oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya akan mengalami
kesulitan belajar, bergaul, dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang
bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia prasekolah, dan jika tidak
ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya, para remaja yang
berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja
seperti tawuran, narkoba, miras, seks bebas, dan lain sebagainya.
Pendidikan
karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik,
berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya
dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan Pancasila.
Beberapa
negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di
antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di
negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang
tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
1. Visi
dan Misi Pendidikan Karakter
Visi:
a. Menanamkan
pentingnya pendidikan berkarakter
Misi:
a. Menerangkan
pengertian pendidikan karakter
b. Menjelaskan
pentingnya pendidikan yang berkarakter
c. Menjelaskan
manfaat pendidikan berkarakter
2. Pilar-Pilar
Pendidikan Karakter
Pendidikan
karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang dapat
menyetujui nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religius, atau bias
budaya. Beberapa hal di bawah ini yang dapat kita jelaskan untuk membantu siswa
memahami Enam Pilar Pendidikan Berkarakter, yaitu sebagai berikut:
a. Trustworthiness
(Kepercayaan). Jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah handal
melakukan apa yang anda katakan anda akan melakukannya, minta keberanian untuk
melakukan hal yang benar, bangun reputasi yang baik, patuh, berdiri dengan
keluarga, teman dan negara.
b. Respect
(Respek). Bersikap toleran terhadap perbedaan, gunakan sopan santun, bukan
bahasa yang buruk, pertimbangkan perasaan orang lain, jangan mengancam, memukul
atau menyakiti orang lain, damailah dengan kemarahan, hinaan dan perselisihan.
c. Responsibility
(Tanggungjawab). Selalu lakukan yang terbaik, gunakan kontrol diri, disiplin,
berpikirlah sebelum bertindak, mempertimbangkan konsekuensi, bertanggung jawab
atas pilihan anda.
d. Fairness
(Keadilan). Bermain sesuai aturan, ambil seperlunya dan berbagi, berpikiran
terbuka, mendengarkan orang lain, jangan mengambil keuntungan dari orang lain,
jangan menyalahkan orang lain sembarangan.
e. Caring
(Peduli). Bersikaplah penuh kasih sayang dan menunjukkan anda peduli, ungkapkan
rasa syukur, maafkan orang lain, membantu orang yang membutuhkan.
f. Citizenship
(Kewarganegaraan). Menjadikan sekolah dan masyarakat menjadi lebih baik,
bekerja sama, melibatkan diri dalam urusan masyarakat, menjadi tetangga yang
baik, mentaati hukum dan aturan, menghormati otoritas, melindungi lingkungan
hidup.
3. Fungsi
dan Media Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter berfungsi untuk:
a. Mengembangkan
potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
b. Memperkuat
dan membangun perilaku bangsa yang multikultur.
c. Meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan
karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan
media massa.
F. Saluran-saluran
Pendidikan karakter
Pendidikan karakter
berpijak pada karakter dasar manusia dari nilai moral universal yang bersumber
dari agama. Menurut ahli psikologi, karakter dasar tersebut adalah cinta kepada
Allah dan ciptaanNya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, peduli,
kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan lain-lain. Menurut Doni A.
Koesoema, pendidikan karakter terdiri
dari beberapa unsur, diantaranya penanaman karakter dengan pemahaman pada
peserta didik tentang struktur nilai dan keteladanan yang diberikan pengajar
dan lingkungan. Selanjutnya kemendiknas
menjelaskan bahwa nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam dunia pendidikan
didasarkan pada 4 sumber, yaitu ; Agama, Pancasila, budaya bangsa dan tujuan
pendidikan nasional itu sendiri. Dari keempat sumber tersebut merumuskan 18
nilai-nilai karakter umum yaitu : Religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja
keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai,
gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab.
Implementasi pendidikan
karakter harus sejalan dengan orientasi pendidikan. Pola pembelajarannya
dilakukan dengan cara menanamkan nilai-nilai moral tertentu dalam diri anak
yang bermanfaat bagi perkembangan pribadinya sebagai makhluk individual
sekaligus sosial. Implementasi pendidikan karakter harus sesuai dengan
saluran-saluran pendidikan karakter itu sendiri, maksudnya penerapan atau
implikasinya harus mempunyai metodelogi-metodelogi yang tepat yang berbeda
antara satu dan lainnya dissuaikan dimana tempat penerapan pendidikan karakter
itu.Implikasi pendidikan karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di lingkungan
Keluarga, di Sekolah, di Perguruan Tinggi, dan di lingkungan
luar.Orientasi-orientasi pembelajaran ini lebih ditekankan pada keteladanan
dalam nilai pada kehidupan nyata, baik di sekolah maupun di wilayah publik.
Nilai-nilai pendidikan
karakter perlu dikembangkan dalam penyalurannya terhadap saluran-saluran
pendidikan karakter.Nilai ini berlaku universal, karena dapat digunakan oleh
seluruh semua orang khususnya siswa di Indonesia tanpa adanya diskriminasi
terhadap pihak-pihak tertentu.Nilai-nilai ini bersumber dari agama, Pancasila,
budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut :
1.
Agama. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat beragama.Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa
selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis, kehidupan
kenegaraan pun didasari pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar
pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa harus
didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
2.
Pancasila. Negara kesatuan Republik
Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan Kebangsaan dan kenegaraan
yang disebut Pancasila.Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945.Artinya,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur
kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.Pendidikan
budaya dan karakter bangsa bertujuan mempersiapkan siswa menjadi warga negara
yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan
menerapkan nilai nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara. Nilai-nilai
pendidikan karakter perlu dijabarkan sehingga diperoleh deskripsinya.Deskripsi
beguna sebagai batasan atau tolok ukur ketercapain pelaksanaan nilai-nilai
pendidikan karakter di sekolah.adapun deskripsi nilai-nilai pendidikan karakter
adalah sebagai berikut.
3.
Penyaluran Pendidikan Karakter
a. Penyaluran
Pendidikan Karakter di Lingkungan Sekolah.
Sekolah adalah tempat
yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan
akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan
sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah
akan mempengaruhi pembentukan karakternya.Menurut Berman, iklim sekolah yang
kondusif dan keterlibatan kepala sekolah dan para guru adalah faktor penentu
dari ukuran keberhasilan interfensi pendidikan karakter di sekolah. Dukungan
saran dan prasarana sekolah, hubungan antar murid, serta tingkat kesadaran
kepala sekolah dan guru juga turut menyumbang bagi keberhasilan pendidikan
karakter ini, disamping kemampuan diri sendiri (melalui motivasi, kreatifitas
dan kepemimpinannya) yang mampu menyampaikan konsep karakter pada anak didiknya
dengan baik. Prof. Dr. Noor Rochman Hadjam, SU. menjelaskan mendidikan karakter
tidak hanya mengenalkan nilai-nilai secara kognitif tetapi juga melalui
penghayatan secara afektif dan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan siswa seperti pramuka, upacara bendera,
palang merah remaja, teater, praktek kerja lapangan, menjadi relawan bencana
alam, atau pertandingan olahraga dan seni adalah cara-cara efektif menanamkan
nilai-nilai karakter yang baik pada siswa. Ia menekankan pendidikan berbasis
karakter bukan merupakan mata pelajaran tersendiri melainkan dampak pengiring
yang diharapkan tercapai. Sementara itu Kemendiknas menyebutkan beberapa
prinsip pengembangan pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah, yaitu:
1) Keberlanjutan
: yaitu bahwa proses pengembangan
nilai-nilai karakter dan budaya bangsa dimualai dari awal peserta didik masuk
hingga selesai dari satuan pendidikan.
2) Melalui
semua mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya sekolah.
3) Nilai-nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan: yaitu bahwa nilai-nilai karakter bukan
merupakan pokok bahasan yang harus diajarkan, sebaliknya mata pelajaran
dijadikan sebagai bahan atau media mengembangkan nilai-nilai karakter.
4) Proses
pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Dengan
demikian pengembangan pendidikan karakter dapat melalui mata
pelajaran (terintegrasi), kegiatan pengembangan diri dan budaya sekolah. Selain
itu dalam pengembangan karakter peserta didik di sekolah, guru memiliki posisi
yang strategis sebagai pelaku utama. Guru merupakan sosok yang bisa ditiru atau
menjadi idola bagi peserta didik. Guru bisa menjadi sumber inpirasi dan
motivasi peserta didiknya. Sikap dan prilaku seorang guru sangat membekas dalam
diri siswa, sehingga ucapan, karakter dan kepribadian guru menjadi cermin
siswa. Dengan demikian guru memiliki tanggung jawab besar dalam menghasilkan
generasi yang berkarakter, berbudaya, dan bermoral. Tugas-tugas manusiawi itu
merupakan transpormasi, identifikasi, dan pengertian tentang diri sendiri, yang
harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan yang organis, harmonis,
dan dinamis. Ada beberapa strategi yang dapat memberikan peluang dan kesempatan
bagi guru untuk memainkan peranannya secara optimal dalam hal pengembangan
pendidikan karakter peserta didik di sekolah, sebagai berikut :
1) Optimalisasi
peran guru dalam proses pembelajaran. Guru
tidak seharusnya menempatkan diri sebagai aktor yang dilihat dan didengar oleh
peserta didik, tetapi guru seyogyanya berperan sebagai sutradara yang
mengarahkan, membimbing, memfasilitasi dalam proses pembelajaran, sehingga
peserta didik dapat melakukan dan menemukan sendiri hasil belajarnya.
2) Integrasi
materi pendidikan karakter ke dalam mata pelajaran. Guru dituntut untuk
perduli, mau dan mampu mengaitkan konsep-konsep pendidikan karakter pada
materi-materi pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampunya. Dalam
hubungannya dengan ini, setiap guru dituntut untuk terus menambah wawasan ilmu
pengetahuan yang berkaitan dengan pendidikan karakter, yang dapat
diintergrasikan dalam proses pembelajaran.Mengoptimalkan kegiatan pembiasaan
diri yang berwawasan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia.
3) Para
guru (pembina program) melalui program pembiasaan diri lebih mengedepankan atau
menekankan kepada kegiatan-kegiatan pengembangan budi pekerti dan akhlak mulia
yang kontekstual, kegiatan yang menjurus pada pengembangan kemampuan afektif
dan psikomotorik.
4) Penciptaan
lingkungan sekolah yang kondusif untuk tumbuh dan berkembangnya karakter
peserta didik. Lingkungan terbukti sangat berperan penting dalam pembentukan
pribadi manusia (peserta didik), baik lingkungan fisik maupun lingkungan
spiritual. Untuk itu sekolah dan guru perlu untuk menyiapkan
fasilitas-fasilitas dan melaksanakan berbagai jenis kegiatan yang mendukung
kegiatan pengembangan pendidikan karakter peserta didik.
5) Menjalin
kerjasama dengan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam pengembangan
pendidikan karakter. Bentuk kerjasama yang bisa dilakukan adalah menempatkan
orang tua peserta didik dan masyarakat sebagai fasilitator dan nara sumber
dalam kegiatan-kegiatan pengembangan pendidikan karakter yang dilaksanakan di
sekolah.
6) Menjadi
figur teladan bagi peserta didik. Penerimaan peserta didik terhadap materi
pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru, sedikit tidak akan bergantung
kepada penerimaan pribadi peserta didik tersebut terhadap pribadi seorang guru.
Ini suatu hal yang sangat manusiawi, dimana seseorang akan selalu berusaha
untuk meniru, mencontoh apa yang disenangi dari model/figurnya tersebut.
Momen
seperti ini sebenarnya merupakan kesempatan bagi seorang guru, baik secara
langsung maupun tidak langsung menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri pribadi
peserta didik. Dalam proses pembelajaran, intergrasi nilai-nilai karakter tidak
hanya dapat diintegrasikan ke dalam subtansi atau materi pelajaran, tetapi juga
padaprosesnya dalam uraian di atas menggambarkan peranan guru dalam
pengembangan pendidikan karakter di sekolah yang berkedudukan sebagai
katalisator atau teladan, inspirator, motivator, dinamisator, dan evaluator.
Dalam
berperan sebagai katalisator, maka keteladanan seorang guru merupakan faktor
mutlak dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik yang efektif,
karena kedudukannya sebagai figur atau idola yang ditiru oleh peserta didik.
Peran sebagai inspirator berarti seorang guru harus mampu membangkitkan
semangat peserta didik untuk maju mengembangkan potensinya. Peran sebagai
motivator, mengandung makna bahwa setiap guru harus mampu membangkitkan
semangat, etos kerja, dan potensi yang luar biasa pada diri peserta didik.
Peran sebagai dinamisator, bermakna setiap guru memiliki kemampuan untuk
mendorong peserta didik ke arah pencapaian tujuan dengan penuh kearifan,
kesabaran, cekatan, cerdas dan menjunjung tinggi spiritualitas. Sedangkan peran
guru sebagai evaluator, berarti setiap guru dituntut untuk mampu dan selalu
mengevaluasi sikap atau prilaku diri, dan metode pembelajaran yang dipakai
dalam pengembangan pendidikan karakter peserta didik, sehingga dapat diketahui
tingkat efektivitas, efisiensi, dan produktivitas programnya.
b. Penyaluran
Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar
Pendidikan karakter di
nilai sangat penting untuk di mulai pada anak usia dini karena pendidikan
karakter adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk mengembangkan nilai,
sikap, dan perilaku yang memancarkan akhlak mulia atau budi pekerti luhur.
Nilai-nilai positif dan
yang seharusnya dimiliki seseorang menurut ajaran budi pekerti yang luhur
adalah amal saleh, amanah, antisipatif, baik sangka, bekerja keras, beradab,
berani berbuat benar, berani memikul resiko, berdisiplin, berhati lapang,
berhati lembut, beriman dan bertaqwa, berinisiatif, berkemauan keras, berkepribadian,
berpikiran jauh ke depan, bersahaja, bersemangat, bersifat konstruktif,
bersyukur, bertanggung jawab, bertenggang rasa, bijaksana, cerdas, cermat,
demokratis, dinamis, efisien, empati, gigih, hemat, ikhlas, jujur, kesatria, komitmen, kooperatif, kosmopolitan
(mendunia), kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, manusiawi, mawas diri,
mencintai ilmu, menghargai karya orang lain, menghargai kesehatan, menghargai
pendapat orang lain, menghargai waktu, patriotik, pemaaf, pemurah, pengabdian,
berpengendalian diri, produktif, rajin, ramah, rasa indah, rasa kasih
sayang,rasa keterikatan, rasa malu, rasa memiliki, rasa percaya diri, rela
berkorban, rendah hati, sabar, semangat kebersamaan, setia, siap mental, sikap
adil, sikap hormat, sikap nalar, sikap tertib, sopan santun, sportif, susila,
taat asas, takut bersalah, tangguh, tawakal, tegar, tegas, tekun, tepat janji,
terbuka, ulet, dan sejenisnya.
Penerapan pendidikan
karakter di sekolah dasar dilakukan pada ranah pembelajaran (kegiatan pembelajaran),
pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar, kegiatan ko-kurikuler
dan atau kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah dan di
masyarakat. Adapun penjelasan masing-masing ranah tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Kegiatan
pembelajaran.
Penerapan pendidikan
karakter pada pelaksanaan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan strategi
yang tepat.Strategi yang tepat adalah strategi yang menggunakan pendekatan
kontekstual.Alasan penggunaan strategi kontekstual adalah bahwa strategi
tersebut dapat mengajak siswa menghubungkan atau mengaitkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata.Dengan dapat mengajak menghubungkan materi yang
dipelajari dengan dunia nyata, berati siswa diharapkan dapat mencari hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan pengetahuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dengan pendekatan itu, siswa lebih memiliki hasil yang
komprehensif tidak hanya pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada
tataran afektif (olah hati, rasa, dan karsa), serta psikomotor (olah raga) (Puskur,
2011 : 8). Adapun beberapa strategi pembelajaran kontekstual antara lain:
a) pembelajaran
berbasis masalah,
b) pembelajaran
kooperatif,
c) pembelajaran
berbasis proyek,
d) pembelajaran
pelayanan, dan
e) pembelajaran
berbasis kerja.
Puskur (2011 : 9) menjelaskan bahwa
kelima strategi tersebut dapat memberikan nurturant effect pengembangan
karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung jawab,
rasa ingin tahu.
2) Pengembangan
Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya
sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui kegiatan pengembangan
diri, yaitu kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan,
pengkondisian.Adapun hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
a) Kegiatan
rutin. kegiatan rutin merupakan kegiatan yang rutin atau ajeg dilakukan setiap
saat. Kegiatan rutin dapat juga berarti kegiatan yang dilakukan siswa secara
terus menerus dan konsisten setiap saat (Puskur, 2011: 8). Beberapa contoh
kegiatan rutin antara lain kegiatan upacara hari Senin, upacara besar
kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, shalat berjamaah,
berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum pelajaran dimulai dan diakhiri, dan
mengucapkan salam apabila bertemu guru, tenaga pendidik, dan teman.
b) Kegiatan
spontan. Kegiatan spontan dapat juga disebut kegiatan insidental.Kegiatan ini
dilakukan secara spontan tanpa perencanaan terlebih dahulu.Contoh kegiatan ini
adalah mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau
sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
c) Keteladanan.
Keteladanan merupakan sikap “menjadi contoh”.Sikap menjadi contoh merupakan
perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan siswa dalam memberikan
contoh melalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan
bagi siswa lain (Puskur, 2011: 8).Contoh kegiatan ini misalnya guru menjadi
contoh pribadi yang bersih, rapi, ramah, dan supel.
d) Pengkondisian.
Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan fisik
maupun nonfisik demi terciptanya suasana mendukung terlaksananya pendidikan
karakter.Kegiatan menata lingkungan fisik misalnya adalah mengkondisikan toilet
yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster
kata-kata bijak yang dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas (Puskur,
2011: 8).Sedangkan pengkondisian lingkungan nonfisik misalnya mengelola konflik
antar guru supaya tidak menjurus kepada perpecahan, atau bahkan menghilangkan
konflik tersebut.
4.
Kegiatan ko-kurikuler dan atau kegiatan
ekstrakurikuler
Kegiatan
ko dan ekstra kurikuler merupakan kegiatan-kegiatan di luar kegiatan
pembelajaran. Meskipun di luar kegiatan pembelajaran, guru dapat juga
mengintegrasikannya dalam pembelajaran.Kegiatan-kegiatan ini sebenarnya sudah
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter. Namun demikian tetap diperlukan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang baik atau merevitalisasi
kegiatan-kegiatan ko dan ekstra kurikuler tersebut agar dapat melaksanakan pendidikan
karakter kepada siswa.
G. Penyaluran
Pendidikan Karakter di Pergruan Tinggi
Pendidikan karakter di
lingkup satuan pendidikan perguruan tinggi dilaksanakan melalui tridharma
perguruan tinggi, budaya organisasi, kegiatan kemahasiswaan, dan kegiatan
keseharian (Tim Pendidikan Karakter Ditjen Dikti, 20110). Penjelasan dari
setiap aspek pendidikan sebagai berikut:
1.
Tridharma Perguruan Tinggi: Pengintegrasian nilai-nilai utama ke dalam
kegiatan pendidikan, penelitian serta publikasi ilmiah, dan pengabdian kepada
masyarakat;
2.
Budaya organisasi: pembiasaan dalam kepemimpinan dan pengelolaan
perguruan tinggi;
3.
Kegiatan kemahassiwaan: pengintegrasian pendidikan karakter ke dalam
kegiatan kemahasiswaan, antara lain: Pramuka, Olahraga, Karya Tulis, Seni;
4.
Kegiatan keseharian: Penerapan pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari di lingkungan kampus, asrama/pondokan/keluarga, dan masyarakat.
Langkah-langkah
pengembangan budaya Perguruan Tinggi (Naskah Akademik Peraturan Universitas Negeri
Yogyakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pengembangan Kultur Universitas) adalah
sebagai berikut:
1.
Menganalisis budaya yang telah ada untuk
menentukan kesenjangannya dengan budaya yang diinginkan;
2.
Merumuskan target mutu yang akan
dicapai;
3.
Menganalisis kepemimpinanan di setiap
unit kerja;
4.
Mengidentifikasi faktor pendukung dan
penghambat;
5.
Menerapkan strategi mewujudkan budaya,
termasuk membangun kesinergisan internal dan kemitraan eksternal, pengembangan
kapasistas, pemberdayaan system informasi, dsb.
6.
Melakukan evaluasi secara terus menerus
dengan tolok ukur yang jelas dan memanfaatkannya untuk merancang tulang program
pengembangan budaya Perguruan Tinggi.
Untuk
mewujudkan budaya perguruan tinggi.
Diperlukan karakter individu, yang selaras dengan nilai-nilai
Pancasila. Dalam mewujudkan karakter
individu, diperlukan pengembangan diri secara holistic, yang bersumber pada
olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah karsa. Seperti yang telah dikemukakan dari
konfigurasi nilai yang terdapat dalam ranah olah hati, olah pikir, olah raga,
dan olah rasa/karsa masing-masing diambil satu nilai sebagai nilai-nilai utama
karakter yang dikembangkan secara nasional, termasuk dilingkungan Dikti. Karakter yang dimaksud adalah: Jujur, Cerdas,
Tangguh, Peduli (Jurdastangli). Definisi Konseptual Jujur, Cerdas, Tangguh, dan
Peduli
1.
Jujur:
Lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus, ikhlas
2.
Cerdas:
Sempurna perkembangan akal budinya untuk berpikir, tajam pikirannya.
3.
Tangguh:
Sukar dikalahkan, kuat, andal, kuat sekali pendiriannya, tabah dan tahan
menderita
4.
Peduli: Mengindahkan, memperhatikan,
menghiraukan.
H. Kesimpulan
Karakter berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan memfokuskan bagaimana
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku,
sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai
dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.
Menurut Sudrajat
(2010), pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan
sehingga menjadi insan kamil.
Tujuan pendidikan
karakter adalah penanaman nilai dalam diri siswa dan pembaruan tata kehidupan
bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Nilai-nilai karakter yang
dikembangkan dalam dunia pendidikan didasarkan pada 4 sumber, yaitu ; Agama,
Pancasila, budaya bangsa dan tujuan pendidikan nasional itu sendiri.
Implikasi pendidikan
karakter mempunyai berbagai penyaluran yaitu di lingkungan Keluarga, di
Sekolah, di Perguruan Tinggi, dan di lingkungan luar. Orientasi-orientasi
pembelajaran ini lebih ditekankan pada keteladanan dalam nilai pada kehidupan
nyata, baik di sekolah maupun di wilayah publik.
I. Saran
Sebagai pendidik maupun calon pendidik, pendidikan
karakter menjadi suatu hal yang sudah sepatutnya terkuasai oleh pelaku pendidik
dalam menciptakan peserta didik berkarakter yang tahu akan pembatasan
nilai-nilai moral yang menunjang dalam pencapaian tatanan kehidupannya.
Credit By: Artikel Asli
diambil dari http://rinitarosalinda.blogspot.com/2014/04/konsep-dasar-pendidikan-karakter.html
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto. 2012.
Pengertian Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://belajarpsikologi.com [ 11
Februari 2014 ]
Lovita, Nia. 2012.
Pengertian Pendidikan Karakter. [ Online ]. Tersedia
:http://nialovita.wordpress.com [ 11 Februari 2014 ]
Muspitasari, Yulita.
2012. Implementasi Pendidikan Karakter pada Sekolah. [Online].
Tersedia:http://edukasi.kompasiana.com. [10 Februari 2014].
Hamdan Husein,
Batubara. 2013. Cara Jitu Menerapkan Pendidikan Karakter di Sekolah. [Online].
Tersedia: http://media-nomor1.blogspot.com. [10
Februari 2014].
Wijayanto, Nur.
2011. Upaya Mendisiplinkan Siswa Melalui
Pendidikan Karakter. [Online]. Tersedia: http://nurwijayantoz.wordpress.com[10
Februari 2014].
Antoro, Dwi. 2012.
Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar.[Online]. Tersedia:
http://atariuz.blogspot.com. [10 Februari 2014]
Zuchdi, Darmiyati.2012.
Implementasi Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi.[Online].Tersedia:
http://phitry-kawaii.blogspot.com. [10 Februari 2014].
Husaini, Ahmad.
2012. Tujuan dan Fungsi Pendidikan
Karakter. [ Online]
Tersedia :http://pndkarakter.wordpress.com.
[10 Februari 2014 ]
- Get link
- Other Apps
Comments
Sangat bermanfaat, trmksh
ReplyDelete